Jiah My Id

The Power of Anak Kampung

Powered by Blogger.

Prompt #16: Kisah dari Balik Jendela

Source
"Mak, kalau Hana keluar, Hana bisa ambil bintang?" tanya seorang anak perempuan pada Emaknya. Si Emak mengangguk mengiyakan.


Si anak kembali menatap dan merapat ke jendela kaca rumahnya.


"Hana juga bisa main bola, ketemu Messi, Hana juga bisa naik pesawat kaya Pak Habibi, iya kan Mak?" tanyanya lagi.


"Iya sayang. Kamu bisa melakukan apa saja yang kamu mau. Tapi tidak sekarang. Pertama kamu harus membuka jendela terbesar sebelum membuka jendela rumah kita."


"Iya Mak, Hana janji akan semangat! Hana mau pergi ke sungai Nil dulu Mak."


Si anak berlari mengambil buku ceritanya tentang Sungai Nil.



MFF


Kesandung Cinta

Aku tersentak saat membaca SMS dari Kapten Bhirawa yang mengabarkan bahwa beliau telah sampai di kota Surabaya dan sedang perjalanan menuju rumah. Firasatku sedikit tidak enak dengan kedatangan beliau yang sangat mendadak. Inspeksi dadakan ini seolah menyudutkanku. Apa mungkin ini ada hubungannya dengan pekerjaanku yang tidak beres selama dua tahun menjaga Kinar anak semata wayangnya? Semoga semua baik-baik saja. Toh aku masih bisa mengendalikan perasaanku sendiri.


Kuambil agenda harianku sebagai catatan kegiatan yang Kinar lakukan. Kubaca sekilas, memastikan tidak ada bagian dari kegiatan kuliah Kinar yang terlewatkan. Bel rumah berbunyi, sepertinya Kapten Bhirawa telah datang.


“Selamat pagi Kapten.” sapaku
“Pagi. Kinar dimana?”
“Masih di kamarnya Kapten. Hari ini tidak ada kuliyah.”
“Bawa agendamu, aku tunggu di ruang kerja!”
“Siap Kapten!”

***

Kapten Bhirawa membaca catatanku dengan serius sambil memilin kumis tebalnya. Aku hanya berdiri tegak di depannya menunggu penilaian terhadap pekerjaanku.

“Mencintaimu itu seperti mencintai bintang. Tampak dekat tapi jauh.”

Aku tersentak mendengar ucapan Kapten Bhirawa.

“Aryo? Apa-apaan ini?” bentak Kapten Bhirawa dengan menyodorkan sebuah kertas merah jambu.
“Itu…,” kataku terputus. Aku tak tahu dari mana kertas itu.
“Apa kamu punya pacar?”
“Siap tidak punya!”
“Lalu kenapa surat cinta ini ada di agendamu ha? Apa kamu mencintai seseorang?”
“Siap iya!”
“Nikahi dia!”
“Siap iya! Tapi…,”
“Tapi kenapa? Ketika mencintai seorang gadis, kamu harus bertanggung jawab untuk segera menikahinya. Pernikahan itu untuk menyempurnakan agama, kenapa harus ditunda? Jadi kapan kamu mendatangi orang tuanya?”
“Siap! Minggu depan saya sampaikan proposal pernikahan saya kepada ayahnya!”
“Bagus! Kamu kupecat jadi pengawal Kinar!”
“Siap iya! Lho? Kapten? Kenapa saya dipecat?” ucapku bingung.
“Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina!” kata Kapten Bhirawa.


Beliau melempar agendaku ke meja kemudian bangkit dari kursinya. Aku berbalik mengikuti arah Kapten Bhirawa pergi. Ada Kinar disana tersenyum begitu manis. Sebelum Kapten Bhirawa menarik tangan Kinar, aku sempat mendengar ucapan lirih Kinar,

“Kerja bagus Mas Aryo!”

 Cerita  ini diikutsertakan pada Flash Fiction Writing Contest: Senandung Cinta

Berani Cerita #14: Bayangan Hitam

Aku baru saja selesai memotong kuku saat suara salam dari masjid itu mengalun. Rasanya kaget saja mendengar  Bu Puspa warga yang baru dua minggu di kampungku telah berpulang. Seisi kampung berkumpul tepat di depan rumahku dan aku pun ikut bergegas melihat kondisi jenazah Bu Puspa.


Kondisi jenazah baik-baik saja, berbaring di  balai bambu reotnya. Hanya saja ada yang aneh, rumah yang dia tempati kosong tanpa perabot. Padahal aku yakin betul, kemarin saat aku mengirimkan makanan kenduri, masih ada meja kursi disana. Hanya ada seekor kucing hitam di samping jenazahnya.

***

Malam ini malam ketujuh kepergian Bu Puspa. Tak ada acara tahlilan seperti pada umumnya karena Bu Puspa tinggal sendiri. Banyak sekali pertanyaan yang muncul, siapa Bu Puspa? Yang jelas, aku pun semakin tidak bisa tidur karena sering melihat bayangan hitam di rumah peninggalannya. Kuberanikan diri untuk bertandang ke rumahnya memastikan bahwa tidak ada apa-apa dan semua baik-baik saja.


Kubuka pintu perlahan, gelap. Kuhidupkan senter yang sejak dari tadi kupegang. Aku melonjak kaget melihat darah bercecer di depan pintu. Kemarin kondisinya bersih, kenapa sekarang begini? Bulu kudukku terasa berdiri. Ya Allah, ada apa ini?

Bruak!!! Aku menyenggol sesuatu.

“Suttt, diam!” kata seseorang lalu menarikku berjongkok.
“Hei, ada apa?”
“Diam Ton, jangan teriak!”
“Roni? “
“Ikan hiasku setiap hari hilang!”
“Lalu ngapain disini?”
“Aku yakin pencurinya ada disini.”
“Bu Puspa?”
“Mungkin. Bisa jadi dia hidup lagi gara-gara kucingnya.”
“Ngayal.”

Meong. Si kucing hitam itu keluar dengan ikan dimulutnya membuatku mengelus dada. Kasihan, mungkin dia kelaparan sejak ditinggal pemiliknya.

Notes:
Susahnya buat cerita kucing gara-gara ngga terlalu suka kucing :uhuk . Puspa sendiri adalah tokoh utama novel Sang Mucikari.