Jiah My Id

The Power of Anak Kampung

Powered by Blogger.

Candi Angin, Candi Berangin-Angin

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

Cara paling gampang menghilangkan penat dan mencari inspirasi adalah dengan piknik. Piknik pun enggak harus di tempat mahal. Jelajah alam, mbolang dan naik gunung menjadi pilihan yang paling saya suka sekarang ini. Kalau kalian bagaimana?

Saat mbolang ke Air Terjun Sumenep, Air Terjun Banyu Anjlok, dan naik Gunung Andong, saya berharap untuk bisa selalu jalan-jalan ke alam bebas. Beruntungnya, saya kenal orang-orang yang mau dan sangat suka bermain di alam liar. Jadi ketika Mas Anam dari Ngluyur Mania berencana mbolang ke Candi Angin, saya iyain aja buat ikutan.


Candi Angin, Candi Berangin-Angin itu apa dan di mana sih?

Candi Angin itu sebuah candi yang ada di Desa Wisata Tempur, Keling, Jepara. Daerahnya bergunung-gunung. Jika ke sana dari pusat Jepara sekitar dua jaman. Tapi kalau dari Kelet, Pati, malah lebih dekat. Selain dengan Mas Anam, saya berangkat bersama Mas Sidiq, Mbak Tata dan temannya, juga keluarga Susindra.

Kami kumpul di Desa Pekalongan, rumahnya Mas Sidiq. Harusnya sih kita berangkat pagi. Tapi karena ada acara ban bocor juga, kita jadi kesiangan. Kami lewat daerah dalam, jalan daerah Bantrung sampai Bangsri. Dari Bangsri kemudian ke Kembang, lewat hutan karet yang panjang banget dan sepi baru deh sampai daerah Keling.

Masuk wilayah Tempur kami juga harus naik turun, belak-belok mengikuti jalan daerahnya yang bergunung. Oh iya, kita ini perginya naik motor dan sayanya dibonceng Mbak Tata sesama cewek gitu deh.

Sepanjang jalan, kami disuguhi hijaunya alam. Sungai dan sawah yang tertata rapi. Pinggiran sawahnya itu dikasih batu yang menurut saya sih bagus banget. Oh iya, jalan di Tempur ini campur, ada yang mulus ada juga yang rusak. Sekitar 5 KM sebelum candi, jalan bener-bener wow. Kudu strong dan hati-hati banget. Pukul 12 siang kami akhirnya sampai. Kebetulan sekali jalan baru diperbaiki. Terpaksa kami parkir di atas bukan di tempat biasa.

Tempat biasa?

Saya memang baru pertama kali ke Candi Angin, tapi Mas Anam dan anggota Ngluyur Mania sudah lebih dari sekali ke sana. Dan tempat biasa yang saya maksud adalah rumah Bapak Juru Kunci. Sebelum kita naik gunung menuju Candi, kita harus datang laporan ke rumah beliau. Catatan penting banget ya. Kalau orang sana nawarin makan atau minum, jangan pernah nolak. Konon saat kita nolak, selama kita di sana enggak akan ada yang nawarin lagi. Jangan tanya alasannya karena saya enggak tahu. Daripada berabe, saat ditawari makan, kami bilang makan setelah muncak saja. Setelah menunaikan ibadah solat Dzuhur, kami bersiap untuk berangkat ke puncak gunung menuju Candi Angin, yey!


Tiga kilo meter adalah jarak yang harus kami lalui dengan jalan kaki menuju puncak. Deg-degan juga sih walaupun bukan pertama kali muncak. Kami bawa minum dan sedikit makanan ringan. Enggak perlu bawa tenda ya, soalnya kita memang tidak ada rencana untuk menginap.

Di awal perjalanan, kita akan melewati kebun kopi. Kopinya besar-besar tapi kurang manis. Sayangnya, saya kurang tahu itu jenis apa. Saya berani bilang, jalannya lumayan enak kaya jalan ke sungai di belakang rumah. Cuma memang panjang banget. Ada juga menanjak dan turunnya. Tapi ya enjoy aja.


Tidak semua jalannya tanah. Sebagian ada yang di semen. Gara-gara ini, ada lho motor yang lewat. Saya heran, kok berani banget ya?! Selain jalan bersemen, ada juga anak tangga besar kecil yang kalau tidak salah hitung ada 118-an. Ini aja hanya sampai pohon bambunya. Dan jalan kita masih panjang, Cuy!


Entah kenapa, kali kedua ini saya ke gunung, kok ya mendung. Gerimis sebentar sih, enggak sampai basah banget. Tapi, ya kabutnya jadi naik. Untungnya enggak sampai ngalangin pandangan. Oh iya, ternyata di belakang kami ada beberapa kelompok yang menyusul. Orang dewasa dan juga anak usia SD.

Candi Bubrah
Setelah melewati satu bukit, akhirnya kita sampai di Candi Bubrah. Jangan bayangin Candi Prambanan atau apa ya. Candi ini adalah kumpulan batu-batu yang entah dari kapan. Saya enggak berani naik ke atasnya, takut runtuh dengan berat badan yang kaya karung, hahaha. Karena tujuan utama kami ke Candi Angin, yuk mari lanjutkan perjalan!

Menuju Candi Angin, kami harus melewati satu bukit lagi. Naik turun lagi deh. Dari awal emang sering cape dan berhenti jalan. Tapi ini lebih baik dari pada jalan menanjak di Gunung Andong, wahahaha. Sebelum jam tiga sore, akhirnya saya sampai juga di Candi Angin!!!



Hampir sama seperti Candi Bubrah, tapi di sini lebih luas. Ada makamnya dan juga rumah-rumahan yang katanya sih itu buat masak-masak saat ada perayaan. Perayaan seperti apa saya kurang tahu. Mungkin untuk menghormati penghuni gunungnya.

Di sana kami enggak terlalu lama. Sekelompok mahasiswa menyusul. Kami juga mengejar waktu agar tidak pulang larut malam. Yuk pulang!!!


Pukul tiga lebih kami jalan. Saya berada di tengah kelompok. Mau ngejar yang depan telat, yang belakang belum menyusul. Di jalan saya bertemu beberapa orang sepuh. Ibu-ibu dan Bapak-bapak. Jika saya enggak sampai puncak, ya malu-maluin banget lah. Sangat keren mereka ini. Masih sambil menikmati suasana alam yang sedikit berkabut, ya kami terus berjalan.


Sekitar pukul lima sore kami turun kembali lagi ke rumah Bapak Juru Kunci. Kami solat dulu baru deh menikmati hidangan sederhana dari tuan rumah. Setelah sedikit bernapas, kami berpamitan untuk pulang.

Saat pulang ini saya akhirnya naik motor sendiri. Mbak Tata lelah dan saya enggak berani bonceng makanya naik sendiri. Malam mulai menjelang dan tentu saja ini bikin deg-degan. Kami pulang lewat hutan karet yang gelap dan emang di sana enggak ada lampu. Walaupun bukan pertama kali lewat jalan itu, tapi naik motor sendirian ya, jangan dibayangin lah, hahaha.

Saya memang belajar jadi strong dan ketika melewati jalan gelap sampai daerah Bangsri, saya sedikit bernapas lega. Setelah mengisi bensin, err kaki saya berasa sakit, hihihi. Padahal naik turun mengendarai motor dari Tempur, enggak berasa apa-apa lho. Pukul tujuh malam akhirnya saya sampai di rumah. Alhamdulillah banget. Saya bisa wisata alam sekaligus ngajarin kaki biar enggak kaget kalau naik gunung lagi.


Dari Candi Angin, saya belajar tentang bersabar dan selalu menikmati perjalanan. Kalau mau wisata alam di Jepara dan bosen di pantai, kita bisa naik gunung ini. Dan lewat Tempur juga kita bisa lho ke Natas Angin, salah satu puncak gunung yang ada di Kudus. Oh iya, kopi di sini juga sangat berpotensi untuk jadi pariwisata petik kopi misalnya. Kopi yang sudah di olah juga ada. Kita tinggal nanya aja ke penduduk sekitar. Pokoknya ke Candi Angin itu seru!


Mau ke Candi Angin? Yuk cus ke Jepara. Saya akan mengajak kamu berkeliling alam indah di sana!

Sampai jumpa. Happy blogging!


Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blog Visit Jawa Tengah 2016 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah @VisitJawaTengah

5 comments

lianny hendrawati said...

Waduh jalannya itu lho yang bikin tepar duluan, secara aku ini nggak pernah olah raga, jalan dikit sudah gemeteran kaki hahaha

Jiah Al Jafara said...

Hihihi, Mamak rumahan sih yaaa. Tp enak aja sih jalannyaa

Kornelius Ginting said...

Baru tau di jepara afa candi angin. Namanya unik.

Hmm, kalau ada waktu dan kesempatan mau huga main ke jepara dan explore disana. :)

evrinasp said...

tempatnya agak tinggi ya, keliatan banget nuansa agak sedikit horornya di sekitar candi, apa karena itu kurang cahaya ya

Akhmad Muhaimin Azzet said...

Waaah, boleh juga neh kalau suatu saat saya ke Jepara :)