Jiah My Id

The Power of Anak Kampung

Powered by Blogger.
Showing posts with label All About Nay. Show all posts
Showing posts with label All About Nay. Show all posts

#FFRabu: Kapan Nikah?

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

***
Sumber

Kondangan pernikahan lagi? Siapa takut! Jangan panggil Vino kalau tak punya seribu satu cara untuk menjawab pertanyaan, kapan nikah.

“Hei, Vin! Mana gandengannya?” tanya Reza, si  tukang pamer pasangan.

 “Ada! Kenapa emangnya?” 

Keyakinan itu perlu. Kan setiap makhluk diciptakan berpasangan.

“Kapan nikah?”

“Segera!”

Dia tertawa.

“Kamu nggak percaya?” Aku melirik sekitar, “Kenalin, dia calon istriku!”

Perempuan yang baru lewat di sampingku bingung. Aku mengedip-ngedip.

“Betul, Nay?” tanya si Reza.

Perempuan itu mengangguk canggung.

“Selamat ya Be! Akhirnya Babe Harun punya mantu juga. Saya permisi dulu, Be!”

Reza kabur, sementara aku merinding waktu nengok ke belakang.

“Jadi, kapan kamu ngelamar Nay?”

***

#FFRabu @MondayFF #Pernikahan #JanganTanyaKapanSayaNikah

badge

Prompt #90 - Tak Kan Pernah Ada

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

***



Orang bilang, pertengkaran menjelang pernikahan itu lumrah. Perdebatan, pertentangan bahkan keputusan membatalkan pernikahan sudah banyak terjadi. Sama halnya denganku saat ini.

"Sudah ada kabar tentang keberadaan Nay?"

Aku menggeleng sementara lawan bicaraku terlihat sedih.

"Aku pulang dulu. Semoga kita segera mendapat kabar baik."

Aku mengangguk lalu menyesap jus merahku. Aku bisa merasakan Nay dalam diriku. Nay yang selalu ada di pikiranku. Nay yang mengalir dan larut dalam darahku.

Kami bertengkar. Dia memutuskan membatalkan pernikahan kami. Dia marah. Dia mengatakan aku gila. Katanya aku butuh dokter. Padahal yang kubutuhkan hanya dia. Ya dia, hanya dirinya.

Memikirkannya membuatku haus rindu. Kusesap lagi jus merahku. Kuharap saat ini Nay tahu isi hatiku. Kusesap lagi dan sesuatu menyangkut di lidahku. Ah cincin Nay. Pantas saja aku merasakan belaian tangannya di wajahku. Rasa jari Nay memang tak ada duanya.

***

Notes:
Saya nggak tau mau nulis apa. Pengen minum es teh tapi nggak ada. Akhirnya buat es gula hihih #Segerrrr :uhuk

Prompt #90 - Tak Kan Pernah Ada | Monday FlashFiction

#FFRabu: Ingat Kamu

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

***

Sambil mengumpat aku membuka pintu kamarku. Ingin rasanya membabat makhluk yang sudah berani mengganggu acara tidur siangku.

"Sia..., eh Nay. Tumben kemari. Ade angin ape?"

Amarahku merosot seketika melihat wajah cantik Nay, anak Ibu Kontrakan.

"Nay inget Abang mulu," katanya malu-malu.

Aku meringis. Ini mah pucuk dicinta ulam pun tiba. Jarang-jarang Nay bisa lugu begini. Biasanya galak setengah mati.

"Abang jadi malu, Nay. Segitu kangennya ya?"

"Nay sebenernye mau bobok siang, eh keinget Abang. Langsung aja Nay ke sini."

"Terharu Abang jadinya. Diinget mulu sama Nay,"

"Iya Nay inget Abang belum bayar kontrakan 3 bulan. Buruan gih bayarnya!"

***

#FFRabu @MondayFF

Dear Mbak Nay

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

Hai Mbak Nay. Bagaimana harimu? Deg-degan kah? Aku rasa iya. Aku sengaja tidak memberi gangguan karena aku ingin kau menikmati masa singlemu bersama keluarga.

Masih ingatkah saat pertama kita bertemu di dunia maya?

Dulu saat pertama kali aku memutuskan menulis di blog, kau adalah orang pertama yang memfollow Sisi Lain. Padahal kita tidak saling kenal. Tapi gara-gara nama Naya Belo/Naya El Betawi, jujur membuatku penasaran.

Di blogmu kau selalu menulis dengan bahasa Betawi karena kamu memang dari sana. Ada saja cerita yang membuat pembacamu tersenyum apalagi kalau menyangkut Vino G Bastian.

Sayang, entah karena hal apa kau menutup blogmu. Aku sempat kehilanganmu. Beruntung karena Mbak Tya, aku bisa mendapat nomormu dan akhirnya kita bisa saling berkabar.

Dan karenamu, di Sisi Lain aku membuat label All About Nay. Cerita fiksi tak seberapa tentang seorang Nay. Sayang sekarang aku belum membuatnya lagi.

Kini waktu berlalu, kita sudah berbeda. Aku harap walaupun kita sampai hari ini belum bertemu, semoga kita masih tetap berteman baik. Dan ya, semoga Allah meridhoi kita bertemu.

Dan hari ini, apa masih deg-degan juga? Bagaimana akad nikahnya? Kau bahagia kan?

Selamat menempuh hidup baru. Semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah. Dikaruniai anak-anak yang soleh-solehah.

Maaf karena tidak bisa menghadiri pernikahanmu. Dan ya hanya ini yang bisa kuberikan. Semoga kau selalu bahagia, begitu juga kita semua.

:hepi :hai

Kamu, Kamu, Kamu

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

***

Aku melihat Vino masuk ke perpus, tumben! Dia mengedarkan pandangan ke kanan dan ke kiri seolah mencari seseorang. Sesaat mata kami bertemu kemudian dia tersenyum dan melangkah ke arahku. Perpus sore hari memang sepi, jadi Vino melenggang santai dengan siul menggodanya.


"Nay! Sabtu sore gini masih di sini aja. Keluar yuk?"


Kututup bukuku dan memandangnya.


"Males ah Vin. Mengingat yang dulu-dulu, nasib sial selalu datang kalau aku sama kamu."

"Kali ini nggak lagi deh. Serius!"

"Aku...,"

"Vino!!!" teriak seseorang dari arah pintu. Risa, pacar Vino.

"Waduh! Mak Lampir datang." bisik Vino.


Risa berjalan dengan berkacak pinggang. Cerita lama, mereka pasti bertengkar. Aku menatap bukuku dan tenggelam di dalamnya.


"Kamu kok mutusin aku lewat SMS gini sih? Kamu pikir aku cewek apaan?"

"Kamu cewek beneranlah! Masa cewek jadi-jadian?"

"Apa salah aku?"

"Aku ngerasa nggak nyaman sama kamu, Ris. Daripada kamu sakit hati dan mumpung hubungan kita masih sebulan, kita putus aja."

"Terus kata cinta yang kamu ucapin dulu, apa artinya?"

"Hati orang nggak bisa dipaksain kan, Ris? Perasaan ini bukan itu kamu. Aku nggak pernah tahu kalau aku bisa merasakan perasaan lain. Aku benar-benar peduli, dan melakukan semua hal untuk kamu, kamu, kamu."


Aku menatap Vino seketika saat mendengar kata-kata terakhirnya. Dia tersenyum padaku sementara Risa cemberut di sampingnya.


"Kamu jahat!" teriak Risa kemudian pergi berlalu.

"Aku rela ngelakuin apa aja demi kamu, Nay. Dan aku juga tak akan meminta balasan apapun."


Kami tersenyum saling bertatapan dan kini aku tahu apa yang aku mau.


"Vino aku...,"

"Kamu mau apa?"

"Rambutan!" teriakku melembar satu biji rambutan plastik.

"Aaaaa!!!"

Vino pun lari tunggang langgang karena fobianya.

Valentine Nay

Bismillaahirrahmaanirrahiim....


***


Aku menahan napas. Ini gila! Dua lelaki saling berjabat tangan, lama dan mata mereka saling memandang. Errrr!!! Mesranya. Kuhitung angka satu sampai sepuluh di dalam hati. Oke! Mereka mesra karena sampai detik kesepuluh tangan mereka masih terjalin erat.


Aku mundur mencari minuman di pesta valentine yang maha tidak penting ini. Sudah kuduga sebelumnya, mungkin akan seperti ini. Gadis jomblo sepertiku datang dengan kakak laki-laki yang menurut gosip yang beredar adalah seorang homo tidak akan menguntungkan sama sekali. Alih-alih ingin dapat pacar, justru kemesraan Reza kakakku dan Vino calon gebetanku yang kudapat. 


Baiklah, mereka dulu satu kelas saat SMA. Vino pernah datang ke rumah sekali seingatku. Aku masih SMP jadi ya tidak terlalu paham dengan hubungan mereka. Aku berbalik arah setelah mendapat minumanku. Hei! Ke mana mereka?


"Nay!" Tya sahabatku menepuk bahuku.

"Hai. Lihat Mas Reza tidak?"

"Tadi sih ke halaman belakang sama Vino. Kau tahu, sepupuku itu yang bantu dekorasi pesta ini. Dia senang sekali kamu mau datang di tengah hiruk pikuk valentine yang menurutmu maha tidak penting ini."

"Kurasa bukan aku yang dia harapkan." kataku berjalan ke halaman belakang. Tya mengekor di belakangku.

"Maksudmu apa?"

"Lihat! Mesra banget mereka!" aku menunjuk ke arah Mas Reza dan Vino yang saling berpelukan. Vino terlihat bahagia, senyumnya lebar.

"Ah! Mesranya!" Tya bertepuk tangan.

Aku menyipitkan mata pada Tya sementara dia tersenyum geli dengan deretan gigi putihnya. Mas Reza dan Vino berjalan ke arahku. Kuputar bola mataku melihat Vino merangkul Mas Reza.

"Nay! Ngapain di sini? Ayo masuk." ajak Vino.

"Mas, pulang yuk! Nay pusing."

Bagaimanapun, aku tidak sanggup menahan rasa patah hati ini.

"Oh tidak bisa Nay! Mas Reza dan aku mau kencan." kata Tya menggamit lengan Mas Reza. Aku melotot padanya sementara Mas Reza menggaruk kepalanya dan Vino cekikikan di sampingnya.

"Apa-apaan kalian!" protesku.

"Sini, kenalan sama calon kakak ipar." kata Tya menjabat tanganku.

Kuputar mataku lagi. Gila! Aku meninggalkan mereka.

"Nay, tunggu!" Vino menggapai lengan kananku. Aku berbalik menatapnya tak mengerti.

"Ini bukan rencana untuk menutupi kehomoan kalian kan?"

Vino menahan tawanya.

"Apa yang lucu?" tanyaku.

"Kau!"

"Aku?"

"Kau pikir aku homo?"

"Bisa jadi."

"Kalau begitu aku taubat dari masa homo."

"Hey!"

"Masa penantian sudah berakhir. Tidak sia-sia lima tahun nunggu restu Reza buat macarin adiknya yang manis." Vino mengedipkan matanya dengan genit.

Aku kaget kemudian menahan senyum dari bibirku. Kulirik Mas Reza di seberang, dia tersenyum ke arahku.


***

Notes :
Kyaaaa~ Valentine maha tidak penting. Selamat ulang tahun buat Mbak Naya Belo dan Mbak Siti [Teman sekolah]. Tambah barokah usianya, sukses selalu :smile . Selamat ulang tahun buat yang ulang tahun. Aku kemarin juga sudah nambah umurnya :uhuk .

Merdeka

"Vin, gue mau ngomong sesuatu."

"Ngomong aja Nay, gue dengerin kok." jawabku sambil benerin posisi tenggeran di atas pohon jambu.

"Kita putus!"

"Apa?"

"Gue pikir lebih baik kita putus aja dari pada lu gue kalahin mulu saat adu nguber layangan. Gue malu Vin, malu!"

"Gue pikir, lu cinta mati sama gue Nay. Ternyata gue salah. Gue kecewa Nay sama lu."


Tanpa pikir panjang,  aku langsung meloncat ke bawah meninggalkan Nay yang masih terpaku di atas pohon jambu.


"Vin! Maafin gue!" ucap Nay


Gue berjalan tanpa peduli panggilan Nay. Ditanggal 17 Agustus ini akhirnya gue bebas, hore!!!

Kopi

Vino menyodokan cangkir kopi kepadaku. Moodku benar-benar tidak bagus hari ini.

“Harus berapa kali kukatakan? Aku tidak suka kopi! Kau merusak moodku Vin.”

“Cobalah! Sekali saja. Hujan di luar, aku pikir ini bisa sedikit menghangatkan.”

“Kenapa suka kopi? Pahit tau!”

“Kopi ini tidak terlalu pahit daripada kehidupan yang kita jalani. Dari kopi pahit inilah kita bisa belajar banyak hal. Karena pahit jadi kita bisa merasakan hal manis.”

Udara semakin dingin. Kucoba kopi Vino satu teguk. Pahit! Sementara Vino menandaskan kopi sampai ampasnya.

“Kamu minum ampasnya juga?”

“Enak kok!”

Aku menggeleng tidak percaya.

“Selama minumnya liatin kamu, berasa manis aja Nay.”

Credit

Prompt #27: Malam Pertama

Tubuhku menegang melihat Nay duduk manis di depan cermin. Rasanya panas tubuh ini, keringat dingin mengalir. Aku sempat menelan ludah beberapa kali saat memandangi tubuh Nay yang terbungkus lingerie seksi. Rasanya seperti mimpi melihat Nay di sini, di kamar ini.

"Vin, sini! Kenapa di situ aja?" kata Nay mengagetkanku.

"Iya, sebentar Nay. Aku kunci dulu pintunya."

Dia tersenyum kemudian aku berlalu menuju pintu. Aku harus memastikan semua pintu terkunci.

Dengan malu-malu aku mendatangi Nay yang sudah duduk di ranjang pengantin. Mama yang menghiasnya untukku dan Nay. Ranjang dengan taburan bunga mawar. Nay terlihat begitu cantik sama seperti dua belas tahun yang lalu.

"Malam ini kamu cantik, Nay!" pujiku.

"Berarti, kemarin-kemarin aku ngga cantik dong?"

"Ngga gitu. Maksudnya kamu lebih cantik malam ini." jawabku malu-malu.

"Vin, lebih deket dong!"

"Kenapa Nay? Apa ini kurang deket?"

"Aku pakai parfum baru lho. Coba deh cium di sini!" kata Nay menunjukkan leher mulusnya.

Lagi-lagi aku menelan ludah. Nay benar-benar berpengalaman tentang hal ini.

"Wangi!" kataku setelah mencium lehernya.

"Kalau eyelinerku sudah rata belum?" tanya Nay sambil mendekatkan tubuhnya ke arahku.

Jantungku seperti berhenti berdetak. Ya Tuhan! Wajah Nay begitu dekat. Matanya yang belo, bibirnya yang merah merona ingin sekali kukecup lembut.

"Vin?"

"Ya!"

"Gimana?" katanya mengedipkan mata.

"Sekarang?"

Nay mengangguk. Aku merebahkan tubuh Nay di ranjang. Perlahan, kudekatkan wajahku ke wajahnya. Kurapal doa kemudian mencium keningnya perlahan. Sesenti lagi aku turun ke bibir merahnya, dan...

"Mama! Mama belum bobok kan? Reza ngga bisa bobok!" terdengar suara Reza, batita anak semata wayang Nay di depan pintu.

"Belum sayang." jawab Nay tersenyum geli saat memandangku.

Aku bangkit menuju pintu. Kubuka perlahan dan Reza segera berlari ke arah Nay.

"Reza ngga bisa bobok di kamar baru. Papa Vino, Reza boleh bobok di sini kan?" katanya merajuk.

"Boleh dong! Sini!" jawabku.

Kubuka slimut ranjang pengantinku. Reza dengan gesit masuk ke dalamnya, memeluk Nay erat. Bukankah menjadi hal yang istimewa saat menikah langsung dapat bonus?. Buy one get one free.

Kurapal doa, kupejamkan mata. Begitu saja.

MFF

***

Notes :
Susah nulis ginian.... kacau banget kan ya? :uhuk

Andra Bukan Andra

Aku baru saja mendudukkan pantatku di bangku saat suara berisik para gadis mengganggu telingaku. Saat ini jam istirahat. Memang menjadi rutinitas yang wajar mendengar jeritan gila mereka.

“Andra!!! I LOVE YOU!!!” kata para gadis yang saling menyahut.

Aku tahu betul, Andra cowok paling popular di sekolah selalu menjadi yang nomor satu. Anak kelas XI itu, wajahnya memang tampan. Tinggi dan otaknya juga tidak terlalu buruk. Apa peduliku dengan dia? Aku di sini untuk belajar, bukan untuk mengejar lelaki. Persetan dengan Andra.

“Nay! Ayo ke lapangan bola!” ajak Tya teman sebangkuku.

“Males, ah!”

“Kak Andra lagi main bola. Kabarnya anak kelas XI tanding sama anak kelas XII.”

“Terus? Gue harus bilang, oh my God!

“Nay! Kamu tolol atau apa sih? Ngasih dukungan dikit kenapa? Bagaimanapun, kamu kan tetangganya.”

Aku nyengir. Yap! Andra memang tetanggaku. Terus, masalah buat kalian semua?

“Aku lebih suka Bale dari pada Andra.”

“Terserah! Bale item aja dilike. Payah!”

Memang, kalau Bale hitam kenapa? Dia ganteng, main sepak bolanya juga bagus. Lagian, sekarang Bale jadi pemain top dunia. Andra! Tidak ada apa-apanya deh.

***

Hari ini aku berangkat lebih pagi. Ada piket pagi ini membuatku harus ekstra untuk menyelesaikan semuanya sebelum anak-anak masuk kelas. Biasanya aku berangkat normal. Suasana sekolah yang sepi, sepertinya memang sangat aman dan menyenangkan.

Aku baru saja selesai membuang sampah ketika tanpa sengaja aku menabarak seseorang. Kubersihkan rokku sambil mengucapkan maaf sebelum aku mendongakkan kepala.

“Andra?”

“Hai Nay!”

“Maaf. Aku ngga sengaja.”

“Ngga papa, Nay.”

“Tumben pagi-pagi sudah datang.”

“Tumben? Setiap hari aku selalu datang lebih pagi, Nay.”

“Masa?”

“Ngga percaya? Besok, kamu boleh kok nebeng motor aku.”

Mataku menyipit, 

No!

Aku meninggalkan Andra yang masih melongo.

“Kenapa?” tanya Andra.

“Males aja!”

Aku terus berjalan tanpa menengok ke belakang. Andra pikir aku bisa segampang itu untuk berboncengan di atas motornya? Memperhatikan punggungnya, mencium aroma parfumnya. Memeluk tubuh kekarnya? Ih No! Ah! Aku bukan perempuan gampangan. Membiarkan Andra mendekat, itu sama artinya mempersilakan diri sendiri masuk ke dalam kandang buaya. 

***
Masih seperti hari yang kemarin-kemarin. Teriakan demi teriakan menggema memanggil nama Andra. Aku berjalan menuju perpustakaan dan menoleh ke arah lapangan. Andra tersenyum lebar saat mata kami saling bertemu. Hei! Mungkin saja bukan tersenyum ke arahku. Aku saja yang kege-er-an. Aku melirik ke samping kanan dan kiriku. Tidak ada orang. Dasar Andra!!!

***
Aku meraba laci mejaku. Tidak ada. Aku membuka tas ranselku, juga tidak ada. Kemana buku tugasku? Ya Tuhan! Banyak tugas yang kukerjakan dan kucatat di sana. Bagaimana ini? Mana hari ini ada tugas yang harus dikumpulkan lagi.

“Tya, kamu tahu ngga buku tugasku?”

“Buku tugas? Yang bagaimana? Warnanya apa Nay? Hello Kitty atau yang gambar Bale?”

“Yang biru muda itu lho. Polos. Biasanya aku buat ngerjain tugas.”

“Kemarin bukannya kamu bawa ke perpustakaan?”

“Iya, yang itu.”

“Bentar-bentar. Kayanya kemarin Andra bilang dia nemuin buku di perpustakaan.”

“Andra?”

“Iya Andra.”

Sial! Pantas saja dari kemarin dia senyam-senyum tak tentu. Ternyata ini tujuan utamanya? Mengambil bukuku kemudian tidak mengembalikannya. Rumah beda satu gang saja tidak mau mengembalikan. Jangan-jangan, ini hanya alat agar aku mau berangkat bareng saat ke sekolah. No!

Aku bangkit dari tempat dudukku kemudian melenggang pergi.

“Mau kemana, Nay?” tanya Tya.

“Mau ngasih pelajaran buat Andra!”

“Lho? Kok? Nay, tunggu…!”

Jarak dari kelasku menuju lapangan bola cukup jauh. Aku berlari menuju lapangan bola di mana Andra sedang bermain bola. Rasanya panas, mengingat kelicikan yang dia lakukan. Aku bukan perempuan gampangan! Andra harus mencatat itu dalam otak tololnya.

“Andra!” teriakku. Aku berjalan ke tengah lapangan.

Andra menoleh, permainan berhenti. Semua mata melihatku.

“Ada apa, Nay?”

“Ada apa? Sini balikin bukuku!”

“Buku? Buku apa?”

“Buku tugasku. Aku tahu, ini pasti rencana jahatmu. Cepetan balikin!”

“Rencana jahat apa coba? Buku yang kamu maksud, buku apa?”

“Sudah, jangan banyak mulut! Dasar buaya!”

Andra memandangku tak mengerti. Kuayunkan kepalan tanganku pada perutnya. Aku melenggang pergi dan semua orang menyerbu Andra. Jeritan demi jeritan menggema.

“Hei! Anak kelas X! Lu kok berani-beraninya buat malu Andra? Pake nonjok segala lagi!” kata teman sekelas sekaligus fans Andra.

“Bodo amat!” kataku berjalan menjauh.

Andra! Ini belum ada apa-apanya.

“Nay!” teriak Tya.

“Apa?”

“Aku panggil ngga nyaut-nyaut. Kamu tadi ngapain di lapangan? Kok jadi ribut kaya gitu? Heboh banget deh! Kamu tadi nendang bola ke gawang?”

“Aku habis ngasih pelajaran sama si Andra! Pake tinju maut!”

“Ha?”

“Kok ha, sih?”

“Emang, Kak Andra ngapain kamu? Dia macem-macem sama kamu? Harusnya kamu bersyukur Nay, bisa diapa-apain sama Kak Andra!”

“Gila!”

“Kok gila?”

“Katamu dia yang nemu bukuku? Dia ngga mau balikin, aku labrak aja! Pake ini!” kuperlihatkan kepalan tanganku pada Tya.

Oh my God, Nay!  Bukan Kak Andra!”

“Ha?”

“Andra anak X 5 Bukan Kak Andra!”

“Jadi, Andra bukan Andra?”

“Kamu sih! Aku tadi kan belum selesai ngomong!”

“Ah, what ever. Sudah terlanjur!”

Ya Tuhan! Bagimana ini? Nasi sudah jadi bubur. Andra sudah terlanjur malu. Aku tidak mungkin lagi mencabut kata-kata yang sudah keluar tanpa permisi saat di lapangan tadi. Tonjokkan itu, pasti sangat sakit! Gila! Mimpi apa aku ini? Kok bisa sih salah mengira? Padahal pelajaran mentaksir waktu Pramuka nilainya bagus.

Jam masuk berbunyi. Aku kembali ke kelas dan mendapati buku tugasku di atas meja. Aku memandang dan menyentuhnya tak percaya.

“Andra, anak kelas X 5 tadi yang balikin.” kata Tya.

Aku beringsut di atas meja. Bodoh! Bodoh! Bodoh!

***

Langit mendung semendung hatiku. Aku masih belum bisa memaafkan diriku dengan insiden penonjokkan Andra di lapangan bola tadi. Semua mata memandang sinis ke arahku. Sialnya, pendukung Andra terlalu banyak. Mereka bisa-bisa datang ke kelas hanya untuk marah-marah padaku. Itu saja kalau di sekolah. Bagaimana kalau mereka membuntutiku dan mendapati rumahku berdekatan dengan rumah Andra? Bisa mati mendadak aku. Aku bukan siapa-siapa di sini. Mungkin aku akan meringkuk di dalam kelas sampai siswa-siswi lain pulang. Gila! Aku ketakutan.

Langit meneteskan air matanya. Mungkin dia juga merasa sedih sama dengan yang kurasa. Ah! Itu hanya alasanku saja. Hanya sebuah pembelaan bodoh. Mencari pertolongan pada siapa lagi selain pada Tuhan?

Aku berdiri mematung di teras depan gerbang sekolah. Sendiri. Sebenarnya masih ada satu dua anak yang ke sana ke mari di saat hujan lebat seperti ini. Setidaknya, mereka bukan fans Andra. Paling tidak, aku bisa aman untuk hari ini. Entah untuk hari esok.

"Belum pulang, Nay?"

Jantungku berpacu, siapa yang memanggilku? Aku menengok, sepertinya,

"Andra?"

"Iya, ini aku. Kenapa Nay?"

"Kok kamu belum pulang?"

"Kok  balik  nanya, sih? Aku tadi ketiduran di UKS. Perutku sakit. Rasanya melilit-lilit bagaimana gitu."

"Sakit? Pasti gara-gara tonjokkanku tadi ya? Maaf ya? Sekarang apa masih sakit?"

"Iya aku maafin. Tapi, masih terasa sakit, Nay."

"Sebelah mana? Mana yang sakit?"

Aku meraba lengan kiri Andra tapi tangan kanannya menghentikanku. Mata kami bertemu. Dia memandangku sambil menggenggam tanganku lalu di letakkan di dada kirinya. Jantungnya berdetak hebat membuat nafasku sesak.

"Sebelah sini, jauh lebih sakit, Nay!"

"Di sini? Jantung? Kamu sakit jantung?"

"Bukan, Nay. Hatiku yang sakit."

"Hati? Bukannya hati di sini?" kutarik tanganku dan menunjukkan letak hati di perut kananku.

"Pokoknya sakit, Nay!"

"Bodo amat. Aku mau pulang!"

"Jangan!"

Andra meraih tanganku.

“Jangan pergi, Nay,” pintanya. Aku memandang mata coklatnya yang teduh.

“Jangan pergi dari hatiku.” sambung Andra.

“Sinting!”

Andra menarikku, memenjarakanku dalam dadanya yang hangat.

“Aku memang sinting, Nay. Semua karena kamu.”

“Lepaskan, Andra!” kataku meronta.

“Kadang pembalasan jauh lebih kejam, Nay.”

“Lakukan apa pun yang kamu mau! Biar puas sekalian!”

“Kamu yakin?” kata Andra menghadapkan wajahku ke wajahnya.

“Tentu saja. Memang kamu mau apa?”

“Aku mau ini!” 

Andra semakin mendekatkan wajahnya. Aku kaget, tak siap dengan serangannya yang tiba-tiba hanya bisa memejamkan mata. Ya Tuhan! Tolong aku! Semoga ini bukanlah hal yang buruk. Aku merapal doa, membiarkan bibirku komat-kamit.

Satu, dua, tiga detik hingga satu menit berlalu. Andra melepaskan tubuhku. Kubuka mata perlahan. Dia tersenyum memandangku.

“Apa kata Ibumu nanti kalau sampai aku menciummu tanpa permisi? Lagian, apa kata fansku kalau perempuan yang meninju perutku malah dapat ciuman? Bisa-bisa mereka ikutan meninjuku lagi!” katanya terkekeh.

Wajahku panas. Mungkin kini berubah menjadi merah gara-gara sindiran Andra itu.

“Ayo pulang, Nay!”

Aku mengangguk mengiyakan ajakan Andra. Dia menarik tanganku, menggenggamnya lembut. Merasakan getaran hangat yang menjalar dari ujung kaki hingga ubun-ubunku.

“Langit kok masih mendung aja ya? Padahal hujan sudah reda.” ucap Andra.

“Langitnya cerah kok.”

“Cerah dari mana, Nay? Mendung gini!”

“Cerah kok. Suer!”

“Kamu lihat langit yang mana sih?” tanya Andra memandang wajahku.

“Itu, di situ. Langit di matamu cerah banget!” jawabku tersipu.

****

Love at School @AlamGuntur

Anak Babe

Hujan perlahan turun, sial! Aku benci hari ini. Aku sudah menyetrika rapi bajuku. Hujan merusak hari ini. Aku berdiri di halte bus bersama orang-orang yang entah aku tak tahu apa yang mereka lakukan. 

Padatnya tubuh manusia, tak mengahalangi mataku untuk memandang seseorang yang tiba-tiba datang bak bidadari yang turun dari langit. Wajahnya manis, seolah cinta datang dengan tiba-tiba.

"Ape lu? Belum pernah liat orang cakep?" katanya pada laki-laki yang tanpa kedip melihatnya.

Kami naik bus yang sama. Dia duduk tepat di depanku. Lagi, sepertinya aku jatuh cinta.

***

"Hallo Vin, ada yang baru lho?" kata Wahyu sahabatku, mengudarakan suaranya lewat HP

"Apa?"

"Oreo rasa jeruk!"

"Kampret! Ada apaan sih?"

"Ada anak baru. Cakep bener dah!"

"Anak mana?"

"Gue ngga tau lah. Tapi tadi ada di depan rumah kontrakan lo."

"Masa?"

"Ntar gue pacarin pokoknya. Titik!"

"Kambing lo!"

Aku bergegas menuruni anak tangga. Ada seseorang di depan TV. Kenapa tadi aku tidak melihatnya? Apa mungkin anak baru yang mau ngekos di rumah Babe? Ah Babe ini. Aku sudah bilang ngga mau ada orang lain di rumah ini.

"Hei. Siapa lo?" kataku.

Dia menoleh. Astaga! Langit runtuh. Bidadari di halte bus tadi. Ya Tuhan! Aku jatuh cinta.

"Nay." katanya memperkenalkan diri.

"Anak mana lo?"

"Aku anak dari istri ketiga bapakmu!"

***
Ngasih hadiah : September Bahagia by harryirfan

RT @NafriYrrah: ANAK BARU. “Anak mana Lo?” | “Aku anak dari istri ketiga bapakmu!”

Notes :
Pos awal di sini : Tiba - Tiba Cinta tema lagu Tiba-Tiba Cinta Datang

Jodoh

Cinta Pandangan Pertama. Mempelai wanita itu… Nay. Tersenyum bahagia, malu-malu dengan wajah memerah. Dia cinta pertamaku, cinta pada pandangan pertama saat aku dan dia berlari mengejar layang-layang putus saat masih SD. Manis, sederhana, mata belo, celana butut dan aku suka.

Source + Editan
Aku memandangnya, masih tak percaya dia yang jadi mempelai wanitanya. Mata kami kini saling bertemu, aku menunduk malu. Dia menghampiriku.


"Vino!"

"Nay...."

"Aku hampir ngga percaya dengan semua ini!" katanya dengan riang.

"Aku juga Nay. Seperti mimpi saja."

"Setelah kamu menghilang sekian lama, akhirnya kita bertemu juga."

"Iya."

"Kamu percaya jodoh, kan, Vin?"

"Tentu saja Nay. Vino percaya, kita memang ditakdirkan berjodoh."

"Gue suka gaya lu Vin!" ucap Nay sambil memelukku.

"Ih bused. Malu Nay dilihat orang!"

"Ngga papa. Aku ngga peduli!"

"Kamu itu ngga sabaran banget!"

"Egp tau!"

Dengan PD Nay menggandeng tanganku, mengenalkan kesemua orang siapa diriku, Vino. Aku hanya tersenyum malu melihat antusiasme Nay.


Aku masih terngiang kata-kata Ibu. Cinta pandangan pertama memang benar adanya. Kata Ibu, itu artinya jodoh. Aku pergi berlayar jauh menyeberangi pulau. Ternyata, apa yang Ibu bilang itu benar adanya. Jodoh itu tidak akan lari ke mana. Dia akan bertemu, pasti. 


Aku melihat Nay lagi. Wajahnya memancarkan cahaya. Akhirnya aku dan dia bertemu juga di pelaminan. Nay mempelai wanitanya dan aku tamu undangannya. 

***

RT @nafriyrrah: CINTA PANDANGAN PERTAMA. Mempelai wanita itu…

NGASIH HADIAH: SEPTEMBER BAHAGIA by harryirfan

Notes :
Inspirasi dari Sini :uhuk