Jiah My Id

The Power of Anak Kampung

Powered by Blogger.

Berani Cerita #34 : Cerita di Atas Gorong-Gorong

Credit
Aku mengambil payung dan segera berlari menuju mobil. Kutaruh plastik es krim yang baru kubeli di mini market. Aneh juga permintaan gadisku itu, ups!


Airin, gadisku meminta es krim di saat hujan seperti ini. Baiklah, dia belum menjadi gadisku. Dia, hanya seseorang yang membuatku merasa nyaman. Aku selalu memperhatikannya secara diam-diam. Dia adalah teman berbagi apapun yang kurasa. Tapi, aku hanya seorang pecundang.


Kuparkirkan mobilku di tepi jalan menuju gorong-gorong taman wisata tempat di mana Airin menunggu. Aku sengaja memintanya bertemu di sana karena sedikit jauh dari keramaian. Gorong-gorong yang masih begitu asri dengan air jernih yang mengalir di bawahnya. Hujan seperti ini, mungkin suasananya jauh berbeda. Tapi, apa mungkin dia mau menunggu?

Aku melihat seorang gadis berpayung hijau sedang menikmati air di atas gorong-gorong. Dia, Airin tersenyum kepadaku.

“Sudah lama?” tanyaku.
“Kurang lebih 30 menit.”
“Maaf.”
“Bukankah sudah biasa? Kenapa memilih bertemu di sini? Kau mau membunuhku?”

Aku menatapnya, dia lagi-lagi tersenyum.

“Bisa jadi. Kelihatannya di sini aman untuk sebuah aksi pembunuhan. Kau mau terjun atau aku yang mendorong?”
“Aku menulis clue tentang siapa yang terakhir kutemui di buku harianku. Orang tuaku pasti bisa melacaknya.”
“Oh ya? Seberapa banyak namaku kau tulis di diary?”

Airin memutar-mutar payung hijaunya.

“Sebanyak kau berbicara denganku. Tapi anehnya, kenapa kau tak pernah bersuara jika kita bersama banyak orang?”
“Itu…, aku hanya takut salah bicara.”
“Salah tentang apa?”

Aku terdiam. Dia menatapku kemudian mengalihkan pandangannya ke bawah aliran air.

Aku takut salah dihadapan Airin. Tentang bagaimana aku yang tidak bisa menahan diriku untuk terus berbicara dengannya kemudian lidah menjadi kelu, salah tingkah, tak ingin orang lain tahu bahwa aku malu.

Aku begitu terkesima dengan segala pesonanya. Jangankan untuk berbicara dengannya di depan banyak orang, memandang matanya saja aku tak mampu. Aku hanya orang dungu, hanya bisa menampilkan diriku hanya ketika bersamanya. Apa Airin juga merasakannya? Merasakan getaran yang sama?

“Rain, mana es krimku?” tanya Airin.
“Ini!” kuulurkan plastik yang membungkus es krim itu.
“Satu untukmu.” katanya.

Kubuka bungkus es krim itu. Harusnya ketika hujan, minuman yang pas adalah yang hangat. Kenapa Airin memilih es krim?

“Bagaimana rasanya Rain? Jangan bilang kau tak mau menjawabnya.”
“Em, sedikit aneh. Tapi kenapa es krimnya jadi hangat ya?”
“Mungkin karena aku. Aku juga merasakan kehangatan yang sama.”


Aku memandangnya. Kami sama-sama tertawa, menikmati es krim bersama.

BC

Notes :
Ini jawaban tantangan dari Mbak Ririn Hima Rain. Gimana nih? Puas ngga? :uhuk . Karena aku sotoy ya, mungkin ini jawabannya jika aku jadi seseorang yang maco :smile .

Cerita ABG : Untuk yang Sudah Besar

Sebut saja gue Reno. Gue itu baru 15 tahun, tapi gue sudah gede. Cerita ini pun hanya khusus untuk yang sudah gede. Kalau belum sunat, dilarang baca. Gue ngga tanggung dengan akibatnya. Catet tuh! Kalau lu pada ngaku sudah gede, tolong buktiin ke gue khususnya kalau lu udah gede beneran. Kalau cewek tuh udah kedatangan tamu bulanan dan kalau lu cowok kaya gue, lu pasti ngertilah apa yang gue maksud. Lu udah mimpi basah belom? Disiram air Emak lu misalnya. Basah kan? Kalau belom, please jangan lanjutin baca. Gue takut kena razia gara-gara ngasih cerita ini.


Udah gue bilang, jangan dilanjut kalau lu belum gede. Entar didamprat sama yang punya warnet. Kita buat perjanjian ya? Lu pada ngga bakalan nuntut gue kalau terjadi hal-hal yang ngga diinginkan. Tolong jangan nyepam di blog ini. Yang punya sudah terlalu baik mau muat tulisan gue. Oke? Deal ya?


Oke, karena sudah deal, gue akan cerita perihal kelakuan gue sebagai remaja atau bahasa gaulnya ABG, Anak Baru Gede. Kata Emak, gue emang baru gede.  Kata Emak lagi, anak ABG itu kudu bisa bangun subuh sendiri, solat ngga di suruh, belajar sendiri, rajin olahraga dan bantu Emak serta Babe tercinta. Itulah namanya anak ABG.


ABG itu identik dengan sesuatu yang baru, gampang penasaran dan pengen coba-coba. Hal itu juga terjadi pada gue. Temen gue sering ngajakin nonton pilem yang gambar sampulnya Tom and Jerry. Kadang di dalemnya ada gambar majikannya. Tapi menurut gue, tuh badan ngga proporsional banget.


Dari situ, gue ngerasain sesuatu yang berbeda dengan diri gue. Gue jadi pengen itu. Akhirnya gue observasi ke tempat-tempat strategis di mana gue bisa nyalurin keinginan gue itu. Pastinya gue sendiri dong, ngga mungkin ngajakin Emak.


Gue bener-bener nemuin tempat itu. Di sana dia menjulang tinggi, pokoknya asoy geboy. Gue raba-raba perlahan. Buset dah, halus bener, mana putih lagi! Gue buka baju seragam biru putih gue. Gue keluarin peralatan yang udah gue browsing di internet serta cara penggunaannya. Nih barang mahal coy, susah dapetin. Sumpe beneran ngabisin duit tabungan gue. Gue siap tempur!


Aduh, tinggi bener. Gue ngga sampe buat ngeraba bagian mulus yang atas. Gue buat lekukan tubuhnya. Sip! Tinggal ngewarnain. Gue kocok-kocok Mr. P, pilok mahal gue.


"Reno! Ngapain lu? Turun Nak!" teriak Emak gue.
"Ogah Mak! Reno dah pewe di mari."
"Lu gambar apaan sih? Wajah Emak jangan di gambar di dinding balai desa. Nanti dimarahin warga!"


Akhirnya gue turun juga padahal grafiti gue sama sekali belom jadi. Gue mau buat bentuk tubuh yang proporsional kaya tubuh Emak gue yang ngga ada lekukannya sama sekali. Seimbang kan ya? Sebagai anak ABG yang baik, kata Emak gue kudu manut. Ini demi kebaikan gue katanya.


Ini cerita ABG gue. Makanya, jika lu belum gede, kalau mau gambar grafiti di dinding yang tinggi lu kudu ada bimbingan dari orang tua. Ya udah gitu aja. Udah malem mau ngerjain pe er terus bobok.


"Artikel ini turut mendukung gerakan PKK Warung Blogger"

Sepatu Kaca Cinderella


Waktu menunjukkan pukul delapan malam. Cinderella gugup setengah mati memandangi sepatu kacanya yang tinggal sebelah. Tidak mungkin dia menghadiri pesta pernikahan Sahabatnya Sleeping Beauty hanya dengan satu sepatu.


Ibu Perinya sedang ijin sakit, jadi Cinderella akan menghadiri pesta tanpa sihir apapun. Tapi dia ragu, mana mungkin bisa? Yang datang ke sana Puteri dan Pangeran kerajaan terpandang di bumi. Sedang dia? Dia hanya Cinderella, pencinta hujan yang bermimpi menjadi Putri Cahaya Langit.


Cinderella kembali menatap sepatu kacanya. Dia membodohkan diri sendiri yang begitu ceroboh terhadap satu-satunya benda berharga yang dimiliki. Sebulan yang lalu, Cinderella menghandiri pesta kerajaan Zain. Atas bantuan Ibu Peri, Cinderella berubah menjadi Putri Cahaya yang cantik jelita. Raja Zain mengajaknya berdansa. Cinderella begitu senang karena menganggap Raja Zain seperti ayahnya sendiri.


Biasanya, saat ke pesta Cinderella menggunakan sandal jepit yang disihir menjadi sepatu kaca. Malam itu sandal jepit terakhirnya kotor sehingga dia menggunakan sepatu kacanya. Harusnya, Cinderella memakai sepatu itu saat hatinya telah mantap untuk menemukan pangeran impiannya. Naas, ketika jam dua belas malam Cinderella refleks berlari dan meninggalkan sepatu kacanya. Sayang, sampai sebulan ketika undangan pernikahan Sleeping Beauty datang padanya, Sang Pangerang yang dinanti tak kunjung mengembalikan sepatu kacanya. Lalu Cinderella harus bagaimana?


Cinderella menatap dirinya di cermin. Wajahnya tak begitu buruk, dia cantik. Dia masih punya satu gaun sederhana yang masih layak dipakai. Dia juga masih punya sepatu datar yang dibeli dari pasar loak. Cinderella akan datang ke pesta Sleeping Beauty dengan kesederhanaannya.


***


Perasaan gugup masih merajai hati Cinderella saat memasuki kerajaan Sleeping Beauty. Sleeping Beauty begitu cantik dengan sesosok pangeran tampan di sampingnya. Semua putri kerajaan telah hadir termasuk Snow White, Raja Zain dan keluarganya juga di sana. Ya Tuhan! Cinderella ingin berlari karena terlalu malu dengan pakaiannya yang begitu sederhana. Cinderella membalikkan badan mengambil langkah seribu. Sial, langkahnya terhalang seseorang.

“Hai, mau ke mana?” tanya laki-laki itu.

“Aku…,” Cinderella tertunduk, tak tahu harus menjawab apa.

“Pesta baru saja dimulai, kenapa buru-buru? Maukah kau berdansa denganku?”


Cinderella belum sempat menjawab, tapi laki-laki itu segera menariknya ke lantai dansa. Semua orang memandang mereka. Cinderella tentunduk, perasaan senang bercampur malu menjalar di sekujur tubuhnya. Usai berdansa, semua orang bertepuk tangan. Wajah Cinderella semakin memerah. Mereka pun menepi, menjauh dari kerumunan.

“Terimakasih karena sudah menemaniku berdansa.”

“Sama-sama. Bolehkah aku pulang?”

“Pulang?”

“Aku harus belajar. Banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan.”

“Tidak bisa! Kau tidak boleh pulang. Kau harus mendapat peradilan karena mengambil sesuatu tanpa ijin!”

“Aku? Aku tidak mengambil apa-apa.”

“Ikut denganku.”

Cinderella ingin memprotes, tapi terlambat. Laki-laki itu menariknya ke hadapan Raja Zain.

“Ayah, aku yakin gadis ini yang mengambil sesuatu yang berharga dariku.”

“Kamu yakin?” tanya Raja Zain pada putranya. Cinderella menggelengkan kepala. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang mereka maksud.

“Tentu saja. Ibu melihat aku ada di mata gadis ini. Aku juga melihat gadis ini dalam mimpiku. Dia sedang bermain dengan hujan dan pelangi di kerajaan langit. Pakaian yang sederhana, kepribadian yang sederhana, semua sesuai yang ada di mimpiku.”

Laki-laki itu menyunggingkan senyum pada Cinderella. Cinderella menatapnya tak mengerti.

“Tolong hentikan! Aku tidak mengerti apapun yang Raja dan Pengeran bicarakan. Apa yang telah kuambil?” tanya Cinderella.

“Hati kakakku.” bisik Snow White di telinga Cinderella.

Cinderella menutup mulutnya, menatap laki-laki yang mengajaknya berdansa.

“Selesaikan urusan kalian.” kata Raja Zain sambil menepuk pundak putranya.

Mereka pergi, meninggalkan Cinderella dan pangeran itu berdua.

“Jadi bagaimana?” kata pangeran malu-malu.

“Bagaimana apanya?”

“Maukah kau menjadi teman hidupku? Tempat dimana aku bisa menyandarkan bahuku?”

“Aku…, bagaimana dengan sepatu kacaku?”

“Aku meminta jawabanmu, kenapa bertanya tentang sepatu kaca?”

“Sepatu kaca itu yang akan mempertemukanku dengan pangeran. Apa kau menyimpannya?”

“Tentu saja tidak. Aku tidak memakai sepatu kaca.”

“Kalau begitu, aku…,”

“Jangan bilang kau menggantungkan jodohmu pada sepatu kaca jelek itu!”

“Kau!”

“Ketika kau bertemu seseorang dan merasakan kemantapan dalam hatimu, maka ikutilah kata hatimu. Jangan menggantungkan pada sesuatu yang tidak jelas kebenarannya.”

“Bagaimana jika pangeran itu mengembalikan sepatu kacaku?”

“Tidak akan!”

“Bohong!”

“Sandal jepit Hello Kitty, Shaun The Sheep, Angry Bird, Tom and Jerry, Mickey Mouse, dan masih banyak yang lain semua tertata rapi di rak.”

Cinderella tergagap, semua itu sandal jepit yang ditinggalkannya saat pesta.

“Kau menyimpannya?”

“Tentu saja.”

Tawa mereka pun meledak bersama.


Notes :
Deskontruksi Cinderella ngga ngetwis ya kan? :uhuk . Terserahlah, yang penting aku bahagia sangat atas pernikahan Mbak Maya, Putri Cahaya. Selamat menempuh hidup baru ya Mbak. Meskipun aku ngga hadir dipernikahanmu, tapi aku selalu berdoa semoga pernikahanmu sakinah, mawaddah wa rahmah. Tulisan dan cerita geje ini kado dariku. Hanya ini yang bisa aku berikan. Terimakasih karena selalu baik sejak pertama kita kenal di dunia maya akhir tahun 2011.


Setelah Mbak Maya menikah, semoga aku segera menyusul dan kita akan tetap menjadi teman yang baik. Semoga suatu saat nanti kita bisa bertemu ya? Jepara – Makassar? Hem… Apapun bisa terjadi :smile .
Happy to Marry Mbak Maya - Mas Helmi