Jiah My Id

The Power of Anak Kampung

Powered by Blogger.

Cerita ABG : Untuk yang Sudah Besar

Sebut saja gue Reno. Gue itu baru 15 tahun, tapi gue sudah gede. Cerita ini pun hanya khusus untuk yang sudah gede. Kalau belum sunat, dilarang baca. Gue ngga tanggung dengan akibatnya. Catet tuh! Kalau lu pada ngaku sudah gede, tolong buktiin ke gue khususnya kalau lu udah gede beneran. Kalau cewek tuh udah kedatangan tamu bulanan dan kalau lu cowok kaya gue, lu pasti ngertilah apa yang gue maksud. Lu udah mimpi basah belom? Disiram air Emak lu misalnya. Basah kan? Kalau belom, please jangan lanjutin baca. Gue takut kena razia gara-gara ngasih cerita ini.


Udah gue bilang, jangan dilanjut kalau lu belum gede. Entar didamprat sama yang punya warnet. Kita buat perjanjian ya? Lu pada ngga bakalan nuntut gue kalau terjadi hal-hal yang ngga diinginkan. Tolong jangan nyepam di blog ini. Yang punya sudah terlalu baik mau muat tulisan gue. Oke? Deal ya?


Oke, karena sudah deal, gue akan cerita perihal kelakuan gue sebagai remaja atau bahasa gaulnya ABG, Anak Baru Gede. Kata Emak, gue emang baru gede.  Kata Emak lagi, anak ABG itu kudu bisa bangun subuh sendiri, solat ngga di suruh, belajar sendiri, rajin olahraga dan bantu Emak serta Babe tercinta. Itulah namanya anak ABG.


ABG itu identik dengan sesuatu yang baru, gampang penasaran dan pengen coba-coba. Hal itu juga terjadi pada gue. Temen gue sering ngajakin nonton pilem yang gambar sampulnya Tom and Jerry. Kadang di dalemnya ada gambar majikannya. Tapi menurut gue, tuh badan ngga proporsional banget.


Dari situ, gue ngerasain sesuatu yang berbeda dengan diri gue. Gue jadi pengen itu. Akhirnya gue observasi ke tempat-tempat strategis di mana gue bisa nyalurin keinginan gue itu. Pastinya gue sendiri dong, ngga mungkin ngajakin Emak.


Gue bener-bener nemuin tempat itu. Di sana dia menjulang tinggi, pokoknya asoy geboy. Gue raba-raba perlahan. Buset dah, halus bener, mana putih lagi! Gue buka baju seragam biru putih gue. Gue keluarin peralatan yang udah gue browsing di internet serta cara penggunaannya. Nih barang mahal coy, susah dapetin. Sumpe beneran ngabisin duit tabungan gue. Gue siap tempur!


Aduh, tinggi bener. Gue ngga sampe buat ngeraba bagian mulus yang atas. Gue buat lekukan tubuhnya. Sip! Tinggal ngewarnain. Gue kocok-kocok Mr. P, pilok mahal gue.


"Reno! Ngapain lu? Turun Nak!" teriak Emak gue.
"Ogah Mak! Reno dah pewe di mari."
"Lu gambar apaan sih? Wajah Emak jangan di gambar di dinding balai desa. Nanti dimarahin warga!"


Akhirnya gue turun juga padahal grafiti gue sama sekali belom jadi. Gue mau buat bentuk tubuh yang proporsional kaya tubuh Emak gue yang ngga ada lekukannya sama sekali. Seimbang kan ya? Sebagai anak ABG yang baik, kata Emak gue kudu manut. Ini demi kebaikan gue katanya.


Ini cerita ABG gue. Makanya, jika lu belum gede, kalau mau gambar grafiti di dinding yang tinggi lu kudu ada bimbingan dari orang tua. Ya udah gitu aja. Udah malem mau ngerjain pe er terus bobok.


"Artikel ini turut mendukung gerakan PKK Warung Blogger"

Sepatu Kaca Cinderella


Waktu menunjukkan pukul delapan malam. Cinderella gugup setengah mati memandangi sepatu kacanya yang tinggal sebelah. Tidak mungkin dia menghadiri pesta pernikahan Sahabatnya Sleeping Beauty hanya dengan satu sepatu.


Ibu Perinya sedang ijin sakit, jadi Cinderella akan menghadiri pesta tanpa sihir apapun. Tapi dia ragu, mana mungkin bisa? Yang datang ke sana Puteri dan Pangeran kerajaan terpandang di bumi. Sedang dia? Dia hanya Cinderella, pencinta hujan yang bermimpi menjadi Putri Cahaya Langit.


Cinderella kembali menatap sepatu kacanya. Dia membodohkan diri sendiri yang begitu ceroboh terhadap satu-satunya benda berharga yang dimiliki. Sebulan yang lalu, Cinderella menghandiri pesta kerajaan Zain. Atas bantuan Ibu Peri, Cinderella berubah menjadi Putri Cahaya yang cantik jelita. Raja Zain mengajaknya berdansa. Cinderella begitu senang karena menganggap Raja Zain seperti ayahnya sendiri.


Biasanya, saat ke pesta Cinderella menggunakan sandal jepit yang disihir menjadi sepatu kaca. Malam itu sandal jepit terakhirnya kotor sehingga dia menggunakan sepatu kacanya. Harusnya, Cinderella memakai sepatu itu saat hatinya telah mantap untuk menemukan pangeran impiannya. Naas, ketika jam dua belas malam Cinderella refleks berlari dan meninggalkan sepatu kacanya. Sayang, sampai sebulan ketika undangan pernikahan Sleeping Beauty datang padanya, Sang Pangerang yang dinanti tak kunjung mengembalikan sepatu kacanya. Lalu Cinderella harus bagaimana?


Cinderella menatap dirinya di cermin. Wajahnya tak begitu buruk, dia cantik. Dia masih punya satu gaun sederhana yang masih layak dipakai. Dia juga masih punya sepatu datar yang dibeli dari pasar loak. Cinderella akan datang ke pesta Sleeping Beauty dengan kesederhanaannya.


***


Perasaan gugup masih merajai hati Cinderella saat memasuki kerajaan Sleeping Beauty. Sleeping Beauty begitu cantik dengan sesosok pangeran tampan di sampingnya. Semua putri kerajaan telah hadir termasuk Snow White, Raja Zain dan keluarganya juga di sana. Ya Tuhan! Cinderella ingin berlari karena terlalu malu dengan pakaiannya yang begitu sederhana. Cinderella membalikkan badan mengambil langkah seribu. Sial, langkahnya terhalang seseorang.

“Hai, mau ke mana?” tanya laki-laki itu.

“Aku…,” Cinderella tertunduk, tak tahu harus menjawab apa.

“Pesta baru saja dimulai, kenapa buru-buru? Maukah kau berdansa denganku?”


Cinderella belum sempat menjawab, tapi laki-laki itu segera menariknya ke lantai dansa. Semua orang memandang mereka. Cinderella tentunduk, perasaan senang bercampur malu menjalar di sekujur tubuhnya. Usai berdansa, semua orang bertepuk tangan. Wajah Cinderella semakin memerah. Mereka pun menepi, menjauh dari kerumunan.

“Terimakasih karena sudah menemaniku berdansa.”

“Sama-sama. Bolehkah aku pulang?”

“Pulang?”

“Aku harus belajar. Banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan.”

“Tidak bisa! Kau tidak boleh pulang. Kau harus mendapat peradilan karena mengambil sesuatu tanpa ijin!”

“Aku? Aku tidak mengambil apa-apa.”

“Ikut denganku.”

Cinderella ingin memprotes, tapi terlambat. Laki-laki itu menariknya ke hadapan Raja Zain.

“Ayah, aku yakin gadis ini yang mengambil sesuatu yang berharga dariku.”

“Kamu yakin?” tanya Raja Zain pada putranya. Cinderella menggelengkan kepala. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang mereka maksud.

“Tentu saja. Ibu melihat aku ada di mata gadis ini. Aku juga melihat gadis ini dalam mimpiku. Dia sedang bermain dengan hujan dan pelangi di kerajaan langit. Pakaian yang sederhana, kepribadian yang sederhana, semua sesuai yang ada di mimpiku.”

Laki-laki itu menyunggingkan senyum pada Cinderella. Cinderella menatapnya tak mengerti.

“Tolong hentikan! Aku tidak mengerti apapun yang Raja dan Pengeran bicarakan. Apa yang telah kuambil?” tanya Cinderella.

“Hati kakakku.” bisik Snow White di telinga Cinderella.

Cinderella menutup mulutnya, menatap laki-laki yang mengajaknya berdansa.

“Selesaikan urusan kalian.” kata Raja Zain sambil menepuk pundak putranya.

Mereka pergi, meninggalkan Cinderella dan pangeran itu berdua.

“Jadi bagaimana?” kata pangeran malu-malu.

“Bagaimana apanya?”

“Maukah kau menjadi teman hidupku? Tempat dimana aku bisa menyandarkan bahuku?”

“Aku…, bagaimana dengan sepatu kacaku?”

“Aku meminta jawabanmu, kenapa bertanya tentang sepatu kaca?”

“Sepatu kaca itu yang akan mempertemukanku dengan pangeran. Apa kau menyimpannya?”

“Tentu saja tidak. Aku tidak memakai sepatu kaca.”

“Kalau begitu, aku…,”

“Jangan bilang kau menggantungkan jodohmu pada sepatu kaca jelek itu!”

“Kau!”

“Ketika kau bertemu seseorang dan merasakan kemantapan dalam hatimu, maka ikutilah kata hatimu. Jangan menggantungkan pada sesuatu yang tidak jelas kebenarannya.”

“Bagaimana jika pangeran itu mengembalikan sepatu kacaku?”

“Tidak akan!”

“Bohong!”

“Sandal jepit Hello Kitty, Shaun The Sheep, Angry Bird, Tom and Jerry, Mickey Mouse, dan masih banyak yang lain semua tertata rapi di rak.”

Cinderella tergagap, semua itu sandal jepit yang ditinggalkannya saat pesta.

“Kau menyimpannya?”

“Tentu saja.”

Tawa mereka pun meledak bersama.


Notes :
Deskontruksi Cinderella ngga ngetwis ya kan? :uhuk . Terserahlah, yang penting aku bahagia sangat atas pernikahan Mbak Maya, Putri Cahaya. Selamat menempuh hidup baru ya Mbak. Meskipun aku ngga hadir dipernikahanmu, tapi aku selalu berdoa semoga pernikahanmu sakinah, mawaddah wa rahmah. Tulisan dan cerita geje ini kado dariku. Hanya ini yang bisa aku berikan. Terimakasih karena selalu baik sejak pertama kita kenal di dunia maya akhir tahun 2011.


Setelah Mbak Maya menikah, semoga aku segera menyusul dan kita akan tetap menjadi teman yang baik. Semoga suatu saat nanti kita bisa bertemu ya? Jepara – Makassar? Hem… Apapun bisa terjadi :smile .
Happy to Marry Mbak Maya - Mas Helmi

Masuk Neraka Siapa Takut : Miss Pelit Sok Elit


Mendapat nilai bagus, tinggi di kelas adalah dambaan setiap siswa/siswi. Kadang, orang tua sendiri, lebih bangga jika nilai matematika anaknya 10 ketimbang nilai agamanya yang 10. Tidak dapat dipungkiri, seringkali orang tua mati-matian mengikutkan anaknya les agar nilai akademiknya tinggi. Padahal, tidak semua anak pintar di bidang akademik. Banyak juga lho yang pintar di bidang lain. Ya, karena kecerdasan otak kiri dan kanan mereka memang berbeda.


Aku sendiri, saat sekolah memang lebih ditekan pada nilai akademik. Tapi jangan salah, dalam ilmu agama, orang tuaku juga memberikan porsi lebih. Sekolah diniah, ngaji atau something yang berbau agama.


Hadeh, intronya kok ke mana-mana sih :uhuk . Baiklah, kita mulai :smile .


Aku selalu terbiasa belajar sendiri. Mbak dan Kakak jarang sekali nemenin belajar begitu juga Bapak dan Bu e. Dulu pernah sih sama Mas diajarin belajar. Kadang juga sama temen SD ngadain belajar kelompok. Serius nih belajar kelompok? Aku sih serius, tapi teman yang lain, audeh. Kalau ada PR, maunya ya ngerjain bareng, saling mengingatkan kalau salah. Tapi ujungnya, nyontek teman yang sudah ngerjain. Sebel banget tau :jiah .


Masuk MTsN, aku juga masih sering belajar sendiri. Meskipun teman seangkatan di pondok banyak, tapi ngga ada yang satu kelas ditambah lagi gurunya berbeda. Kadang kelasku ada tambahan materi soalnya memang masuk kelas spesial. Persaingan di kelas juga sangat ketat. Kalau ulangan atau tes, jarang banget ada yang nyontek. Malu tau :shy . Kelas unggulan kok nyontek :etc .


Sampai ujian nasional, bagi kami sekelas pantang buat nyontek. Tapi, kadang gurunya pesen, itu teman kamu bantuin, kasian *Errr :jiah .


Masuk MAN, ngga terlalu banyak perubahan. Aku tetap belajar sendiri, masih anti dengan yang namanya nyontek. Sering kali saat ada PR, pagi-pagi pada ribut sendiri, nyontek dong! Katanya. Aku paling sebel setengah mati kalau dimintain contekan. Hello? Semalaman kalian ngapain? Kenapa ngga belajar? Kenapa musti nyontek? Rasanya itu ya, kamu kerja keras, tapi orang lain yang nerima hasil kerja kerasmu. Hadeh cape deh!


Setiap kali tes, aku juga melakukan hal yang sama. Aku ngga akan ngasih contekan selama aku ngga nyontek. Sampai-sampai, mereka mencapku sebagai Miss Pelit Sok Elit. Gayanya selangit kalau soal pelajaran. Masa bodoh deh ya :uhuk .


Seiring berjalannya waktu, ternyata idealis yang dijunjung tinggi itu pun mengikis seiring bertambah majunya jaman dan isu global warming. Pelajaran seolah menjadi lebih sulit, dan pastinya, standar nilai yang ditetapkan bertambah tinggi.


Masuk progam IPA, tak melulu menguasai pelajaran di dalamnya. Terbukti, aku dan teman-teman lain justru banyak remidi di pelajaran eksakta. Aneh? Tidak sama sekali. Remidi di pelajaran eksakta seolah menjadi sesuatu yang lumrah. Memalukan!


Dari sanalah, idealisme tentang anti mencontek mulai terkikis. Tiap malam saat mengerjakan PR, bingung dengan rumus apa yang harus dipakai. Terpaksa dan nekat, pagi-pagi akhirnya mencontek juga dengan teman yang sudah mengerjakan PR. Rasanya malu, tapi kita harus mengerjakan PR demi nilai yang diagung-agungkan itu.


Setiap kali tes atau ulangan, kadang aku meminta bantuan teman. Ini rumusnya yang mana? Ini golongan apa? Cos tangennya berapa? Seperti hukum alam, ada yang namanya timbal balik. Kalau aku minta bantuan teman, sebisa mungkin aku juga bantu mereka. Ada pelajaran yang selalu kita amalkan berupa simbiosis mutualisme dimana kita bisa saling menguntungkan.


Sampai kelas XII dan ujian pun, kami masih mengamalkan simbiosis mutualisme itu. Saat ujian apa lagi. Bahkan guru yang jadi panutan pun melegalkan untuk saling membantu atas nama baik sekolah. Demi kelulusan 100% yang dibanggakan itu.


Hasil dari kelakuanku apa coba? Sampai lulus pun mereka masih mencapku Miss Pelit Sok Elit. Jengkelin banget kan ya? Sudah di bantu, tetep aja tuh cap ngga ilang. Dalam beberapa hal, sebenarnya aku serius dalam belajar dan mengerjakan soal. Aku yakin, tanpa mencontek pun, aku bisa menyelesaikan soal tersebut dengan nilai yang lumayan.


Yang paling menyakitkan adalah ketika kenyakinan itu terbantahkan dengan nilai yang standar sementara yang mencontek malah mendapat nilai lebih. Mereka tertawa di atas podium, bangga dengan semua prestasi yang terlihat.


Mencontek memang seolah menjadi sesuatu yang lumrah, legal dan selama ngga ketahuan ngga akan ada masalah. Apakah ini tergolong dosa?


“Dan tolong menolonglah dalam kebaikan dan jangan tolong-menolong dalam keburukan dan dosa.”


Aku tahu, ini adalah dosa. Tapi bagaimana kalau gurunya sendiri yang mengajarkan tentang dosa itu? Siapa yang dipersalahkan? Dalil guru yang di gunakan sendiri adalah demi nama baik sekolah. Jadi ini salah siapa?


Masih ingat kah dimana ada seorang anak SD yang tidak mau mencontek lalu dibully guru dan juga teman-temannya di sekolah? Anak yang jujur saja dari kecil mental kejujurannya sudah dimatikan, bagaimana kalau mereka besar?


Belajar dari semua hal yang telah terjadi, selayaknya kita terutama aku akan berusaha mendidik anak-anakku nanti dengan kejujuran. Semua belajar dari rumah. Jika rumah sudah mengajrkan kebaikan, aku yakin saat di tempat lain pun kebaikan itu akan tetap menular.


Sebagai guru sendiri, sebaikanya kita berkaca, sudah pantaskah kita menjadi teladan? Kita adalah pencetak generasi muda, pembimbing yang banyak ditiru. Pantaskah jika kita mengajarkan mereka tentang kebohongan demi kebaikan?


Saatnya kita memperbaiki diri. Yang terjadi di masa lalu, biar menjadi catatan buruk untuk diperbaiki. Mari kita mengajarkan tentang kebaikan, tentang kejujuran, tentang segala yang patut diteladani dari Rosulullah. Mari kita mengajarkan anak-anak kita percaya diri, meyakinkan diri mereka bahwa mereka itu hebat.


Beri pengertian mereka tentang mencontek, tolong menolong dalam keburukan itu tidak baik. Ajarkan mereka tentang memilah mana yang boleh di contek mana yang tidak. Mencontek dalam kebaikan justru sangat di sarankan.


Tung Desem sendiri yang seorang pengusaha dan pembicara keturunan China mengajarkan tentang mencontek. Bukan tentang keburukan tapi tentang kebaikan. Darinya aku belajar tentang ATM. Amati, tiru dan modifikasi.


Kita juga bisa mencontek dari cara Rosulullah dalam mendidik anak-anaknya. Beliaulah suri tauladan yang sudah dijamin masuk surga.


Inilah aku yang kata temanku Miss Pelit Sok Elit yang ngga mau mencontek dan akhirnya terjerat juga untuk melakukan pencontekkan. Bukan suatu kebanggaan memang. Tapi dari sana aku belajar banyak hal. Harusnya aku lebih percaya diri dengan kemampuan yang kupunya. Harusnya aku lebih rajin belajar dan mengasah apa yang bisa aku lakukan. Harusnya aku percaya, setiap ujian yang Allah berikan itu sesuai kemampuan kita.


Mencontek ngga selamanya berujung negative. Tinggal kitanya sendiri, maunya mencontek dalam hal apa. Dalam keburukan atau kebaikan.




“Artikel ini diikutkan sebagai peserta Fiesta Tali Kasih Blogger 2013 BlogS Of Hariyanto – Masuk Neraka Siapa Takut!!!??? ”