Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu pertama.
Aku lahir di sebuah desa di daerah Jepara Jawa Tengah. Hidup di desa itu, yah menyenangkan. Apa-apa serba ada dan lagi, kita dekat dengan keluarga lain, tetangga. Rumahku menghadap jalan yang biasa dilewati angkot. Jadi kalau hujan deras dan aku posisi di dalam angkot, maka tinggal bilang kiri angkot berhenti dan lari menuju teras rumah.
Disebelah barat rumahku itu kebun kosong sekitar dua petak rumah. Satu petak milik Bapak yang sekarang ditanami kacang tanah. Yang satu petak milik Mbah Siti, kosong. Baru setelah itu ada rumah milik Mbah Kani. Tetangga yang masakannya enak baget. Setelah lulus MAN, aku pernah bantu Mbah Kani masak di rumahnya untuk di jual besok harinya. Bumbunya sama seperti yang Bu e buat. Tapi kok ya hasilnya enak begitu. Oh iya, almarhum suami Mbah Kani itu Polisi. Waktu meninggal aku masih kecil, jadi ya lupa wajahnya seperti apa.
Disebelah timur rumahku, rumah milik Mbah Ikah adiknya Mbahku. Rumahnya tingkat satu, besar. Dibanding rumahku sih beda dikit. Rumahku tidak tingkat, cuma Bapak memang membangunnya lumayan Tinggi. Oh iya, suami Mbah Ikah, Mbah Parman itu punya mebel. Kadang-kadang setiap hari lembur dan itu sangat berisik. Suara mesin, amplas, pokonya alat-alat itu buat kuping panas. Waktu aku belum kerja, setiap Idul Fitri pasti ada dispensasi karena keberisikan tuh mesin. Sekarang, tidak ada amplop nongol, hehehe.
Diseberang jalan, ada rumahnya Lek Yadun dan Mbah Murah. Dulu sebelum rumah Mbah Murah dibangun, rumah yang di tempati Lek Yadun itu yang Mbah Murah tinggali. Rumahnya Joglo, khas Jawa banget. Pokoknya dulu bisa jadi ancer-ancer atau patokan kalau ada yang tanya rumahku dimana. Sekarang patokan rumahku sudah beda karena rumah Joglonya itu sudah tidak ada.
Belakang rumah? Kandang sapi :smile . Bukan sapi Bapak sih, tapi sapinya Mbah Parman. Kalau belakang bagian barat, ada rumah Mbakku ibunya Sinta. Dibelakangnya rumah Mbakku ada bagian kebun milik Kakak sama milikku. Belakangnya lagi kebun yang dulu katanya bekas kuburan. Waktu kecil kalau main disitu agak takut. Bagaimana kalau ada tulang yang tertinggal lalu bangkit? Hiii seram!!! Biar pun di kebun belakang agak horor, tapi disana juga banyak pohon yang bisa bermanfaat. Ada pohon pepaya, srikaya, rambutan, pisang, kelapa, matoa, mangga pokoknya asik deh. Apalagi waktu berbuah, yummi :smile .
Oh iya, dibagian depan rumah sebenarnya ada bagian kosong yang memang dibagi sedemikian hingga untuk usaha anak-anaknya Bapak yang ada lima biji. Memang tidak luas, intinya bisa buat sepetak usaha. Satu petaknya sudah ada bangunan bekas rumah Mbakku. Isinya dua ruangan. Yang bagian depan untuk toko jahit Lek Sri yang belakang untuk tidur Kakak dan Adikku. Ini nih hasil jahitan Lekku.
“Mbak rumahnya sebelah mana?”
“Dari pasar Kopen ke arah timur. Tanya tambal ban nomor dua milik Bapak .... Nah itu rumah saya Mas.”
Done!
![]() |
Hutan di Desa tempatku kerja |