Jiah My Id

The Power of Anak Kampung

Powered by Blogger.

Kesandung Cinta

Aku tersentak saat membaca SMS dari Kapten Bhirawa yang mengabarkan bahwa beliau telah sampai di kota Surabaya dan sedang perjalanan menuju rumah. Firasatku sedikit tidak enak dengan kedatangan beliau yang sangat mendadak. Inspeksi dadakan ini seolah menyudutkanku. Apa mungkin ini ada hubungannya dengan pekerjaanku yang tidak beres selama dua tahun menjaga Kinar anak semata wayangnya? Semoga semua baik-baik saja. Toh aku masih bisa mengendalikan perasaanku sendiri.


Kuambil agenda harianku sebagai catatan kegiatan yang Kinar lakukan. Kubaca sekilas, memastikan tidak ada bagian dari kegiatan kuliah Kinar yang terlewatkan. Bel rumah berbunyi, sepertinya Kapten Bhirawa telah datang.


“Selamat pagi Kapten.” sapaku
“Pagi. Kinar dimana?”
“Masih di kamarnya Kapten. Hari ini tidak ada kuliyah.”
“Bawa agendamu, aku tunggu di ruang kerja!”
“Siap Kapten!”

***

Kapten Bhirawa membaca catatanku dengan serius sambil memilin kumis tebalnya. Aku hanya berdiri tegak di depannya menunggu penilaian terhadap pekerjaanku.

“Mencintaimu itu seperti mencintai bintang. Tampak dekat tapi jauh.”

Aku tersentak mendengar ucapan Kapten Bhirawa.

“Aryo? Apa-apaan ini?” bentak Kapten Bhirawa dengan menyodorkan sebuah kertas merah jambu.
“Itu…,” kataku terputus. Aku tak tahu dari mana kertas itu.
“Apa kamu punya pacar?”
“Siap tidak punya!”
“Lalu kenapa surat cinta ini ada di agendamu ha? Apa kamu mencintai seseorang?”
“Siap iya!”
“Nikahi dia!”
“Siap iya! Tapi…,”
“Tapi kenapa? Ketika mencintai seorang gadis, kamu harus bertanggung jawab untuk segera menikahinya. Pernikahan itu untuk menyempurnakan agama, kenapa harus ditunda? Jadi kapan kamu mendatangi orang tuanya?”
“Siap! Minggu depan saya sampaikan proposal pernikahan saya kepada ayahnya!”
“Bagus! Kamu kupecat jadi pengawal Kinar!”
“Siap iya! Lho? Kapten? Kenapa saya dipecat?” ucapku bingung.
“Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina!” kata Kapten Bhirawa.


Beliau melempar agendaku ke meja kemudian bangkit dari kursinya. Aku berbalik mengikuti arah Kapten Bhirawa pergi. Ada Kinar disana tersenyum begitu manis. Sebelum Kapten Bhirawa menarik tangan Kinar, aku sempat mendengar ucapan lirih Kinar,

“Kerja bagus Mas Aryo!”

 Cerita  ini diikutsertakan pada Flash Fiction Writing Contest: Senandung Cinta

Berani Cerita #14: Bayangan Hitam

Aku baru saja selesai memotong kuku saat suara salam dari masjid itu mengalun. Rasanya kaget saja mendengar  Bu Puspa warga yang baru dua minggu di kampungku telah berpulang. Seisi kampung berkumpul tepat di depan rumahku dan aku pun ikut bergegas melihat kondisi jenazah Bu Puspa.


Kondisi jenazah baik-baik saja, berbaring di  balai bambu reotnya. Hanya saja ada yang aneh, rumah yang dia tempati kosong tanpa perabot. Padahal aku yakin betul, kemarin saat aku mengirimkan makanan kenduri, masih ada meja kursi disana. Hanya ada seekor kucing hitam di samping jenazahnya.

***

Malam ini malam ketujuh kepergian Bu Puspa. Tak ada acara tahlilan seperti pada umumnya karena Bu Puspa tinggal sendiri. Banyak sekali pertanyaan yang muncul, siapa Bu Puspa? Yang jelas, aku pun semakin tidak bisa tidur karena sering melihat bayangan hitam di rumah peninggalannya. Kuberanikan diri untuk bertandang ke rumahnya memastikan bahwa tidak ada apa-apa dan semua baik-baik saja.


Kubuka pintu perlahan, gelap. Kuhidupkan senter yang sejak dari tadi kupegang. Aku melonjak kaget melihat darah bercecer di depan pintu. Kemarin kondisinya bersih, kenapa sekarang begini? Bulu kudukku terasa berdiri. Ya Allah, ada apa ini?

Bruak!!! Aku menyenggol sesuatu.

“Suttt, diam!” kata seseorang lalu menarikku berjongkok.
“Hei, ada apa?”
“Diam Ton, jangan teriak!”
“Roni? “
“Ikan hiasku setiap hari hilang!”
“Lalu ngapain disini?”
“Aku yakin pencurinya ada disini.”
“Bu Puspa?”
“Mungkin. Bisa jadi dia hidup lagi gara-gara kucingnya.”
“Ngayal.”

Meong. Si kucing hitam itu keluar dengan ikan dimulutnya membuatku mengelus dada. Kasihan, mungkin dia kelaparan sejak ditinggal pemiliknya.

Notes:
Susahnya buat cerita kucing gara-gara ngga terlalu suka kucing :uhuk . Puspa sendiri adalah tokoh utama novel Sang Mucikari.

Prompt #14: Desa Berselimut Salju



Di suatu desa yang damai, hiduplah sepasang suami istri yang bertahun-tahun menikah tapi belum dikaruniai anak. Mereka selalu minta pada Dewa agar mereka dianugerahi anak-anak untuk menemani mereka di usia senja. 


Di usia pernikahan mereka yang keempat puluh, akhirnya Dewa mengabulkan permintaan mereka dengan menganugerahi empat anak kembar dengan syarat bahwa setelah dewasa nanti salah satu dari anak mereka harus dipulangkan ke langit. Mereka setuju dan lahirlah keempat anak yang dijanjikan itu. Keempat anak mereka bernama Haru, Natsu, Aki dan Fuyu. Mereka hidup bahagia, damai sejahtera. 


Setelah mereka beranjak dewasa, desa yang mereka tinggali dilanda paceklik panjang. Orang desa kelaparan dan banyak yang meninggal. Menurut tetua desa, Dewa sedang murka karena ada manusia yang tidak menepati janjinya.


“Ibu, biar aku saja yang pulang ke langit.” kata Haru anak pertama mereka.
“Jangan Kak, biar aku saja.” sambung Natsu.
“Kakak berdua ini apa-apaan sih. Biar aku saja.” kata Aki.
“Sudahlah Kak, biar aku saja. Aku adik bungsu kalian, Dewa pasti sangat menginginkanku.” ucap Fuyu.


Mereka berempat tetap bersikukuh dengan pendapat masing-masing. Dalam hati mereka berdoa, mengamini setiap saudara mereka yang mau kembali ke langit.


“Kamu yakin mau kembali ke langit?” tanya Natsu pada Fuyu di sebuah tempat dekat jurang.
“Tentu saja tidak. Aku belum menyatakan cinta dengan Himawari. Tak mungkin aku pergi meninggalkannya.”
“Lalu siapa yang harus pergi?”
“Kenapa tidak Kakak saja?”
“Aku? Tidak. Kamu saja!”
“Kenapa?” tanya Fuyu sambil mencengkeram erat tangan Natsu.
“Lepaskan!”
Fuyu tak sengaja mendorong badan Natsu hingga berada di tepian jurang.
“Kak, pegang tanganku.” kata Fuyu.
Keduanya saling berpegangan tangan. Natsu berhasil naik lagi ke atas. Sedetik kemudian Natsu mendorong badan Fuyu dan …,
“Kak….”
Suara Fuyu terdengar menggema.
“Aku juga mencintainya.”


Sehari kemudian, butiran putih turun dari langit. Dalam hitungan jam, desa yang mereka tempati tertutup oleh salju. 

***

Notes :
Haru : Musim semi
Natsu : Musim panas
Aki : Musim gugur
Fuyu : Musim dingin

MFF