Jiah My Id

The Power of Anak Kampung

Powered by Blogger.

Prompt #6 : Black


Huh, lelah sekali hari ini. Hey, ada apa di luar sana? Kenapa terdengar begitu ramai? 

“Apa yang terjadi? Kenapa di luar terdengar sangat ramai?” tanyaku pada Min Ho asistenku.
“Ada seorang gadis yang ingin bertemu anda Tuan Black. Mungkin saja dia gembel, seperti orang-orang yang sering datang kemari untuk meminta uang,”

Ku coba menengoknya meskipun Min Ho melarangku. Noura? Tak salah lagi, itu Noura.  Noura menggeliat berusaha lepas dari security. Sebelum pintu benar-benar tertutup, dia masih sempat berbalik dan berteriak, “Saya sudah mencari anda bertahun-tahun, Tuan Black. Tiga hari lalu saya melihat facebook anda dan menemukan kisah yang sama seperti yang selalu diceritakan Ibu saya.”

Aku tak menyangka, secepat itu dia menemukan keberadaanku. Aku ingin memanggilnya, tapi aku takut jika rahasia yang ku sembunyikan selama ini terbongkar. Aku masih memperhatikannya dari  jendela ruanganku. Semakin hari, Noura terlihat hebat. Semua security di tendangnya dan dia berhasil kabur. 

“Buka pintunya, cepat!” suara Noura, cepat sekali dia

Perlahan pintu ku buka. Dengan kasar, dia masuk dengan Min Ho sebagai sandranya. Noura, mengacung-ngacungkan pistol ke arahku dan juga Min Ho.

“Apa kabar Tuan Black?”
“Baik. Cepat sekali kau menemukanku?”
“Menemukan Anda bukanlah hal yang sulit,”
“Lepaskan Min Ho, dia tak tahu apa-apa,”
“Dia? Tuan Black, sepertinya aku mulai menyukainya. Bagaimana kalau dia untukku?”
“Apa kau tak lagi menyukaiku?”

Perlahan Noura melepaskan Min Ho dan menyuruhnya pergi. Pintu terkunci, Noura masih saja mengacungkan pistolnya. Mungkin kali ini aku akan mati.

“Sekarang Anda makin tampan Tuan Black. Apa Anda tak ingin mengucapkan salam perpisahan untuk seseorang? Hari ini mungkin Anda akan mati,”
“Seseorang? Baiklah, tolong sampaikan ini padanya. Sayangku, jaga diri baik-baik, jangan sampai identitasmu terbongkar sehingga mereka membunuhmu dengan keji. Bos mafia musuhku masih mencari keberadaanmu,”
“Hanya itu Tuan Black?”
“Ah iya, jangan melakukan hal konyol lagi,”
“Hasta la fista baby,”

Dor!

Hanya ledakan kecil, Noura tergeletak. Pintu di dobrak dengan paksa.

“Anda tidak apa-apa Tuan Black?” tanya Min Ho memastikan keadaanku.
“Bawa gadis ini ke rumahmu, mungkin dia akan berguna,”
“Gadis ini? Kenapa dia pingsan? Jangan-jangan dia mata-mata musuh,”
“Sudahlah, bawa saja dia,” perintahku.

Min Ho menggendong tubuh Noura. Sebelum mereka pergi, Noura sedikit membuka mata dengan kerlingan nakal khasnya. Noura, adikku dengan segala kegilaannya. Biarlah, dari pada mafia lain yang menangkapnya atau sekalian saja ku masukkan dia di penjara bawah tanah agar aku bisa memantaunya, hahaha ....

384

Berani Cerita #03 : When In Room

Ku lihat deretan baju yang bertengger manis disana. Ada gaun, gamis, kaos yang semuanya new arrival. Ku lirik kanan kiri memastikan semua baik-baik saja. Si pelayan tersenyum padaku aku pun membalasnya. Dia menawarkan ini itu, tapi ku katakan aku bisa memilih sendiri.

Ku dekati baju-baju yang benar-benar menggoda imanku. Di desa, mana ada model baju seperti ini? Wah, Emak di kampung kalau liat yang kinyis-kinyis kaya gini pasti langsung ngiler. Ku lihat label yang tertera. Bused dah, mahal bener.  Baju belum jadi, tanpa lengan gini kok harganya sampe setengah juta. Santai-santai, aku harus bersikap elegan. Semua akan baik-baik saja. Perlahan ku ambil beberapa helai gaun. Aku berjalan menuju ruang pas di pojok ruangan. Huh, untung suasana ngga terlalu ramai, jadi aku bisa berlama-lama di dalam sana.


Waw... Mulutku menganga melihat ruang pas yang bener-bener bagus. Rasanya aku benar-benar terpesona.  Ku gerakkan kain penutupnya agar semua kegiatan yang ku lakukan tidak terlihat orang lain. Wah, bener kata Suparmi temen FBku. Ruang pas disini memang oke punya. Kacanya besar, tempat duduknya yang nyaman, kain penutupnya juga tebal. Pas banget sesuai rencana yang sudah ku rancang.

Stop! Aku harus memastikan sesuatu. Kaca disini bukan kaca dua arah. Jangan-jangan ada kamera disini. Bisa mati kalau sampai ketahuan. Pertama, sesuai petunjuk yang ku baca di Google. Tempelkan ujung jari pada kaca. Jika ada jarak, berarti itu kaca biasa. Jika tidak, berarti itu kaca dua arah. Oh yes, kaca biasa. Aku bisa menjalankan aksiku.

Ku ambil HP yang sejak dari tadi berada dalam saku. It’s show time. Ku monyongkan bibir, cekrik! Gaya dua jari, peace.... Cekrik! Gaya senyum paling manis, cekrik! Em, gaya apa lagi yah?

“Mbak, sudah apa belum? Gantian dong?” kata seseorang membuyarkan semua kegiatanku
“Iya mbak, sebentar lagi saya keluar,” jawabku

Ku pandangi wajahku di kaca ruang pas. Ngga sia-sia aku kesini. Ruang pas ini memang mempesona. Lumayan udah ambil beberapa foto buat di upload di FB, hihihi.... Sekali lagi ah.... 1, 2, 3...

Cekrik!

322 Kata


Lampu Bohlam #3 : Pesona

Notes :
Aku belum pernah masuk ruang ganti sama sekali, katrok.com :uhuk . Mainnya di pasar sih :hepi

Prompt #5: Dilema


Roni menghempaskan lembaran itu ke lantai. Marni terdiam melihat Roni yang tampak gelisah.

"Tidak, jangan sekarang. Kasihan Ririn jika dia tahu tentang ini semua." Ucap Roni pada dirinya sendiri.

"Semuanya baik-baik saja kan Yah?" tanya marni istri Roni

Marni memungut kertas yang baru saja dijatuhkan Roni dan membacanya.

“Ini hasil seleksi pemain drama yang akan tampil di ulang tahun SMA Ririn kan Yah?”
“Iya, kenapa harus sekarang? Besok ulang tahun Ririn,”
“Apa ada yang salah? Ririn masuk menjadi salah satu pemainnya,"
"Apa Bunda tidak membacanya? Ririn mendapat peran sebagai Bawang Merah. Ayah tahu betul, Ririn menginginkan peran Bawang Putih. Ayah tidak bisa membayangkan wajah kekecewaan Ririn. Dia pasti akan marah besar,"
"Sudahlah Yah, Ririn adikmu sudah besar, dia pasti bisa mengerti,"

Roni hanya menunduk. Hadiah yang telah dipersiapkan untuk Ririn adik yang telah dirawat sejak kecil pasti tak akan berguna. Ririn yang keras kepala pasti akan marah besar karena keinginannya tidak terpenuhi. Lalu, apa yang harus Roni lakukan?

"Kak Roni, mbak Marni Ririn mau...."

Roni kaget dengan kedatangan Ririn. Roni segera merebut kertas pengumuman itu dari tangan Marni sebelum Ririn membacanya.

"Eh, pada kenapa sih? Kok mukanya tegang gitu?" tanya Ririn penuh curiga.
"Tidak ada apa-apa Rin, beneran," jawab Roni.
"Rin, tadi kamu mau apa? Mbak Marni anterin ya?"
"Ririn mau liat apa yang Kak Roni sembunyikan itu., bolehkan?" rengek Ririn

Marni dan Roni saling memandang. Perlahan Marni mengangguk mengisyaratkan agar Roni memberikan kertas pengumuman itu pada Ririn. Walau bagaimana pun, cepat atau lambat Ririn akan tahu.

Ririn menerima kertas itu dengan semangat. Dibacanya perlahan dan perubahan mimik wajahnya membuat Roni dan Marni sedikit hawatir.

"Apa-apaan ini? Bagaimana mungkin aku bisa mendapat peran Bawang Merah? Aku sudah mati-matian berlatih untuk memerankan Bawang Putih, kenapa jadi begini? Kakak ini bagaimana sih? Apa tidak bisa menukar peran? Lalu buat apa Kakak jadi Kepala Sekolah kalau begini saja ngga bisa?" Ucap Ririn penuh Amarah.
"Maafkan Kak Roni Rin. Kakak memang belum bertemu dengan juri drama ini,"
"Kak Roni jahat. Ririn benci, benci ini," ucap Ririn berurai air mata.

Marni berusaha memeluk Ririn, tapi dia mengelak. Roni tidak tahan melihat adiknya berurai airmata seperti itu. Kedua orang tuanya yang sudah di surga pasti akan mengutuk dirinya yang tak becus mengurus adik semata wayangnya.

"Sekarang, Ririn mau pergi. Jangan halangi Ririn,"
"Kamu mau kemana Rin? Kita bicarakan ini baik-baik ya," ucap Marni
"Kakak tidak mau kamu pergi dengan keadaan seperti ini. Kita cari solusinya," sambung Roni
"Solusi apa? Bukankah semua telah terjadi? Tak ada yang bisa di perbaiki. Biarkan Ririn pergi,"

Ririn berlari kemudian Roni mengejarnya. Sedetik kemudian dia berhenti.

"Oh iya, aku belum salim yah? Akting ku tadi gimana Kak? Bawang Merah sekarang lagi booming. Siapa tahu gara peran ini, langsung ada produser yang ngajakin aku syuting," bisik Ririn pada Roni yang hanya terdiam membisu.

461


Monday FlashFiction