"Tru, aku mencintaimu," bisiknya lirih
Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya. Suaranya lembut, benar-benar menggoda.
"Tru, kenapa kamu diam saja? Apa kamu tidak mencintaiku lagi?"
Mata tajamnya memandangiku lebih. Mata yang memancarkan pelangi saat aku mulai takut akan hujan. Mata itu milik Shina, mata yang selalu membuatku tenang.
"Shina, kenapa kamu memandangiku seperti itu? Kamu membuatku takut,"
"Itu salahmu, kenapa kamu diam saja tak menjawabku? Apakah ada wanita lain selain diriku? Ataukah kamu mulai mencintai ..."
Aku menyentuh bibir Shina dengan telunjuk kananku. Aku menghentikannya, aku tak ingin mendengar ucapannya lagi. Aku tak mau dia mengandai-andai sesuatu yang memang benar adanya.
"Apa laki-laki itu Dio?" Tanya Shina
"Sudahlah... Lupakan hubungan antara kita dan Dio. Kita sudah berjanji untuk mengikat cinta abadi berdua, apa kamu lupa itu?"
"Tentu saja tidak. Cinta kita akan kekal, hanya saja aku hawatir Dio atau perempuan lain akan merebutmu,"
"Shina, hanya kau perempuanku,"
"Trueliana, hanya kau perempuan terkasihku,"
Kami berpelukan dan tertawa bersama. Saling berdekapan membuatku merasakan kehangatan cinta yang tak pernah ku peroleh waktu kecil. Shina begitu hangat, tapi itu dulu bukan sekarang. Tak lama kemudian, aku mengambilkannya gelas yang sudah kuisi beberapa menit yang lalu.
"Ini minuman apa? Dari baunya, ini bukan anggur,"
"Yah, ini memang bukan anggur ini minuman spesial untuk cinta kita. Apa kamu tau ambrosia dan amerta?"
"Tentu saja aku tahu, keduanya adalah makanan dewa-dewi yang bisa memberikan kehidupan yang abadi. Lalu apa ada hubungannya dengan minuman ini?"
"Tidak ada, hanya saja aku berharap dengan minuman ini cinta kita akan kekal sampai nanti. Jika di dunia ini kita terhalang oleh kesamaan raga, mungkin nanti setelah reinkarnasi kita akan menjadi sepasangan kekasih selamanya. Nanti di surga, kita harus makan khuldi lebih dulu agar selalu kekal. Dulu Tuhan Marah karena Adam dan Hawa berbeda jenis. Tapi kita ini sama, mungkin saja Tuhan tidak akan marah,"
"Apa kamu yakin Tru? Tuhan tidak akan marah?"
"Mungkin saja, maka dari itu minumlah air ini. Ini tidak memabukkan,"
"Kita harus sama-sama saat meminumnya,"
Aku mulai meneguk air yang ada di gelasku dan Shina pun begitu. Aku ingin segera melihat reaksi ramuan yang ku racik khusus untuk Shina. Aku berdoa semoga nanti Shina akan abadi bersama cinta kita bukan denganku. Jujur saat ini aku ingin bersama Dio, merasakan dekapan hangatnya. Apa aku salah? Aku hanya wanita dan ketika ada rasa untuk Dio, aku tidak bisa menolak untuk kesekian kalinya.
Tenggorokanku tiba-tiba panas, ototku terasa kencang, nafasku sesak. Kepalaku pusing, mataku kabur dan sepertinya aku mulai berhalusinasi. Ah ... Apa-apaan ini? Bisikku dalam hati. Gelas ditanganku jatuh bebas, aku tersungkur ke lantai. Mataku berat dan mulutku seperti mengeluarkan busa. Samar-samar terdengar suasa Shina.
"Tru maafkan aku. Aku ingin kau abadi bersama cinta kita bukan bersamaku,"
Aku seperti terbang jauh. Kini aku melihat Shina berjalan keluar kosku menuju gerbang depan. Mereka bergandengan mesra, Shina dan Dio dengan senyum indah seolah dunia hanya milik mereka berdua.
***
Cerita diatas hanya sekedar fiksi belaka, ditulis dalam rangka meramaikan Kontes Flashfiction Ambrosia yang diselenggarakan Oleh Dunia Pagi dan Lulabi Penghitam Langit