Jiah My Id

The Power of Anak Kampung

Powered by Blogger.

Prompt #12: Laki-laki Tua

Gambar milik Mbak Orin
Laki-laki tua itu masih saja melihat ke arahku. Entah apa yang dia pikirkan tentangku yang setiap hari wira-wiri di depan warungnya. Kata orang, namanya Warung Cinta, dan memang penuh cinta di dalamnya. Aku selalu melihat istri, anak-anak serta cucunya berkumpul di sana. Masih sama, mereka selalu memandangku dengan tatapan yang tak kumengerti.


Aku sedikit kaget saat lelaki tua itu mendekatiku. Aku hanya menurut tak tahu harus berbuat apa. Dia memberiku banyak nasi dan aku melahapnya dengan cepat. Jujur, aku lapar karena seharian mondar-mandir menggendong anakku yang masih bayi.


“Risa, makan yang banyak. Bapak kasihan lihat anakmu itu. Dia juga lapar. Ibu juga ngga akan tega lihat kamu kelaparan.” kata lelaki tua itu.


Aku mengangguk sambil melihat bayiku yang masih tertidur. Bayi dengan baju dan topi pink, dia terlihat cantik ketika matanya terpejam seperti itu. 


Aku meneruskan makanku dengan lahap. Sedetik kemudian, jari-jari lelaki itu terasa hangat menyentuh kepalaku. Perlahan, sebuah kecupan terasa di keningku.


“Argh!!!” aku menjerit kencang. 


Bukannya lari, dia laki-laki tua itu malah memelukku semakin kencang. Aku berontak, kuhantamkan apa pun yang ada di depanku untuk melawannya. Kugigit tangan kurus yang sejak dari tadi menyentuh tubuhku. Dia kesakitan dan aku berlari ke luar warungnya.


“Orang gila, orang gila, orang gila!!!”

***

Notes :
Terinspirasi dari FTV Sulam tentang orang gila tapi waras. Kita tidak pernah tahu jalan pikiran mereka. Apa sama atau tidak dengan dunia kita. Tapi yang aku yakin, mereka punya dunia imajinasi sendiri yang tentu saja tidak kita mengerti. Siapa sih yang mau terlahir seperti itu? Bukankah artinya mereka jauh lebih suci dari kita yang berakal? Ya, mereka tak pernah dosa walau pun tidak sembahyang dan puasa. Jika kita kehilangan sedikit saja memori kita, tentu saja akan pusing tujuh keliling. Lalu, sudahkah kita bersyukur karena akal sehat kita masih bisa menyimpan bermiliar-miliar memori?

MFF Prompt #12: Bapak Pemilik Warung

BeraniCerita #12 : Sepatu Butut Kakak


Kucuci bersih satu-satunya sepatu milikku. Besok aku akan lomba matematika. Jadi sepatuku yang kumal harus bersih mengkilap.

"Adek...."

Aku menoleh saat mendengar suara Kakakku. Badannya bau dan basah dengan keringat karena seharian menjual koran.

"Korannya habis?” tanyaku.

"Alhamdulillah habis. Hari ini kita bisa makan enak Dek."

"Adek cuma mau susu Kak, biar besok pikirannya tenang saat lomba matematika."

"Gampang itu. Tapi belinya setelah Kakak main bola ya?"

"Tapi, Kakak mainnya gak usah pakai sepatu ya? Adek mau pinjam sepatu Kakak buat les. Sepatu Adek basah." ucapku sambil mengamati sepatu merah Kakakku yang sudah berlubang dimana-mana.

"Oke, siap bos!"

***

Aku mengendap masuk rumah. Kakak sudah terlelap dijam delapan malam ini. Ada satu kaleng susu di samping kardus tempat tidurnya. Kak, maafkan aku.... Aku berbalik menyimpan sepatu Kakak yang kehilangan pasangannya.

***

"Jon, kata Bu Guru, pemenang ketiga dapat sepatu." kata Rudi temanku.

"Benarkah?"

"Beneran? Kamu mau jadi juara berapa?"

Aku hanya tersenyum pada Rudi. Aku pasti bisa mendapatkannya.

***

Aku beringsut menghampiri Kakak yang sudah menugguku di rumah.

"Hai jagoan! Bagaimana lombanya?"

Aku memandang wajah Kakak. Cairan bening keluar dari mataku.

"Hua, maafkan aku Kak. Aku tidak bisa juara tiga." ucapku sambil menenteng sepatu Kakak tinggal sebelah.

"Jon, Pialanya kok ditinggal? Ini mas hadiah buat Jono." kata Bu Guru yang membuntutiku sambil memberikan amplop dan kardus besar pada Kakakku.


Notes :

Terinspirasi dari film Children Of Heaven cerita tentang sepatu juga. Gak pernah absen buat nangis kalau nonton nih film.

#8MingguNgeblog 6 : Budaya

Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu keenam



Kamu masih suka bakar kemenyan? Masih suka mandiin keris pakai bunga atau air dengan minyak wangi yang entah apa itu. Apa kamu masih melakukannya? Iya, disaat tertentu misalnya satu suro. Masihkah?


Aku masih ingat itu saat Bapakku dulu beberapa kali melakukan ritual itu. Musyrik? Entahlah. Yang aku tahu, itu bukan ritual pemujaan melainkan hanya sekedar kebiasaan jaman dahulu. Kalau sekarang, sama sekali Bapak tidak pernah melakukannya.


Sebenarnya aku juga galau, antara melakukan sesaji itu dalam rangka demi kebudayaan atau malah berbau unsur syirik atau menyekutukan Tuhan. Sebagai makhluk yang beriman, jelas aku tahu syirik itu dilarang dan termasuk golongan dosa yang tidak diampuni. Tapi kalau menyangkut budaya, aku mau apa?


Masih ingat saat walisongo menyebarkan agama islam? Sedikit dan perlahan tapi pasti mereka mengalirkan unsur islam dalam kehidupan sehari-harinya. Seperti saat pertunjukkan wayang dimana penontonnya diwajibkan wudhu. Para walisongo juga tidak melarang untuk membakar kemenyan atau lainnya. Ternyata hidup pun fine-fine saja. Berbeda tapi tetap sama.


Memang dua sisi yang tidak bisa dipisahkan antara kebiasaan yang jadi budaya dan identitas bangsa atau justru dianggap bertentangan dengan ajaran islam. Dalam hal ini sepertinya aku butuh pembimbing lagi, butuh belajar lagi karena jujur aku memang kurang tahu. Ini bukan pelajaran sekolah kan ya?


Aku sendiri sih suka mengambilnya sebagai wujud kebudayaan. Kita sebagai manusia dengan berbagai suku dan Negara yang berbeda jelas punya kebudayaan yang berbeda pula. Kita tidak mungkin menghilangkan kebudayaan yang sudah mendarah daging dalam diri kita. Kita sehari-hari juga dicekoki unsure-unsur mistis entah apalah.


Kita tidak bisa toh menghilangkan budaya menggiring kepala kerbau ke tengah laut. Kita juga tidak berhak memberhentikan upacara ngaben, atau upacara lain yang jelas bertentangan dengan ajaran islam. Semua itu aset budaya yang harus tetap dilestarikan agar anak cucu kita tetap bisa menikmati dan tahu budaya bangsanya.


Aku juga ingat bawasanya saat Nabi hidup, beliau juga menghargai orang-orang non muslim. Mereka hidup saling tentram, hormat menghormati kebudayaan agama masing-masing. Untukmu agamamu untukku agamaku.


Kalian jelas berhak memberikan opini tentang apa yang terjadi dengan kebudayaan kita yang tidak sesuai dengan ajaran islam. Itu semua tergantung pribadi, presepsi, keyakinan masing-masing individu. Yang jelas, aku sendiri tidak melarang jika masih ada orang yang hobi membakar kemenyan. Hobi? Bukan, maksudku kebiasaan yang turun temurun itu.


Sebisa mungkin,  aku sendiri tetap berusaha melestarikan budaya bangsa. Jangan sampai nih budaya kita hilang begitu saja atau justru malah di klaim oleh bangsa lain. Lagi-lagi memang tidak lucu jika kita ngamuk-ngamuk gara-gara kehilangan budaya.


Dunia maju, peradaban pun semakin maju pula. Saatnya kita bergerak ke depan untuk mengejar bangsa lain yang sudah meningkat SDMnya. Tapi tetap jangan lupa dengan kebudayaan bangsa dan leluhur yang menjadi identitas negara kita.


Negara-negara lain saja bangga dengan kebudayaannya bahkan mengenalkan budayanya ke Negara lain. Lha kok kita malah mau sih dicekoki budaya-budaya asing yang entahlah. Kamu malu? Kelihatan tidak gaul dengan budayanya sendiri? 


Yuk mari kita modifikasi budaya kita tanpa meninggalkan nilai-nilai positif yang ada di dalamnya. Aku sendiri yakin, banyak yang suka dan tertarik dengan bergam budaya Indonesia yang kita miliki. Jadi, hari ini kamu mau mengembangkan budaya apa? Hey, tapi jangan mengembangkan budaya jam karet dan korupsi ya! :smile .