Bismillahirrahmaanirrahim
Setelah kemarin bercerita tentang
Kota Dua Kelinci, akhirnya sore tanggal 3 Maret aku balik ke Jepara. Kalau kemarin berangkatnya sendiri, sekarang pulangnya ngga sendiri :uhuk . Ini bukan lantaran disana menemukan sesosok manusia kemudian jatuh cinta dan mengajak menikah. Itu terlalu mengada-ngada dan kurang so sweet :uhuk . Ini karena Bu e, Bapak dan Irfan nyusul kesana :uhuk . Anak mamikah diriku ini? :uhuk . Jelaslah, aku anak Bu e dan Bapak :smile .
Sebenarnya kemarin itu Bapak Bu e ada acara di Rembang sama anggota ngajinya. Yah wes, mampir deh ke rumah mbak sekalian nengok cucu, si Lala. Meski cuma sehari, paling ngga sudah cukup nyenengin keluarga jauh. Oh iya, tempat tinggalnya mbak Ita dan keluarga sebenarnya lebih dekat ke kota Rembang daripada ke Pati.
Setengah lima sore kami sudah cabut ke jalan buat nunggu bus Indonesia Jepara Surabaya. Biasanya sih jam lima sudah datang, tapi kemarin setengah enam sore baru muncul tuh bus. Itu aja yah yang barengan nunggu ada beberapa orang. Langsung deh busnya penuh ngga dapat tempat duduk. Sebenarnya aku biasa aja kalau ngga dapat tempat duduk. Wong dulu pernah balik dari rumah mbak sampai Jepara berdiri. Biasanya aku paling ngga tahan berdiri terus kesemutan. Alhamdulillah, waktu itu ngga kesemutan sama sekali, malahan enjoy aja tuh :uhuk . Bagaimana dengan kemarin? Yap, aku duduk lesehan di belakang pak supir :uhuk .
Awalnya sih aku mau jongkok aja, tapi posisi kurang pewe jadinya yah lesehan di belakang pak supir. Mikir-mikir enak kali yah kalau bisa baca buku, tapi lampu busnya ngga dihidupin, gatot deh. Akhirnya ndomblong aja liatin jalan sambil mantengin cari-cari patung Dua Kelinci. Tapi toh kenyataannya ngga nemu :uhuk .
Sekitar di Kudus, akhirnya dapat tempat duduk jejeran sama guruku pas MAN. Kebetulan aja sih karena beliau habis ngunjungin orang tuanya. Sebenarnya, kalau pun aku ngga nyapa beliau ngga ada masalah sih. Wong aku nyapa aja beliau lupa-lupa ingat sama aku :smile .
Namanya di dalam bus, apa pun bisa terjadi. Mulai dari ngga dapat tempat duduk, desak-desakan, kecopetan [aku belum pernah, semoga saja ngga pernah] dan lain-lain. Kalau ngga dapat tempat duduk sama desak-desakan mah biasa. Paling parah kalau sore hari barengan sama buruh yang ngga mandi trus ngangkat tangan buat pegangan, OMG :omg . Rasanya sudah pengen muntah sendiri, antara bau wangi dan bau keringat. Yah, namanya juga kendaraan umum. Kalau mau santai mah pakai kendaraan pribadi :uhuk .
Lihatlah yang ada di depanmu kemudian tulislah :uhuk . Jadi, di bus yang aku tumpangi itu memiki usia yang berbeda-beda. Ada yang masih balita, anak-anak, remaja, dewasa, ibu-ibu, bapak-bapak, mbah-mbah semuanya ada. Dari yang berjilbab, ngga pakai jilbab, bertopi, memakai kaca mata, bertas besar, tas kecil semuanya ada. Tapi ada satu tempat duduk yang terus saja ku amati.
Tempat duduk tersebut dua bangku dengan posisi di sebelah kiri tempat dudukku nomor dua dari depan pintu bus. Aku sendiri duduk di posisi kanan bangku nomor tiga. Bangku yang ku amati itu dihuni oleh seorang laki-laki dan perempuan [usianya kira-kira 20-an keatas mungkin mahasiswi/siswa]. Aku berfikirnya positif aja, mungkin mereka ‘pasangan’ entah suami istri atau pacar. Namanya juga ngira-ngira :uhuk .
Awalnya, semua normal. Si cewek sibuk dengan Hpnya, si cowok rada ngantuk-ngantuk gimana gitu . Kadang aku berfikir, dosa kali yah mataku ini. Jelalatan banget ngawasin orang lain :uhuk . Setelah memasuki Jepara, penumpang sedikit berkurang. Aku panggil deh Irfan biar duduk di sampingku, biar agak pewe gitu deh.
Ketika si Irfan sudah duduk disampingku, matanya itu lho ngga berhenti-henti menatap ke bangku sebelah. Bangku yang di huni ‘pasangan’ yang ku sebut tadi . What happen? Why? Ku tengok. Ternyata mereka berdua sedang pegangan tangan. Muka mereka deket banget. Karena si mbaknya berjilbab, aku fikir kemungkinan besar mereka suami istri. Yah, nikah muda memang bisa menjadi alternatif untuk mencegah perbuatan yang ngga pantas.
Masih memperhatikan ‘pasangan’ tadi yang sebenarnya aku mulai risih ketika melihatnya. Irfan masih saja memperhatikan keduanya yang malah makin ‘mesra’ . Aku coba mengalihkan perhatian Irfan dengan meminjamkan HP milikku. Pokoknya sebisa mungkin Irfan ngga liat lagi adegan yang kurang pantas itu. Berhasil? Yah lumayan, soalnya Irfan mendadak pusing dan mual. Jadi dia coba tidur lagi deh.
‘Pasangan’ tadi masih ‘mesra’ dan aku benar-benar risih dibuatnya. Sekali pun mereka suami istri, harusnya mereka sadar tempat. Mereka bukan di rumah sendiri apalagi di kamar. Kok bisa-bisanya ‘Mesra-mesraan’ di kendaraan umum yang penumpangnya ngga hanya usia 17+ . Awalnya aku mau komplain saja atas kelakuan mereka. Tapi kemudian aku urungkan karena aku berfikir, bagaimana kalau mereka pasangan suami istri? Nanti mereka marah karena hak asasi mereka di ‘ganggu’. Intinnya sih, masa bodohlah. Mending tidur saja :uhuk
Tapi toh kenyataannya aku ngga bisa tidur. Bukan alasan takut kesasar, wong aku turunnya tepat di garasi, tapi yah memang ngga bisa tidur. Sampai akhirnya setelah lampu hijau di kawasan SMEA Jepara, si mbak ‘pasangan’ tadi berdiri. Kaget aku, kok ngga sama si lelaki ‘pasangan’ nya?
Aku nepok jidat, istigfar, ngamuk dalam hati, sewot, uring-uringan ngga jelas liat si cewek turun duluan terus si lelakinya yang tadinya duduk langsung berdiri dan ikut turun beberapa meter setelahnya. Jadi mereka itu? Arggg ...
Sampai di rumah, setelah bla-bla, Bu e pun bercerita. Setelah dapat tempat duduk, Bu e duduk tepat di bangku depanku dan memperhatikan ‘pasangan’ itu juga . Bu e istigfar, nyebut macam-macam untuk mengekspresikan apa yang dilihatnya. Aku pun menyambung dengan ekpresi yang sama syok :shock nya ketika tau kenyataan yang ada.
Bu e langsung wanti-wanti agar aku jaga diri. Jangan sampai kejadian macam di bus itu terjadi padaku. Tadinya pun aku berfikir betapa romantisnya adegan di bus dalam drama Korea. Ngga sengaja tertidur dan bersandar dipundak seseorang. Tapi toh kalau ada yang tertidur dan nyaris mendekat, aku langsung masang tameng, menjauh agar ngga bersentuhan.
Kenyataannya, berjilbab pun ngga jadi jaminan keimanan seseorang. Masih banyak yang berlilbab tapi rambut belakang ala ‘Ekor Kuda’ masih terlihat. Banyak yang berlilbab, tapi pakaiannya ketat. Entah masih bagus mana antara badan berjilbab, tapi hatinya entah kemana dan badan tidak berjilbab tapi hati senantiasa tunduk pada-Nya.
Semua kembali pada hati masing-masing individu. Aku ngga nyalahin si mbak yang berjilbab itu. Aku tak yakin kalau aku masih lebih baik darinya. Mungkin dia ngga bisa menghindar atau ngga punya keberanian untuk melawan. Bukankah berjilbab adalah pilihan dan kemantapan hati? Bagiku, berjilbab atau pun ngga, yang penting sopan dan bisa menjaga diri.
Aku perempuan, kita perempuan yang sekarang ini memang belajar untuk ngga asal dicolek. Aku punya harga diri, ngga sembarang orang asal nyolek. Dikira kita ini sambal yang bebas di colek sana-sini apa? Bukankah rusaknya akhlak perempuan sama artinya rusaknya negara? Lalu mau jadi apa negara kita ini? Anak-anak kita nanti?