Jiah My Id

The Power of Anak Kampung

Powered by Blogger.

Cerita Tentang Jogja : Jatuh Cinta Sebelum Melihatnya

Pernah kamu jatuh cinta sebelum melihatnya? Hanya dengan mendengar suaranya, membaca tulisannya, melihat karyanya, pernahkah? Bagaimana jika jatuh cinta tanpa melihatnya, tanpa mendengar, tanpa membaca. Inilah cinta, tak pernah melihat tapi hati terasa berdebar saat mendengar namanya disebut.


Yah, aku jatuh cinta sebelum aku melihatnya dan mengenalnya. Jika kamu bertanya kota mana yang aku cinta setelah kota kelahiranku? Aku akan menjawab Jogja.


Jangan kamu tanya alasannya. Apakah cinta memang butuh alasan? Aku belum pernah sedikit pun menginjak tanah Jogja. Aku tak tahu Parangtritis itu seperti apa. Aku tak tahu rasanya makan diangkringan merasakan gudeg Jogja. Aku belum pernah tahu itu.


Jogja sendiri merupakan Daearah Istimewa yang pernah menjadi Ibukota Indonesia tahun 1949. Jogja juga dikenal dengan sebuatan kota pelajar karena banyak sekali universitas disana dan juga mahasiwa-mahasiswinya kebanyakan berasal dari luar pulau. 


Banyak orang yang terpesona dengan medok Jogjanya. Bahkan, banyak sekali film maupun FTV dan sinetron yang mengambil settingnya di Jogja. Oh iya, ada juga teman FBku yang foto-foto bareng artis yang sedang stuting di Jogja. Antara ingin ngakak tapi seneng lihat dia yang narsis.


Aku selalu tersenyum ketika teman-temanku bercerita tentang kota Jogja. Yah kebetulan keluarga mereka memang dari sana. Dulu aku pernah bermimpi untuk melewati studi disana. Aku yakin kebudayaannya tak jauh beda dengan daerah Jepara.


Kemarin pun sebenarnya atasanku merekomendasikanku untuk ikut seminar di Jogja. Karena banyak pertimbangan dan lainnya, aku memilih untuk mundur sehingga temanku yang menggantikannya. Rasanya memang sedikit sulit, tapi aku yakin pasti akan ada waktu untukku bisa merasakan hawa Jogja.


Aku mencintainya bukan karena dia. Dia tetaplah dia yang masih akan di Jogja. Aku pernah menulis FF Tentang Jogja bukan karena dia tapi karena aku memang suka Jogja. Jika nanti aku bisa datang ke Jogja, aku ingin merasakan Masangin melewati beringin kembar di alun-alun Jogja. Lihatlah dengan Dagadu :uhuk


Oh iya, bukankah kemarin aku mendapat buku dari Pak Azzet yang tinggal di Jogja? Bukankah itu artinya Jogja memang dekat? Maukah kamu mengajakku kesana?



Tulisan ini diikutsertakan pada Giveaway Cerita Tentang Jogja

Ketika Aku Pergi dari Rumah

Jauh dari rumah itu rasanya kangen setengah hidup. Keluar dari rumah, aku sebagai seorang gadis merasakan yang namanya kehilangan zona aman. Sebenarnya bukan kali ini saja aku pergi. Aku sudah berulang kali pergi dari rumah :uhuk


Bermula saat tahun 2004 aku masuk MTsN yang lumayan jauh dari rumah meski pun masih juga di daerah Jepara. Itulah pertama kalinya aku keluar dan jauh dari kedua orang tua. Sebulan pertama, setiap menjelang tidur air mataku selalu mengalir. Rasanya benar-benar aneh. Padahal di tempat itu aku tidak sendiri. Ada Kakak dan Mbakku, tapi tetap saja aku menangis tanpa sepengetahuan keduanya. Seminggu sekali ketika Bapak Bu e datang, aku selalu memeluk mereka dengan erat. Menumpahkan semua tangis dan rasa rindu yang mendera dalam dada.


Hari-hari selanjutnya, aku sudah bisa menguasai diri. Tidak lagi menangis dan bisa beradaptasi. Setelah Kakak dan Mbakku pergi dari tempat tinggal itu, semua masih normal. Yag tidak normal mungkin karena aku jarang bermain seperti teman-teman sebayaku disana.


Setelah lulus MTsN tahun 2007, aku ingin di rumah just it. Aku ingin lagi merasakan kehangatan rumah yang kemarin terhalang. Aku masuk MAN dikawasan yang sama dengan sekolahku yang dulu. Setahun berlalu, aku tak dapat apa-apa. Dengan pikiran yang lapang, aku menyetujui untuk pergi dari rumah lagi seperti waktu di MTsN.


Aku memulai lagi. Dari tahun 2008 sampai 2010 aku berjuang lagi untuk jauh dari rumah. Bedanya disini aku sudah MAN. Aku mengikuti ekskul dengan segala dilemanya. Di tempat yang berbeda, suasana berbeda, kebiasaan yang berbeda, orang yang berbeda, ngaji yang berbeda dan disinilah aku harus belajar untuk merasakan cinta.


Aku lulus tahun 2010 dan pada bulan Agustus aku mulai bekerja di sebuah Showroom di Sentral Ukir Jepara. Meski setiap hari bekerja, saat pulang dan di rumah kadang aku dan kedua orang tuaku masih saja berselisih.  Kadang aku berfikir, bukankah lebih enak jauh dari rumah seperti dulu? Jika dulu pergi dari rumah karena alasan efisien dalam jarak tempuh ke sekolah serta hematnya biaya, kini problemnya lebih maju. Terkadang aku bingung harus menjawab pertanyaan orang tuaku tentang suatu hal yang memang aku belum bisa menjawabnya. Saat lelah mendera, aku selalu berdoa semoga aku bisa pergi lagi dari rumah entah untuk bekerja atau untuk sekolah.


Semua terjawab ketika aku memutuskan untuk resign dari Showroom dan memilih bekerja disebuah desa yang agak terpencil yang masih dikawasan Jepara. Yah, aku memilih untuk menginap disana dan pulang sekitar sebulan sekali.


Meski sudah beberapa kali jauh dari rumah, aku dengan malu-malu bilang bahwa aku masih menangis merasakan kerinduan. Aku harus beradaptasi lagi dengan semua hal. Dengan keluarga disana, dengan pekerjaan yang berbeda dan dengan masyarakat yang berbeda pula. Apapun yang terjadi, aku harus bertahan. See, aku sudah sepuluh bulan lebih disana dan yah, semua ternyata baik-baik saja :smile


Dari semua kepergianku, paling lama tidak pulang itu dua bulan di tahun 2009. Padahal biasanya sebulan, kadang dua minggu sampai tiga minggu saja sudah blingsatan ingin pulang :uhuk . Alasannya, biarlah aku sendiri yang tahu hihi :uhuk . Oh iya, dari semuanya juga kepergianku kali ini yang memang terasa berbeda. Aku sering di telfon Bapak sama Mbakku, sering SMS-an sama kakak. Kalau dulu, paling satu dua kali telfon, itu pun dari wartel atau telfon rumah pemilik tempat tinggalku. Dulu memang aku tidak punya HP.  Oh iya, dulu jaman MTsN aku beberapa kali buat surat untuk Bapak Bu e, romantis banget kan? :uhuk . Padahal itu biasanya ngasih tahu pertemuan di sekolah atau minta uang :uhuk


Jauh dari rumah itu mengajarkan kita untuk hidup mandiri dan lebih dewasa. Kita harus bisa memanage apa-apa sendiri termasuk perasaan dan hati. Kita harus menjaga diri sendiri dan menjaga nama baik keluarga kita. Kalau kita bermasalah, bukankah kembalinya pada keluarga kita sendiri?


Jauh dari rumah, ketika aku pergi dari rumah meski makin dekat dengan Kakak, satu hal yang aku sadari, Rumahku itu Surgaku. Aku merindukan kata-kata orang tuanya yang terkesan seperti marah padahal itu perkataan nasihat. Ketika aku makan enak saat jauh dari rumah, semua terasa biasa, sepi. Tapi ketika di rumah, walau pun makan dengan garam, hanya dengan ikan asin dan sambal semua terasa nikmat, sungguh.  Saat di rumah porsi makanku bertambah. Intinya, bersama keluarga itu kebahagiaan yang sederhana namun indah. Mungkin ini adalah hal simple yang menjadikanku Anak Rumahan. Saat diminta memilih untuk pergi melewati tahun baru atau dirumah, kamu pasti tahu apa jawabanku. Yah, rumahku itu istanaku.


Meski sekarang jauh dari rumah. Aku percaya, mereka pun akan selalu merindukanku begitu juga aku :smile . Kalau kamu? Apa aku kapok pergi dari rumah? Tentu saja tidak. Aku masih ingin pergi jauh keseberang sana sebelum aku menikah :uhuk

Tulisan ini diikutsertakan pada Giveaway Gendu-gendu Rasa Perantau

Ukir Jepara

Jepara Jawa Tengah terkenal dengan kerajinan ukir kayunya. Meski aku kelahiran Jepara, jujur aku sama sekali tidak bisa mengukir. Mungkin aku hanya bisa mengukir hatimu :uhuk

Hampir dua tahu lamanya aku bekerja di Sentra Industri Patung Jepara tepatnya di desa Mulyoharjo. Di desa tersebut banyak sekali dijumpai berbagai macam kreasi ukir kayu khas Jepara. Selain ukirannya, Jepara juga terkenal dengan furniture kayu jatinya.

Selama bekerja disana, jujur aku juga tidak banyak tahu tentang ukir-ukirnya karena aku bekerja di showroom orang Korea. Jenis furniture yang di pajang simple dengan sedikit ukiran tapi tetap khas ukiran Jepara. Kebanyakan Turis yang datang juga suka dengan jenis yang simple seperti yang ada di showroom tempatku bekerja dulu.

Walaupun seperti itu, banyak juga turis yang lebih suka ukiran gelondongan.




Kenapa gelondongan? Karena bentuk seperti itu sangat asli tinggal membentuk sedikit lalu menghaluskannya. Kebanyakan gelondongannya berasal dari akar kayu jati yang besar. Harganya? Yah lumayanlah namanya juga kayu jati.

Selain itu, banyak juga turis yang berminat dengan patung yang super gede macam patung kuda, gajah, unta. Ukurannya benar-benar big dan bisa dinaiki. Dulu waktu lihat tetangga Showroom yang dapat order kuda, rasanya ingin ikut naik di patung kudanya berlagak sok keren gitu :uhuk


Jepara memang kota ukir dan akan tetap menjadi kota ukir. Sebenarnya banyak juga turis asing yang justru menjadi bosnya pengrajin Jepara. Ini maksudnya apa lagi? Jadi bingung

Begini, yang aku jumpai kebanyakan yang jadi bos itu orang luar bukan orang pribumi. Yah, mereka banyak uang dan bisa membeli apa saja, bisa membayar siapa saja. Akhirnya, kebanyakan orang Jepara hanya jadi kurir, pengrajinnya. Maunya sih, selain jadi pengrajin, orang Jepara juga bisa jadi bos besar mengembangkan usaha kerajinan ukirannya sendiri. Kembali lagi semua pada masing-masing individu serta peran pemerintahnya.

Rasanya aku benar-benar kangen ingin berjalan-jalan ala turis di sentra patung Jepara. Ketemu teman kerjaku yang dulu. Berlagak ngomong-ngomong sama turis asing, lalu menginjak Tangga Most Wanted. Ah betapa merindunya :smile