Jiah My Id

The Power of Anak Kampung

Powered by Blogger.

Ketika Saya Berdamai dengan Orangtua

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

Mungkin kita niatnya ingin melakukan kebaikan. Tapi, kenapa yang diterima malah hal yang tidak menyenangkan? Kenapa baik di mata sendiri eh di mata orang lain tidak?



Ketika saya memasuki usia remaja, banyak hal berbeda yang saya rasakan. Dulu saya orang yang kurang ekspresif, memendam sendiri perasaan entah sakit atau senang. Tapi saya tetap menulis, berusaha mengungkapkan apa yang saya rasa lewat diary. Pada suatu ketika, Bapak saya membacanya dan beliau berkomentar, "Orang kok suka iri," kurang lebih seperti itu.

Jujur saya down. Saat itu saya menulis tentang betapa irinya melihat teman-teman lain bisa bebas sementara saya seolah terpenjara dalam aturan-aturan yang Bapak tetapkan. Lalu apa saya berhenti menulis? Tidak.

Saya masuk MAN dan mulai melakukan banyak hal yang berbeda. Saya pacaran biar keren, telat masuk sekolah, dihukum berdiri di depan kelas, nilai entah berapa, jadi slepping beauty, dan banyak kenakalan-kenakalan yang saya eksplor, terlebih karena hidup jauh dari rumah. Jadi, apa saya merasa lebih hebat setelah melanggar banyak hal? Tidak.

Bapak tak protes bila saya tak dapat peringkat. Selama kenakalan sekolah masih bisa ditolerir, beliau akan baik-baik saja. Tapi tidak dengan pacaran atau lelaki dalam hidup saya.

Saya keras kepala, saya suka iri, saya ingin seperti teman lain yang bebas pacaran, kencan, jalan berdua, saya ingin seperti itu. Dan ketika pacar saya ijin untuk mengajak saya keluar kemudian ditolak Bapak, kami putus, betulan putus.

Iya saya marah. Pada dia yang nggak mau memperjuangkan saya, pada Bapak dengan segala aturannya, pada semua orang. Bukan masalah cinta yang saya agungkan, tapi kebebasan. Di mana hak saya? Jiwa muda saya yang bergelora menguasai akal sehat saya.

Saya merasa Bapak terlalu mengekang. Tak boleh ini lah, itu lah, apa lagi saya anak perempuan. Dua kakak perempuan saya normal, lulus sekolah aliyah, menikah, mengurus keluarga. Sementara saya sudah terkontaminasi banyak hal. Saya tidak kuliah, tapi bekerja di banyak tempat. Pikiran saya ke mana-mana, ingin jalan ke sana, kesitu, entah. Saya ingin melihat dunia.

Saya tahu apa yang Bapak lakukan itu demi menjaga saya, anak gadis terakhirnya yang sangat keras kepala. Saya yang berbeda dan mungkin Bapak sering jantungan dengan tingkah saya. Dan Bu e, dia akan ikut apa kata Bapak.

Apa saya menunduk patuh dan tidak membantah?

Tidak. Justru kami sering berdebat tentang banyak hal. Saya tidak mau kalah dari Bapak, begitu intinya. Saya ingin Bapak tahu, pendapat saya ini benar.

Dan hari itu tiba. Bu e perpanjangan mulut Bapak berkomentar tentang apa-apa yang saya lakukan. Saya pergi ke luar rumah lah, ke luar kota lah, harus ini lah, itulah, membuat saya lelah dengan aturan-aturan itu. Jadi saya meminta Bu e untuk tidak melarang saya pergi, dengan alasan apa yang saya lakukan toh nggak melanggar norma yang berlaku. Saya berurai air mata, begitu juga Bu e. Banyak yang saya ungkapkan, terlebih dengan ketidaknyamanan saya dengan aturan rumah.

Orangtua saya, Bapak Bu e selalu memiliki kehawatiran yang berlebihan menurut saya. Bagaimana saya di jalan, dengan siapa, kalau saya yang imut ini diculik bagaimana? Dan bahkan Bapak akan jantungan saat saya bilang akan boncengan dengan teman cowok yang hanya janjian di jalan. Kecuali cowok/pria itu sudah discaning Kakak dan Adik lelaki saya, hahaha. 

Dan bagaimana sekarang?

Kami berubah. Sedikit menyesal kenapa saya baru mengkomunikasikan semuanya menjelang usia 24 tahun. Ketika Saya Berdamai dengan Orangtua sungguh indah. Saya merasa lebih hidup, saya bebas, terlebih hati saya. Mungkin saat ini usia dan pemikiran saya jauh lebih stabil dan bisa sedikit membedakan mana yang baik dan tidak.

Saya bisa mbolang ke mana saja. Pergi pagi pulang sore atau malam walau bukan masalah kerja. Tak ada jam malam. Dan nikmat Tuhan mana yang harus saya dustakan?

Kebebasan kini telah saya dapat. Dan saya tidak ingin menghianati apa yang Bapak berikan. Saya memilah banyak hal yang intinya tidak ingin membuat Bapak menyesal karena telah memberikan banyak kelonggaran aturan pada saya.

Ketika pergi dan bisa sendiri, saya akan naik motor. Saat jarak jauh dan tak ada yang mengantar, saya akan naik bis. Jika memungkinkan, Adik dan Kakak akan jadi supir pribadi. Saat pergi pagi dan pulang malam, saya harus mengabari. Saat ingin jalan malam semisal ikut acara Wilujengan Nagari, Lampion, Perang Obor, Adik/Kakak saya harus rela jadi supir lagi. Saya melakukan itu untuk keamanan saya, dan ketenangan hati Bapak tentunya.

Bagaimana dengan pacar?

Errr saya sudah lama sekali memutuskan untuk tidak pacaran. Pacaran cuma status karena pada kenyataannya tetap saja hanya boleh pacaran di rumah dan saya tak akan bisa kencan keluar berdua, boncengan mesra, atau melakukan sesuatu yang dianggap lumrah saat pacaran. Cukup lah tetangga bertanya kenapa saya belum menikah daripada tersebar gosip saya dibonceng lelaki berbeda setiap harinya. Saya tak ingin menyakiti orangtua dengan gosip murahan yang tak jelas kebenarannya. Kenapa? Karena saya hidup di desa. Dan mulut tetangga kadang lebih kejam hingga mengobrak-abrik hati dan perasaan kita.

Apa yang Bapak lakukan pada saya bukan lah hal jahat. Menjaga anak perempuan itu bukan hal mudah. Hanya saja mungkin saat yang lalu, Bapak terlalu kaku dalam menyampaikan nasihatnya sehingga saya menerimanya tidak sempurna.

Orangtua saya beberapa tahun lalu
Dari Bapak, Bu e saya belajar. Kita tidak bisa memilih orang tua, tapi kita bisa memilih menjadi orangtua seperti apa. Saya nggak bisa dengan mudah mengubah cara pandang orangtua. Jadi saya ingin membuktikan bahwa saya baik-baik saja dengan pilihan saya. Suatu saat nanti, saya tak ingin anak-anak merasakan apa yang saya alami dulu. 

Dan dalam hubungan, komunikasi itu sangat penting. Bebaskan anak untuk berpendapat, dukung dan rangkul mereka, dan jadilah teman yang dihormati bukan ditakuti.

Bapak, Bu e, terima kasih atas semua. Terima kasih karena akhirnya bisa mengerti saya yang bandel, kepo, kepala batu ini. Terima kasih karena mengajarkan susah dan selalu berusaha. Terima kasih karena nggak nanya-nanya atau menuntut saya untuk segera menikah. Yang terakhir itu, sungguh menenangkan hati saya, hahaha.

Saya sudah berdamai dengan orangtua. Bagaimana dengamu?


Yuk, cerita tentang “Kebaikan Tak Selalu Baik di Mata Orang Lain”

36 comments

Noorma Fitriana M. Zain said...

Kadang memang begitu yaa, jadi anak idealis yang tak ingin keburukan yang pernah dialami dahulu terjadi kembali di kehidupan kita. Jiah, kamu mirip Ibu ya

Jiah Al Jafara said...

Mirip Bapak deh, hihihi

Adriana dian said...

Bapak dan bu e nya mak Jiah sepertinya mirip sama mama papa aku. Aku malah baru merasakan kebebasan setelah nikah. Ehehehe. Sekarang setelah aku punya anak, aku baru bener-bener ngerti gimana rasanya jadi orangtua dan apa yang mereka lakukan pasti untuk kebaikan anaknya juga :)

Khoirur Rohmah said...

Akkk mbak Jiahh
ga jauh bda sma klabilanku hheeee

Rotun DF said...

Semoga Jiah segera mendapat jodoh yang terbaik ya. I feel you bangeeet, hidup di kampung emang harus tahan kuping deh. Panas molo. Btw bapak sama bu'e so sweet banget, hihi. Salam ya, Jiah :)

Jiah Al Jafara said...

Itu kan dulu... nanti kalo waktu udah pas nggak labil lagi, hehe

Jiah Al Jafara said...

Brarti saya jauh lbh beruntung ya, Mbak hihih

Unknown said...

Semua yang di lakukan orang tua tidak lain tidak bukan itu semata-mata hanya ingin membuat anaknya bahagia :)

Susi Susindra said...

Weits... ciaaat... aku baru bener2 paham kalau masa SMA-mu gitu. Hahahahaha... sip... punya bahan membully

mia fajarani said...

Aih, aku banget. Tapi beda versi. Jiwa muda aku yang mau ini itu bareng abang, nyatanya pupus ketika aku menginjak remaja. Abang memutuskan menikah. Rasanya marah, kesal, dan sungguh mengecewakan. Aih aku kok ya jadi flashback hehe tapi skrg aku udh berdamai dengan hati, masa lalu, dan kenyataan😀😊☺

Winda Carmelita said...

Masih remaja dulu aku sering merasa tidak sependapat dg mama papa. Sekarang semakin dewasa, aku berusaha memahami posisi mereka, apalagi sekarang hanya tinggal Mama. Manfaatkan semuanya selagi orangtua masih ada :)

Jiah Al Jafara said...

Ujungnya ke jodoh ya, eeeehhh
Tahan kuping dan hati

Jiah Al Jafara said...

Betul sekaliii

Jiah Al Jafara said...

Terusss dibully terusss

Jiah Al Jafara said...

Oh saya jg punya cerita ttg si kakak

Jiah Al Jafara said...

Smua butuh waktu utk saling memahami

Arif Chasan said...

saya sih alhamdulillah dari dulu, sejauh yang saya ingat. kedua orang tua selalu supportif

velli, md. said...

pernah merasakan juga seperti itu mbak, tapi itu dulu.. duluuuuuu bgt! wkk..wkk...

Jiah Al Jafara said...

Bersyukur bgt itu

Lidya Fitrian said...

kadang apa yang kita inginkan tidak seperti yang diharapkan orang tua ya. Banyak ngalah aja :)

Jiah Al Jafara said...

Ya dulu, duluuu

Jiah Al Jafara said...

Spt yg sdh2, ortu selalu benar

Mugniar said...

Wuih. Jiah sudah belajar banyak hal dan menjadi lebih dewasa.

Orang tua ya seperti itu Jiah. Saya saja mulai kepikiran, kelak kalau anak2 mulai memutuskan hendak pergi ke sana dan ke mari, saya harus bagaimana? Saya mulai mikir bagaimana kalau mereka ketemu orang jahat di jalan? Tahu kan berita sekarang kayak apa, yang di Lampung, yang di Jambi, yang di Manado. Belum lagi tawuran iih serem banget.

Beruntung Jiah punya Bapak, Ibu, dan saudara2 yang penuh perhatian. Jadi ingat sodara, ada yang anaknya gak pulang2 gak disuruh pulang juga anaknya. Setelah berhari2, kalo disuruh pulang gak mau ya dibiarkan. Anaknya yang keras menjadi makin keras karena sejak awal gak ada rem dari orang tuanya, seperti orang tua Jiah mengerem Jiah sejak awal.

Oya hati2, lho, orang yang keras kelak anak2nya akan keras juga. Ini terbukti pada diriku. Saya dan suami keras, kedua orang tua kami pun keras, ketiga anak saya juga keras tabiatnya, jadinya suka kelabakan juga kalau menghadapi 3 bocah keras ini, hehehe.

Aul Howler's Blog said...

Wah :')
Sejuk banget tulisan mu, Mbak

Alhamdulilah orang tua ku nggak pernah ngekang.
Tapi jam malam sih tetap ada
Dan belakangan ini sering aku langgar karena pulang kerja sering kemalaman hihi

Santi Dewi said...

Kadang apa yg orangtua inginkan, tdk sejalan dgn keinginan sang anak, begitu pun sebaliknya. keinginan anak kadang bertentangan dgn orgtua. Tapi apapun, orangtua memang ingin memberikan yg terbaik utk anak2nya.

Leyla Hana said...

Yaaa.. Begitulah orangtua :D ortu pun kerap bingung menghadapi anak2nya yg sudah remaja.

Sri Lestari said...

Alhamdulillah kedua orang tua saya punya cara mendidiknya sendiri dan kalau menurut saya tipe mendidik orang tua saya adalah membiarkan anaknya mandiri dan kalau saya tidak tau harus berbuat apa mereka selalu memberi tahu dan kalau saya berada dijalur yang tidak benar maka mereka yang muluruskannya.

Ophi Ziadah said...

kadang kala kita tak perlu risau dg kacamata "orang lain", krn mungkin mrk punya ukuran sendiri2...
kadang kita (apalagi saat muda) sulit memahami maksud "baik" orang tua.
sesuatu yang kelak kemudian kita benarkan.
BTW DA mu 56 ya say..keren bangeeet

Bibi Titi Teliti said...

Jiaaaaah,
Ini aku seriusan merasa terharu banget mbacanya,..
Kurang lebih aku bisa merasakan kekhawatiran Bapaknya Jiah, karena aku pun punya anak perempuan Kayla, yang sedang beranjak ABG, dan bawaannya emang deg-degan terus :))

Syukur Alhamdulillah, Jiah sekarang udah bisa berdamai dengan Bapak yah...

Sampaikan salam hormatku buat beliau yah :))

Amy said...

Bandel tapi sudah insyaf kaaan?

Inuel said...

Loh, memang sejak kecil didikan keras itu perlu Lhooo.. kalau sampean sekarang enggak pacaran yang sebabnya karena awalnya terpaksa, saya ikut bilang makasih sama bapaknya :D. Bapak gak mungkin pengen anaknya jadi punya prilaku buruk, apalagi menjerumuskan anaknya kedalam hal-hal negatif. Semua itu bakan mbak jiah rasakan pas jadi orang tua. Dijaga ya orang tuanya.. perasaan dan ketentraman hatinya, InsyaAllah jauh lebih baik dari cari pacar :))

evrinasp said...

aku waktu zaman kuliah pernah bertengkar sama mamah selama seminggu, aku kabur ke kosan gak pulang, nyesel juga kalau ingat saat itu

Rosalina Susanti said...

sama orangtua kita harus bs melihat dr berbagai sisi.. kalo cuma dr satu sisi seringnya merasa 'mereka itu nyebeli'. Haha

PWWidayati said...

Mewek bacanya, alhamdulillah sedari remaja saya dibebaskan untuk mengambil keputusan sendiri, tapi untuk masalah pacaran dan pergi main juga ada aturan sendiri. Hihihi jadi inget wajah bapak yang udah bete nunggu saya di depan rumah....

Inna riana said...

waktu remaja labil, sudah dewasa jadi jauh lebih tenang ya :)

eksak said...

jadi benarlah kalo orang tua itu (hampir) selalu benar! Dan kita yang selalu salah mengartikan ... :)