Dhira terbangun dari mimpinya. Masih jam empat pagi, subuh belum berkumandang. Aku melihatnya sekilas, wajahnya sedikit gelisah. Dhira pun bangun, membersihkan wajah manisnya dengan air wudhu. Sejenak dia terpaku, bersujud di hadapan-Nya.
Lama terdiam, adzan subuh mengalun merdu. Keningnya menatap lantai, masih berkelut dalam doa yang khusuk. Aku hanya bisa menatapnya, berteriak pun dia tak akan mendengarku.
Pukul lima pagi. Sedikit tergesa, Dhira mengambil jaket merahnya. Entah apa yang akan dia lakukan di pagi yang masih berbintang ini. Dalam gelap, Dhira masih berjalan menelusuri jalan arah sungai. Apa mungkin dia akan ke sungai? Di hari yang masih gelap ini? Bukanah Dhira sangat takut akan gelap? Aku membuntutinya dari belakang, berharap dia tahu aku masih menjaganya.
Flash~
"Ray, apakah fajar antara musim hujan dan kemarau itu indah?" Tanya Dhira padaku saat chatting
"Tentu saja, keindahannya lebih dari fajar musim semi di Seoul. Makanya, usai liburan musim panas, segeralah melihat sakura yang gugur dan saat musim dingin di Seoul tiba, datanglah ke Indonesia,"
"Kenapa harus musim dingin?"
"Karena saat musim semi, kita berdua akan kembali ke Seoul,"
"Ah kau itu... Oh ya, kamu mau janji untuk mengajakku melihat fajar?"
"Tentu saja, aku akan membawamu ke sungai di desaku. Kita akan sama-sama melihat fajar,"
Back~
Gelap, jalanan sungai memang tak pernah ada lampu. Bibir Dhira terus saja berkomat-kamit mengharap lindungan-Nya. Dasar gadis keras kepala, senekat inikah Dhira ku? Samar-samar suara gemericik air sungai mulai terdengar. Udara sejuk masuk ke pori-pori hidung. Dhira mulai bisa sedikit bernafas lega.
Dhira, tahukah kau? Aku juga lega melihatmu seperti ini. Ketakutanmu sedikit hilang, berganti dengan rasa ingin tahu. Meski gelap, tetap saja kau terjang jalanan itu sendirian.
"Ray, fajar telah muncul," Teriakmu senang
Perlahan kau mulai mengeluarkan kamera kecil dari sakumu. Fajar ini kau abadikan sendiri.
Gunung yang besar terlihat kecil, merahnya langit, ah indah. Ini fajar untuk Dhira, untukmu.
"Ray, andai saja kau melihatnya, fajar gelap ini. Minggu depan di Seoul sudah musim semi haruskah aku kembali? Kembali tanpamu? Semusim ini telah berlalu tanpa dirimu. Sepertinya bayang wajahmu masih teramat teringat dihatiku," Ucap Dhira lirih
Aku terisak, ya Tuhan. Sekarang bawa aku pergi dalam keabadian Mu. Aku tak sanggup lagi melihat Dhiraku ini. Sungguh, ini lebih dari cukup, ini lebih indah.
"Ray, baik-baik yah disana, bersama Tuhan. Ray, Rest in peace... love you,"
"Tulisan ini diikutsertakan pada Giveaway Satu Tahun dari blog celoteh .:tt:. "
NB : sebenarnya ini kelakuanku tadi pagi :uhuk kepo banget liat fajar di kali :smile