Jiah My Id

The Power of Anak Kampung

Powered by Blogger.

Menandai Waktu

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak yang lebih besar dari itu, melainkan dalam kitab yang nyata. (QS 10:61)


Di dunia ini, tempat mana yang paling jauh? Amerika? Rusia? Timbuktu? Yang paling jauh dari semua adalah masa lalu. Karena sejauh apa pun kita melangkah, kita tidak akan pernah bisa kembali ke masa lalu.

Kutipan kalimat di atas mungkin sering kita dengar. Itulah mengapa waktu menjadi sesuatu yang sangat penting. Kita sering merayakan Kemerdekaan, ulang tahun, Hari Ibu, Hari Kartini, lebaran dan masih banyak lagi. Lalu, Untuk Apa Kau Menandai Waktu?

Bagi saya sendiri, menandai waktu itu sebagai pengingat bahwa kita pernah melewati masa itu. Entah di sana ada kebahagiaan atau air mata. Menandai waktu seperti membaca sejarah, makanya kita perlu menuliskannya. Tentu saja agar kelak orang lain, mungkin anak cucu kita bisa membacanya dan mengambil hikmah dari kejadian yang kita alami.

Dalam kutipan ayat Al Qur'an yang saya tulis di atas menjelaskan bahwa kita sebenarnya sudah dibekali semacam buku harian yang kelak akan kita terima di akhirat. Setiap waktu, apa yang kita kerjakan semuanya sudah tertulis dengan baik oleh Malaikat Rokib dan Atid. Malam Nisfu Sya'ban atau orang Jawa menyebutnya Ruwahan adalah malam pengumpulan dan pembaruan buku harian kita.

Menandai waktu mengajarkan kita untuk teratur dalam melakukan sesuatu. Seperti halnya solat lima waktu yang telah diatur pada waktu yang berbeda-beda.

Untuk apa kau menandai waktu?

Iman Syafi'i berkata, "Waktu adalah pedang." Jika kita tidak memanfaatkannya maka waktu akan terlewati dengan sia-sia tanpa kita bisa kembali.

Ingatan manusia itu terbatas. Walaupun IQ kita mencapai 200, si satu titik pasti akan ada sesuatu yang kita lupa. Yah karena pada dasarnya manusia itu tempatnya salah dan lupa. Maka tandailah waktu untuk mengingatnya.


Demi waktu. Sesungguhnya manusia dalam keadaan rugi. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih serta saling menasihati tentang kebenaran dan kesabaran. (QS Al Ashr : 1-3)


Diikutkan Dalam Give Away Untuk Apa Kau Menandai Waktu?

Bunga Gunung




Bismillaahirrahmaanirrahiim....

Berlibur atau jalan-jalan rasanya kurang afdhol kalau pulang tidak bawa oleh-oleh. Jujur, saya kalau ada yang mengajak jalan, hayo asal punya uang :Uhuk. Waktu ke Bali akhir tahun 2013 (ceritanya di Bali Bukan Sekedar Mimpi) oleh-oleh yang saya beli standar. Saya kurang browsing di mana Pusat Oleh-Oleh. Pol beli pakaian, makanan, pernak pernik itu saja. Ah iya, saya mengambil pasir pantai Kuta juga :uhuk.

Beda saya beda juga si Kakak (Yang ultah Tanggal 1 Mei). Kakak suka jalan-jalan. Naik turun gunung, Keliling Jepara maupun luar oke-oke saja. Juni 2014 si Kakak mendaki ke Bromo. Bromo oi, saya kan iri!!! :jiah

Akhirnya saya minta si Kakak beli Edelweis bunga keabadian, katanya. Ya saya korban FTV dan novel yang ada hubungannya dengan Edelweis. Saya penasaran, apa benar edelweis itu bunga abadi? Jangan-jangan mitos saja. Apalagi bunga itu sekarang dilindungi.

Akhirnya waktu Kakak pulang, betulan bawa Edelweis. Huaaa terharuuuu :hwa :hiks. Edelweisnya masih segar, bentuk beruang lagi.



Rasanya senang sekali bisa punya bunga ini walaupun akhirnya saya tidak dapat jatah kaos Bromo :smile. Ya meskipun belum bisa mendaki Bromo, minimal saya nyicil dengan bunga Edelweisnya. Siapa tahu ketika akhirnya saya bisa ke Bromo ternyata pemerintah betulan melarang pengambilan bunga Edelweis :uhuk.

Sekarang sudah hampir satu tahun dan bunga edelweisnya masih saya simpan. Bunganya kering, warnanya berubah krem, tidak rontok lagi. Bagian yang agak rontok itu bunga liarnya. Dilihat dari jauh tetap saja indah :hepi. Sekalian saja saya foto lagi dengan novel Sunrise at The Sunsetnya Mbak Monica Anggen yang juga menampilkan bunga edelweis di dalam ceritanya.


Thanks Kak buat bunganya :smile. Yang berkesan itu tak perlu mahal. Semoga persaudaraan kita abadi sampai nanti ya :Smile.


[Birthday Giveaway] Oleh – Oleh Paling Berkesan

Lilin Untukmu

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

***

"Aaaaa!!!"

Aku menjerit, setengah ketakutan. Kenapa harus mati lampu? Hujan deras di luar. Petir dan guntur bersahutan. Kupeluk tubuhku sambil terisak. Kupejamkan mata berharap kegelapan segera sirna.

"Hei, buka matamu! Jangan menangis!"

Kubuka mata. Cahaya lilin tampak di sana. Kulihat Mas Arya, suamiku tersenyum kecil.

"Masih takut gelap? Kupikir setelah dewasa kamu bisa bersahabat dengan kegelapan," katanya mencibir.

"Lebih baik aku bersahabat seumur hidup denganmu daripada sama kegelapan!"

"Dalam gelap kita bisa melihat terang, tapi dalam terang kita tidak bisa melihat kegelapan. Belajarlah untuk bersahabat denganya."

"Tidak mau! Pokoknya aku benci gelap!"

Mas Arya memelukku, menenangkanku yang sedikit merajuk. Mata hitamnya menatapku lekat.

"Aku akan jadi lilin untukmu, menerangi kegelapanmu!"

***

"Sayang! Bisa minta tolong sebentar?"

Bergegas aku ke kamar. Mas Arya berdiri membelakangi kaca rias.

"Bagaimana penampilan Mas? Baju yang Mas pilih padu apa tidak?"

Aku menilai baju dan celana yang Mas Arya pilih. Semua pas. Aku memasangkan dasi sebagai pelengkap. Setelah 50 tahun, dia tetap sempurna. Aku membalikkan tubuh Mas Arya agar menghadap kaca.

"Coba Mas li..., hat!"

Sinar mata hitam di kaca itu tampak meredup. Cairan bening menetes dari keduanya lalu mata itu terpejam.

"Hei, buka matamu! Jangan menangis!"

Aku memejamkan mata. Rapat semakin rapat. Terisak sesak.

"Maafkan aku Mas. Maaf karena membuat kegelapan di matamu."

"Hei, tak apa. Bukankah kita sahabat selamanya?"

***

#Cermat @PenerbitMizan #CintaPalingSetia