Jiah My Id

The Power of Anak Kampung

Powered by Blogger.

Rapid Fire Question



Kiyaaa, aku dapat Pe-er Blogger!
Untuk pertama kalinya di tahun 2013, aku dapat PR dari Mbak Red Carra. Beliau ini kayanya tahu banget kalau aku tergolong murid yang rajin, suka ngerjain pe-er :uhuk . Setelah sekian lama, ternyata kangen juga ya buat lempar-lempar pe-er. Mungkin habis ini Awards bergilir muncul lagi :uhuk . Langsung saja ngga pake lama, ini dia pertanyaannya :



1. Nambah atau ngurangin timbunan buku?
Nambah dong, kan mau bikin Perpustakaan pribadi :uhuk . Ini lagi persiapan konsultasi buat Perpus desa juga weheheh *curcol.

2. Pinjam atau beli buku?
Beli. Yang namanya milik sendiri jauh lebih enak sih. Tapi pinjem di perpus juga boleh :uhuk .

3. Baca buku atau nonton film?
Baca.

4. Beli buku online atau offline?
Offline. Aku kan tinggal di desa, ribet kalo musti wira wiri ke ATM. Ongkirnya juga lumayan tuh :smile .

5. Buku bajakan atau ori?
Buku bajakan itu apa? Ada xamplenya ngga Mak? Fotocopian gitu? Kirain CD doang yang bajakan :shy .

6. Gratisan atau diskonan?
Gratis hihiih :smile . Quiz hunter :smile .

7. Beli pre-order atau menanti dengan sabar?
Menanti dengan sabar. Lagi-lagi ini efek hidup di desa :etc .

8. Buku asing (terjemahan) atau lokal?
Dua-duanya juga boleh. Namanya juga blajar, jadi buku apa aja coba dibaca gitu deh.

9. Pembatas buku penting atau biasa saja?
Penting. Aku orangnya paling sayang aka eman-eman buat ngelipet-lipet buku. Jadi musti nyari sesuatu buat batasan.

10. Bookmarks atau bungkus chiki?
Ini ngomongin buku apa jajan? #BalikNanya.


Pertanyaan tambahan:


1. Nulis fiksi atau nonfiksi?
Tergantung tema Giveawaynya :uhuk . Lebih nyaman kalau fiksi sih :uhuk .

2. Buat nemenin nulis: minuman atau cemilan?
Minum, terutama air putih.

3. Nulis di laptop atau gadget lain?
PC, kagak punya laptop :wek .

4. Nulis siang atau malam?
Siang malam oke-oke aja sih. Tapi paling suka sepi-sepi pas banget ngejongkrok di depan kuburan :uhuk .

5. Aku cantik atau engga?
#Skip boleh kagak? :wek . Cantik dan maco hahaha. Inget pertama kali ngobrol sama mbak Carra di twitter eh ngomongin bola hihihi :uhuk .

Kasih ke siapa ya??? Yang beruntung adalah :

1. Diah Kusumastuti
2. Helda Fera Puspita
3. Rini Bee Adhiatiningrum
4. Ranny Afandi
5. Nurusyainie Bt. Maesi



Pertanyaan tambahan dariku :


1. Kopi atau air putih?
2. Drama menguras air mata atau drama komedi?
3. Ngurus anak-suami atau nulis?
4. Sunyi atau full musik?
5. Jempol atau telunjuk? Alasan!

Yang dapat dobel dari temen lain, boleh ngga ngerjain deh :uhuk #SokBaik :smile . Jangan lupa yang udah ngerjain linknya taruh di komentar bawah ya :smile .


Rasa Tak Terucap


"Apa? Putus? Aku ngga mau Mas."

Aku memalingkan wajahku, perempuan itu masih terisak sambil melihatku.

"Kamu bilang kenapa? Aku sudah terlambat haid 4 bulan Mas. Mungkin saja aku hamil." ucap perempuan itu dengan sedikit berteriak.

Aku memasang pendengaranku, jelas sangat jelas. Hamil itu apa? Tanyaku dalam hati.

"Aku ngga mau gugurin janin ini. Dia berhak hidup dan tumbuh besar. Bukankah kita sudah cukup berdosa dengan melakukan perbuatan laknat itu? Aku ngga mau nambah dosa lagi."

Sedetik kemudian, sentuhan hangat menjalar diseluruh tubuhku. Ada desiran rasa yang jelas tak terucap namun begitu terasa hangat. 

"Ibu Dewi, silakan masuk."

"Iya suster. Mas, aku matikan dulu telfonnya. Aku mau meriksain janin ini."

Perempuan itu bangkit dari kursinya.

"Sayang, maafkan ayahmu ya. Ibu akan menjagamu selalu." bisik perempuan itu sambil mengelus bagian yang menutupi tubuhku.

Note : 131 kata, ditulis untuk “Tantangan Menulis #Nguping” @JiaEffendi & Lampu Bohlam #10 - Terlambat

BeraniCerita #10 : Surat Cinta Liza



Ayah Liza keluar dari ruang kerjanya sambil mengacungkan sepucuk surat.


“Liza,” katanya, “Aku sedang mencarimu, masuklah ke ruang kerjaku.”



Liza mengikuti ayahnya memasuki ruang kerja, dan ia menduga bahwa apa yang akan disampaikan oleh ayahnya tentu berhubungan dengan surat yang dipegangnya. Mereka duduk berdua saling berhadapan. Liza menyusun kata-kata dalam kepalanya untuk memberikan penjelasan yang tepat.


“Ini surat apa?”

“Surat cinta Yah.” jawab Liza gemetaran.

“Liza, kamu masih 16 tahun, harusnya kamu fokus pada sekolah bukan cinta-cintaan seperti ini."

“Liza mencintainya Yah.”

“Persetan dengan cinta!”

“Pak Aryo baik Yah, dia juga mencintai Liza.”

“Aryo guru bahasa Indonesiamu itu? Come on Liza, pikir ulang semuanya.”

“Memang kenapa Yah? Cinta tak pernah tahu pada siapa akan jatuh.”

“Ayah tidak suka dengan surat cinta gurumu itu."

“Ayah!”

“Bahasa yang dia gunakan kurang romantis. Pada kalimat ini harusnya bisa diganti dengan kata lain. Penulisan EYDnya juga masih banyak yang salah. Katanya guru bahasa, tapi hancur seperti ini tulisannya!” ucap Ayah Liza panjang lebar sambil menunjuk-nunjuk surat merah jambu miliknya.


Liza menarik napas dalam-dalam kemudian mengambil surat merah jambu itu dari meja Ayahnya. Liza membaca ulang surat itu. Dalam hati dia bergumam, kenapa Ayahnya yang orang London itu selalu saja mengomentari surat-surat cinta miliknya?


Ijinkan aku melihat bintangku dalam terang dunianya
Meskipun aku hanya mampu mencintainya dalam gelap duniaku
Dalam gelapku,
Kumasih bisa mencintaimu
Seandainya Sang Maha Pencinta meridhoi
Kita akan menyatukan dua dunia
Terang duniamu dan gelap duniaku
Duniaku duniamu memang berbeda
Tapi aku tahu
Allahlah yang menyatukan kita
Dua Dunia

Senjata Srikandi

Source
Srikandi Modern dan Senjatanya itu seperti aku? Mungkin iya :smile . Dibilang modern banget ngga juga ya, tapi aku berusaha untuk menjadi Srikandi yang berarti. Entah senjata apa yang akan kugunakan, yang jelas bukan panah karena aku ngga punya :uhuk .



Aku sadar, menjadi sosok Srikandi bukan hal yang mudah. Sebagai Srikandi modern, ngga lucukan kalau setiap kita pergi selalu menenteng busur dan panah? Bisa-bisa dibilang freak, atau yang lebih parah malah dikira pencuri ‘Gaman’ di musium :uhuk .


Aku setuju dengan tulisan Mbak Evi yang mengatakan bahwa senjata busur dan panah Srikandi melambangkan kegagahan dalam gemulai kefeminiman. Saat melepaskan anak panah, Srikandi terlihat gagah tapi tetap ayu gemulai. Sosok perempuan kuat yang patut diacungi jempol. Sejago-jagonya kita memanah, bukankah yang kita gunakan adalah ilmu perkiraan? Kita ngga tahu pasti apakah anak panah yang kita lepaskan tepat mengenai sasaran atau ngga. Yang jelas, saat anak panah kita menancap, disitulah takdir kita. Kita memanah sama saja kita memutuskan satu langkah besar.


Takdir besar? Tentu saja. Setiap apa yang kita panah, kita harus bertanggung jawab di dalamnya. Bagaimana jika panah itu melesat ke jantung sang Arjuna? Bisa saja kan sang Arjuna meminta kita menjadi istrinya? Nah lho, kamu mau ngomong apa coba? Nah, maka dari itu kita butuh yang namanya kebijaksanaan dalam menggunakan senjata Srikandi.


Sebenarnya sih, kebijaksanaan bukan hanya digunakan pada senjata, tapi apa pun yang kita miliki selayakna digunakan dengan bijaksana. Seperti ilmu, jika kita pergunakan dengan baik dan bijak, maka manfaat yang kita dapat dan meminimkan madhorotnya.


Sebagai seorang wanita, aku sendiri memang ngga punya senjata ampuh seperti keris atau pistol. Aku hanya punya rasa malu pada Tuhanku dan pada orang lain. Rasa maluku menjadi senjata yang paling ampuh untuk tetap di jalan-Nya. Malu pun harus digunakan secara bijak. Ada kalanya kita dituntut untuk menjadi seseorang yang ngga malu-maluin dengan menampilkan pribadi yang baik. Bukan berarti dalam keadaan terjepit dan tertekan kita harus malu. Pergunakan apa pun yang kita miliki untuk melindungi diri dari mara bahaya.


Senjata yang lain, hem sebagai perempuan aku juga belajar bela diri. Yah yang simple aja sih ngga sampai sabuk hitam :uhuk . Kalau saranku, biar pun kalian para perempuan ngga bisa bela diri mending bawa kapak :uhuk . Ngga ding, bawa benda yang simple aja misalnya obeng, gergaji, cangkul #eh :wek . Kalian bisa bawa cutter, gunting kecil atau alat pemotong kuku. Itu semua benda kecil nan tajam yang ada di dalam tasku. Kalian mau ikutan juga? Sok monggo :smile . Percaya deh, untuk jadi Srikandi ngga perlu bawa senjata busur panah. Tapi ya itu, jangan lupa jaga rasa malumu ya :hepi .


Tulisan ini diikutsertakan pada First Give Away : Jurnal Evi Indrawanto



#8MingguNgeblog 5 : Mungkin Ini Cinta



Cinta pertama, pada siapa? Di mana? Kenapa? Entahlah. Yang jelas, aku tidak percaya pada cinta pada pandangan pertama. Love at the first sight? Mana mungkin aku percaya kalau belum mengalaminya sendiri? Bagiku, cinta adalah cinta. Cinta hadir karena terbiasa dan adanya waktu. ‘Witing tresna jalaran saka kulina’ menurutku itu. Iya, seperti yang aku rasakan dulu.


Iya, aku sering datang kesana. Ketiga kakakku menuntut ilmu dan tinggal ditempat itu. Suasananya tidak asing, toh banyak yang kenal denganku. Tempatnya bukan tempat yang mewah. Tidurnya pun hanya beralaskan tikar. Kalau kita bawa kasur lantai saja, kasian teman yang lain gara-gara tidak kebagian tempat.


Aku sadar, tinggal jauh dari orang tua dan rumah bukanlah hal yang mudah. Sebulan pertama aku disana, setiap akan tidur aku selalu menangis. Kakak perempuanku, mana tahu? Aku menyembunyikan tangis dalam bantalku. Teman? Mereka sama, menangis juga. Teman dekat? Tak ada. Aku sendiri hanya sendiri. Dulu Kakak perempuanku lebih dekat dengan orang lain dari pada denganku. No problem, aku memang terbiasa sendiri.


Rumah keduaku, tempat aku menuntut ilmu. Tempatku menghabiskan waktu. Aku tak pernah sadar kapan cinta itu muncul. Aku hanya tahu, aku nyaman disana. Setidaknya ada sebagian kecil yang peduli denganku. 


Tak ada cinta yang sempurna. Tak ada cinta yang luput dari cobaan. 


Sepeninggalan Kakak-kakakku, aku benar-benar sendiri. Satu hal yang sulit hilang, keegoisanku. Aku kurang bisa berbaur dengan teman-teman yang terlalu banyak bicara dan tertawa. Aku enggan sekali bermain dan memilih untuk tidur. Ketika perlahan-lahan hampir semua orang menjauhiku, satu hal yang aku yakini, tempat itu selalu bisa menerimaku.


Semakin hari, kejenuhan menuncak. Aku lelah dengan keadaan itu. Bapak, Bu e, aku ingin pindah dari tempat itu. Setiap kali aku ingin mengutarakan keinginan itu, nyatanya Bu e, Bapak seolah tahu dan menasihatiku. Aku bertahan lagi, bukan untuk diriku tapi untuk kedua orang tuaku.


Ketika aku lulus MTsN, aku senang sekali. Bukan karena kelulusan dan nilai yang lumayan. Tapi lebih karena aku bisa pergi dari ‘Penjara Suci’ itu. Tempat yang aku sanjung, tapi juga tempat yang menyimpan banyak kenangan pahit, manis dan asam. Belum sampai pengumuman pun aku kabur, pergi dari sana. Rasanya, semua terbebas seolah aku bukan lagi tawanan.


Setelah setahun keluar dari ‘Penjara Suci’, aku mendapat banyak pengalan di luar. Aku yang terbiasa berjalan kaki harus rela naik turun angkot. Harus mau kepanasan, dan harus mau mencari mushola dikeramaian pasar agar tetap bisa solat pada waktunya. Hanya itu? Ya, just it.


Saat kenaikan kelas XI MAN, aku memutuskan untuk masuk ‘Penjara Suci’ lagi. Bukan di tempat yang sama, aku ingin tempat yang berbeda. Setelah beberapa waktu disana, aku baru menyadari. Tempat baruku sungguh berbeda dengan tempatku dulu. Rasanya, jika waktu bisa diputar, aku ingin kembali pada ‘Penjara Suci’ ku yang dulu. Mungkin ini cinta yang terlambat. Disadari ketika tak lagi bersama. Tersadar ketika keadaan mungkin jauh lebih baik dari yang dulu.


Mulai saat itu, aku belajar lagi tentang mencinta. Bukan mencintai manusia, tapi mencintai tempat dimana kita tinggal. Tempat kita bernaung, tempat kita belajar dan istirahat. Semua yang terjadi tak perlu disesali. Yah, aku mengulang untuk mencintai, tentu saja itu bukanlah hal yang mudah. Tapi aku selalu percaya, cinta hadir karena terbiasa. Cinta pertama pada ‘Penjara Suci’ sebuah pesantren kecil tempatku menuntut ilmu. Rindu, jelas masih ada. Paling tidak, saat idul fitri aku masih berkunjug kesana. Cinta itu datangnya dari hati yang tulus. Mungkin ini cinta dan masihkan aku mencintainya? Tentu saja :luph .


BeraniCerita #09 : Rena

“Hai stop! Jangan ditaruh disitu!”

“Lalu dimana?” tanyaku pada Rena

“Situ, di sebelah lampu itu. Selalu ya, kalian kalau kerja ngga ada yang pernah beres. Masa ngurusi hal sepele seperti ini aku sendiri yang harus turun tangan?”

“Itu karena kamu ngga pernah percaya dengan orang lain,”

“Jadi, aku harus percaya sama kamu Vin? Kamu kan pengacau! Lupa apa kalau kamu sering mengambil pekerjaanku?”

“Aku ngga ngambil. Bukankah kita ini team?”

“Dekorasi ini aku yang atur, kamu urusi yang lain aja! Ingat! Pameran kali ini ngga boleh kalah!”

***

"Yakin Nay kamu mau nikah sama Vino?"

"Sure, Why not? Dia baik, bukannya dia temanmu?"

"Teman? Mencuri hasil pekerjaanku itu teman? Merusak pameran dekorasiku juga teman? Dia pengacau Nay!"

"Hei, kalian waktu itu kan team, ngga ada kata mencuri karya Ren."

"Aku ngga bisa percaya penuh sama dia. Apapun yang dia kerjakan ngga beres."

"Lalu siapa yang bisa membereskan semuanya?"

"Tentu saja aku, siapa lagi?"

"Pantas saja Vino batal menikahimu, menyedihkan sekali kamu Ren."

"Apa?"

"You're not alone di dunia ini Ren. Kamu juga butuh orang lain. Yang harus kamu tahu, Vino berhasil membuat design undangan cantik untukku."

Rena melihat design undangan Nay dan Vino. Cantik, ucapnya lirih. Aku juga bisa, gumam Rena lagi.


All About Nay
Quote:
If you judge people, you have no time to love them. ~Mother Theresa

Quotenya msuk ngga sih? :uhuk

Selamat Ulang Tahun Kak


Hai, hari ini deadline Berani Cerita 9 lho :uhuk . Kenapa Ji, kok masih cengar cengir? Ngga buat? Belum ada ide :uhuk . Udah mikir keras, tapi ya gitu deh.


Dari pada seteres, mending aku bilang Happy Birthday to my Kakak. Yah, Kakakku yang ganteng sendiri, yang baiknya minta ampun sedang berulang tahun yang ke 24. Tadi pagi sih sudah SMS aku buat ngasih ucapan, dianya :smie gitu .


Lucunya, dulu kita berlima jaman masih orok, mana pernah ngucapin selamat ulang tahun. Lupa, atau malahan ngga tahu. Tapi seiring berjalannya waktu dan mungkin kedewasaan, dan karena salah seorang diantara kami berada jauh dari tempat kelahiran jadinya kami berlima sering mengingatkan tentang ulang tahun. Memang rada ngga penting, karena baiknya kita mengingatkan dalam kebaikan. Tapi ya, kalau saudara yang ngucapin, jadi sesuatu deh :uhuk .


Intinya sih, aku bersyukur banget punya Kakak sepertimu. Laki-laki yang baiknya selangit, ngga suka ngrokok, pengertian dan yah terimakasih karena sampai saat ini aku masih sering merepotkanmu Kak. Insya Allah, akan ada wanita baik-baik yang pantas untukmu, aku yakin itu.


Selamat ulang tahun juga buat Kang Sofyan. Tambah barokah usianya ya Kang. Siap-siap jadi suami siaga ya Kang :smile . Yang ulang tahun hari ini, selamat ulang tahun yaaaa :smile .


Mari senyum dan happy blogging :hepi