Jiah My Id

The Power of Anak Kampung

Powered by Blogger.

[Berani Cerita #02] : Ngerasani


Arghhh!!!

Aku benar-benar pusing. Deadline www.beranicerita.com mendekati garis finish. Tapi apa? Ide sama sekali ngga muncul. Baru bikin FF aja otak sudah soak. Bagaimana jika kata di dunia ini habis? Semua kata telah terungkap dan telah diterjemahkan menjadi bahasa yang indah. Lalu aku tak mampu lagi berkata. Bagaimana ini?

Bluk-Bluk-Bluk

Aku begidik, suara beluk sedikit mengagetkannku. Ah, burung hantu itu kadang-kadang bikin ricuh. Hey, apa yang salah dengan burung hantu?

Aku berjalan menuju jendela kamar menjauhi monitor komputerku. Ku perhatikan burung hantu itu yang samar-samar terlihat bertengger manis di dahan pohon jambu. Entah apa yang dia lakukan disana? Di Pohon jambu milik tetangga sebelah.

Sorot matanya tajam, hidungnya pesek. Eh, itu hidung apa paruh yah? Kata orang tua, kalau ada burung hantu bernyanyi di dekat rumah seseorang, itu menandakan akan ada yang meninggal. Apa itu salah burung hantu? Menurutmu? Bukankah hidup, mati semua telah digariskan oleh-Nya?

Dilihat lama-lama, tuh burung hantu sepertinya melihat ke arahku. Udah kaya Limbad aja dia. Ah, Limbad kan juga punya burung hantu. Kemarin aku baca berita, Limbad nyalon jadi Bupati Tegal. Keren banget tuh orang. Mungkin nanti ngomong sama rakyatnya pakai bahasa isyarat kali ya? Atau mungkin akan diwakilkan oleh burung hantunya? Ngga bisa bayangin deh dia yang ngga ngomong di TV eh mau berorasi.

Sebenarnya, apa sih yang Limbad lihat dari seekor burung hantu? Kenapa bukan yang lain? Sapi, kambing, ayam, sekalian buat ternak. Burung hantu itu, matanya nyeremin meskipun memang terlihat tegas. Jarang ngomong, sepertinya introvert banget dia, ngga cocok jadi penyiar radio atau pun presenter. Kalau siang merem terus kalau malam mandangin orang sampai begidik. Tapi nyatanya, burung hantu menjadi motivator terbesar Limbad dalam berbagai aksi. Kadang-kadang kalau setanku kumat, pengen juga aku nyekik burung hantunya Limbad. Kira-kira apa yang terjadi ya?

Jah, tuh burung terbang ke arahku. Apa dia mendengar suara hatiku? Apa dia tahu aku sedang ‘Ngerasani’ dirinya? Arrggg!!!

Mati lampu. File yang ku tulis belum ku save.

Quote dari Kebudayaan Atena :
"A wise old owl sat on an oak;  The more he saw the less he spoke; The less he spoke the more he heard;  Why can’t we all be like that bird?"

Notes :
318 Kata
Ternyata membuat cerita yang tersirat itu.... :uhuk

Prompt #4: Boneka untuk Risa


"Ibu! Lihat! Aku bawa boneka untuk Risa!"

Ibu tersenyum kemudian berkata, “Lucu sekali. Mudah-mudahan Risa suka. Ibu antar ke kamarnya sekarang?”

Bayu mengangguk senang, selalu seperti itu. Apa dia tidak lelah? Aku saja sudah lelah melihatnya terus membawakan boneka. Mungkinkah ada sedikit rasa menyesal bersarang di kepalanya?

Bayu, mantan pacar Risa sejak setahun yang lalu. Dia masih tetap Bayu yang sama, yang telah mencuri hatiku  sejak SMA dan hati Risa yang kini linglung tak mau ingat apa-apa.

"Rana, aku putus dengan Risa," kata Bayu yang sedikit mengagetkanku.

Aku diam sejenak memandangi meja makan di sebuah cafe yang sering Bayu dan Risa kunjungi. Sejak tiga bulan ini kami memang sering bertemu membicarakan berbagai hal terutama tentang pekerjaan. Bayu menjadi rekan bisnisku, tak ada yang salah jika kita sering bertemu.

"Kenapa? Apa ada yang salah dengan Risa?" tanyaku kemudian.
"Dia tak pernah salah, hanya saja aku mulai menyadari satu hal, aku tak lagi mencintainya,"

Hatiku berdesir, mungkinkah Bayu menyadarinya? Menyadari cintaku yang selalu ada untuknya? Apa dia tak sadar, yang menerima pernyataan cintanya itu aku, bukan Risa kembaranku.

"Aku sadar, kini aku mulai mencintai ..."
"Bayu?" Ucap Risa memotong perkataan Bayu dan jelas saja itu sangat mengagetkanku.
"Rana, kamu..."
"Risa, aku mohon jangan berfikir macam-macam. Ini tidak seperti apa yang kamu pikirkan," jelasku

Risa berlari dengan air mata dipipi. Aku juga merasakan sakit yang sama. Aku dan Bayu mengejarnya ke luar cafe. Beberapa orang berkerumunan di pinggir jalan. Risa, tergeletak tak berdaya dengan darah yang keluar dari kepalanya.

"Rana? Sudahkah ada perkembangan tentang kondisi Risa?" tanya bayu

Aku tersentak dari lamunan di masa lalu.

"Buat apa kamu menanyakannya? Aku tak tahan dengan kondisi Risa yang seperti itu. Dia sehat, tapi pikirannya entah kemana. Apa yang sebenarnya terjadi dengan kalian? Apakah risa tahu bahwa kamu memang tak lagi mencintainya?"

"Maafkan aku Rana, aku tak bermaksud menyakiti hati Risa. Bukankah cinta memang harus dinyatakan? Risa sudah tahu, aku tak lagi mencintainya. Dia juga tahu siapa yang aku cintai,"

"Risa tahu? Ya Tuhan.... Aku tak mau seperti ini Bayu. Aku tak bisa mencintaimu jika harus mengorbankan Risa saudaraku. Aku tidak bisa bahagia diatas penderitaannya,"

"Rana, dengarkan aku!"

"Sudahlah, cukup. Semuanya sudah cukup."

"Rana, ini bukan karena aku mencintaimu, tapi...."

"Tapi apa? Kamu sangat mencintaiku? Kita bukan lagi ABG yang berkutat dengan cinta-cintaan,"

"Rana dengar! Justru ini karena kita bukan lagi ABG, tapi karena aku sadar, bersama seseorang yang ku cintai akan membuatku lebih dewasa,"

"Persetan dengan semua itu,"

"Aku memang harus menjelaskan ini padamu. Risa sudah tahu, kamu juga harus tahu,"

"Baiklah,"


"Rana, aku meninggalkan Risa bukan karena aku mencintaimu, tapi karena aku mencintai ibumu. Aku ingin jadi ayahmu,"

Aku #Rana nelen boneka.


Monday FlashFiction


438 Kata
Nglantur tenan nih cerita :uhuk

Ketika di Bus

Bismillahirrahmaanirrahim

Setelah kemarin bercerita tentang Kota Dua Kelinci, akhirnya sore tanggal 3 Maret aku balik ke Jepara. Kalau kemarin berangkatnya sendiri, sekarang pulangnya ngga sendiri :uhuk . Ini bukan lantaran disana menemukan sesosok manusia kemudian jatuh cinta dan mengajak menikah. Itu terlalu mengada-ngada dan kurang so sweet :uhuk . Ini karena Bu e, Bapak dan Irfan nyusul kesana :uhuk . Anak mamikah diriku ini? :uhuk . Jelaslah, aku anak Bu e dan Bapak :smile .


Sebenarnya kemarin itu Bapak Bu e ada acara di Rembang sama anggota ngajinya. Yah wes, mampir deh ke rumah mbak sekalian nengok cucu, si Lala. Meski cuma sehari, paling ngga sudah cukup nyenengin keluarga jauh. Oh iya, tempat tinggalnya mbak Ita dan keluarga sebenarnya lebih dekat ke kota Rembang daripada ke Pati. 


Setengah lima sore kami sudah cabut ke jalan buat nunggu bus Indonesia Jepara Surabaya. Biasanya sih jam lima sudah datang, tapi kemarin setengah enam sore baru muncul tuh bus. Itu aja yah yang barengan nunggu ada beberapa orang. Langsung deh busnya penuh ngga dapat tempat duduk. Sebenarnya aku biasa aja kalau ngga dapat tempat duduk. Wong dulu pernah balik dari rumah mbak sampai Jepara berdiri. Biasanya aku paling ngga tahan berdiri terus kesemutan. Alhamdulillah, waktu itu ngga kesemutan sama sekali, malahan enjoy aja tuh :uhuk . Bagaimana dengan kemarin? Yap, aku duduk lesehan di belakang pak supir :uhuk . 


Awalnya sih aku mau jongkok aja, tapi posisi kurang pewe jadinya yah lesehan di belakang pak supir. Mikir-mikir enak kali yah kalau bisa baca buku, tapi lampu busnya ngga dihidupin, gatot deh. Akhirnya ndomblong aja liatin jalan sambil mantengin cari-cari patung Dua Kelinci. Tapi toh kenyataannya ngga nemu :uhuk .


Sekitar di Kudus, akhirnya dapat tempat duduk jejeran sama guruku pas MAN. Kebetulan aja sih karena beliau habis ngunjungin orang tuanya. Sebenarnya, kalau pun aku ngga nyapa beliau ngga ada masalah sih. Wong aku nyapa aja beliau lupa-lupa ingat sama aku :smile .


Namanya di dalam bus, apa pun bisa terjadi. Mulai dari ngga dapat tempat duduk, desak-desakan, kecopetan [aku belum pernah, semoga saja ngga pernah] dan lain-lain. Kalau ngga dapat tempat duduk sama desak-desakan mah biasa. Paling parah kalau sore hari barengan sama buruh yang ngga mandi trus ngangkat tangan buat pegangan, OMG :omg . Rasanya sudah pengen muntah sendiri, antara bau wangi dan bau keringat. Yah, namanya juga kendaraan umum. Kalau mau santai mah pakai kendaraan pribadi :uhuk .


Lihatlah yang ada di depanmu kemudian tulislah :uhuk . Jadi, di bus yang aku tumpangi itu memiki usia yang berbeda-beda. Ada yang masih balita, anak-anak, remaja, dewasa, ibu-ibu, bapak-bapak, mbah-mbah semuanya ada. Dari yang berjilbab, ngga pakai jilbab, bertopi, memakai kaca mata, bertas besar, tas kecil semuanya ada. Tapi ada satu tempat duduk yang terus saja ku amati.


Tempat duduk tersebut dua bangku dengan posisi di sebelah kiri tempat dudukku nomor dua dari depan pintu bus. Aku sendiri duduk di posisi kanan bangku nomor tiga. Bangku yang ku amati itu dihuni oleh seorang laki-laki dan perempuan [usianya kira-kira 20-an keatas mungkin mahasiswi/siswa]. Aku berfikirnya positif aja, mungkin mereka ‘pasangan’ entah suami istri atau pacar. Namanya juga ngira-ngira :uhuk .


Awalnya, semua normal. Si cewek sibuk dengan Hpnya, si cowok rada ngantuk-ngantuk gimana gitu . Kadang aku berfikir, dosa kali yah mataku ini. Jelalatan banget ngawasin orang lain :uhuk . Setelah memasuki Jepara, penumpang sedikit berkurang. Aku panggil deh Irfan biar duduk di sampingku, biar agak pewe gitu deh.


Ketika si Irfan sudah duduk disampingku, matanya itu lho ngga berhenti-henti menatap ke bangku sebelah. Bangku yang di huni ‘pasangan’ yang ku sebut tadi . What happen? Why? Ku tengok. Ternyata mereka berdua sedang pegangan tangan. Muka mereka deket banget. Karena si mbaknya berjilbab, aku fikir kemungkinan besar mereka suami istri. Yah, nikah muda memang bisa menjadi alternatif untuk mencegah perbuatan yang ngga pantas.


Masih memperhatikan ‘pasangan’ tadi yang sebenarnya aku mulai risih ketika melihatnya. Irfan masih saja memperhatikan keduanya yang malah makin ‘mesra’ . Aku coba mengalihkan perhatian Irfan dengan meminjamkan HP milikku. Pokoknya sebisa mungkin Irfan ngga liat lagi adegan yang kurang pantas itu. Berhasil? Yah lumayan, soalnya Irfan mendadak pusing dan mual. Jadi dia coba tidur lagi deh.


‘Pasangan’ tadi masih ‘mesra’ dan aku benar-benar risih dibuatnya. Sekali pun mereka suami istri, harusnya mereka sadar tempat. Mereka bukan di rumah sendiri apalagi di kamar. Kok bisa-bisanya ‘Mesra-mesraan’ di kendaraan umum yang penumpangnya ngga hanya usia 17+ . Awalnya aku mau komplain saja atas kelakuan mereka. Tapi kemudian aku urungkan karena aku berfikir, bagaimana kalau mereka pasangan suami istri? Nanti mereka marah karena hak asasi mereka di ‘ganggu’. Intinnya sih, masa bodohlah. Mending tidur saja :uhuk


Tapi toh kenyataannya aku ngga bisa tidur. Bukan alasan takut kesasar, wong aku turunnya tepat di garasi, tapi yah memang ngga bisa tidur. Sampai akhirnya setelah lampu hijau di kawasan SMEA Jepara, si mbak ‘pasangan’ tadi berdiri. Kaget aku, kok ngga sama si lelaki ‘pasangan’ nya?


Aku nepok jidat, istigfar, ngamuk dalam hati, sewot, uring-uringan ngga jelas liat si cewek turun duluan terus si lelakinya yang tadinya duduk langsung berdiri dan ikut turun beberapa meter setelahnya. Jadi mereka itu? Arggg ...


Sampai di rumah, setelah bla-bla, Bu e pun bercerita. Setelah dapat tempat duduk, Bu e duduk tepat di bangku depanku dan memperhatikan ‘pasangan’ itu juga . Bu e istigfar, nyebut macam-macam untuk mengekspresikan apa yang dilihatnya. Aku pun menyambung dengan ekpresi yang sama syok :shock nya ketika tau kenyataan yang ada.


Bu e langsung wanti-wanti agar aku jaga diri. Jangan sampai kejadian macam di bus itu terjadi padaku. Tadinya pun aku berfikir betapa romantisnya adegan di bus dalam drama Korea. Ngga sengaja tertidur dan bersandar dipundak seseorang. Tapi toh kalau ada yang tertidur dan nyaris mendekat, aku langsung masang tameng, menjauh agar ngga bersentuhan.


Kenyataannya, berjilbab pun ngga jadi jaminan keimanan seseorang. Masih banyak yang berlilbab tapi rambut belakang ala ‘Ekor Kuda’ masih terlihat. Banyak yang berlilbab, tapi pakaiannya ketat. Entah masih bagus mana antara badan berjilbab, tapi hatinya entah kemana dan badan tidak berjilbab tapi hati senantiasa tunduk pada-Nya.


Semua kembali pada hati masing-masing individu. Aku ngga nyalahin si mbak yang berjilbab itu. Aku tak yakin kalau aku masih lebih baik darinya. Mungkin dia ngga bisa menghindar atau ngga punya keberanian untuk melawan. Bukankah berjilbab adalah pilihan dan kemantapan hati? Bagiku, berjilbab atau pun ngga, yang penting sopan dan bisa menjaga diri. 


Aku perempuan, kita perempuan yang sekarang ini memang belajar untuk ngga asal dicolek. Aku punya harga diri, ngga sembarang orang asal nyolek. Dikira kita ini sambal yang bebas di colek sana-sini apa? Bukankah rusaknya akhlak perempuan sama artinya rusaknya negara? Lalu mau jadi apa negara kita ini? Anak-anak kita nanti?