Credit |
Aku mengambil payung dan
segera berlari menuju mobil. Kutaruh plastik es krim yang baru kubeli di mini
market. Aneh juga permintaan gadisku itu, ups!
Airin, gadisku meminta
es krim di saat hujan seperti ini. Baiklah, dia belum menjadi gadisku. Dia,
hanya seseorang yang membuatku merasa nyaman. Aku selalu memperhatikannya
secara diam-diam. Dia adalah teman berbagi apapun yang kurasa. Tapi, aku hanya
seorang pecundang.
Kuparkirkan mobilku di
tepi jalan menuju gorong-gorong taman wisata tempat di mana Airin
menunggu. Aku sengaja memintanya bertemu di sana karena sedikit jauh dari
keramaian. Gorong-gorong yang masih begitu asri dengan air jernih yang
mengalir di bawahnya. Hujan seperti ini, mungkin suasananya jauh berbeda. Tapi,
apa mungkin dia mau menunggu?
Aku melihat seorang
gadis berpayung hijau sedang menikmati air di atas gorong-gorong. Dia, Airin
tersenyum kepadaku.
“Sudah lama?” tanyaku.
“Kurang lebih 30 menit.”
“Maaf.”
“Bukankah sudah biasa?
Kenapa memilih bertemu di sini? Kau mau membunuhku?”
Aku menatapnya, dia
lagi-lagi tersenyum.
“Bisa jadi. Kelihatannya
di sini aman untuk sebuah aksi pembunuhan. Kau mau terjun atau aku yang
mendorong?”
“Aku menulis clue tentang siapa yang terakhir kutemui
di buku harianku. Orang tuaku pasti bisa melacaknya.”
“Oh ya? Seberapa banyak
namaku kau tulis di diary?”
Airin memutar-mutar payung
hijaunya.
“Sebanyak kau berbicara
denganku. Tapi anehnya, kenapa kau tak pernah bersuara jika kita bersama banyak
orang?”
“Itu…, aku hanya takut
salah bicara.”
“Salah tentang apa?”
Aku terdiam. Dia menatapku kemudian
mengalihkan pandangannya ke bawah aliran air.
Aku takut salah
dihadapan Airin. Tentang bagaimana aku yang tidak bisa menahan diriku untuk
terus berbicara dengannya kemudian lidah menjadi kelu, salah tingkah, tak ingin
orang lain tahu bahwa aku malu.
Aku begitu terkesima
dengan segala pesonanya. Jangankan untuk berbicara dengannya di depan banyak
orang, memandang matanya saja aku tak mampu. Aku hanya orang dungu, hanya bisa
menampilkan diriku hanya ketika bersamanya. Apa Airin juga merasakannya?
Merasakan getaran yang sama?
“Rain, mana es krimku?” tanya
Airin.
“Ini!” kuulurkan plastik
yang membungkus es krim itu.
“Satu untukmu.” katanya.
Kubuka bungkus es krim
itu. Harusnya ketika hujan, minuman yang pas adalah yang hangat. Kenapa Airin
memilih es krim?
“Bagaimana rasanya Rain?
Jangan bilang kau tak mau menjawabnya.”
“Em, sedikit aneh. Tapi
kenapa es krimnya jadi hangat ya?”
“Mungkin karena aku. Aku
juga merasakan kehangatan yang sama.”
Aku memandangnya. Kami
sama-sama tertawa, menikmati es krim bersama.
BC
Notes :
Ini jawaban tantangan dari Mbak Ririn Hima Rain. Gimana nih? Puas ngga? :uhuk . Karena aku sotoy ya, mungkin ini jawabannya jika aku jadi seseorang yang maco :smile .
4 comments
Gagal paham. Hiks
es krimnya mau ya aku hehehe. komennya gagal fokus
huaaaa suka sekali jiah. sangat suka, terima kasih sudah memberi jawaban yang kuinginkan dari dulu. hahahaha walaupun sayangnya bukan kenyataannya saat ini tapi senang saya hehehe
mantap jiaaah semangaaat nge-ffnya.
Jiahhh... nggak bohong deh, makin ke sini tulisanmu makin bagus... Suka ama FF nya tapi aku sirik sama Airin soalnya dia sama Rain yang orang Korea itu!!! NOOO!!!
Mbok aku kapan-kapan dibikinin FF, Jiah... *kedipkedip*