Jiah My Id

The Power of Anak Kampung

Powered by Blogger.

25 Januari

"Alexa!!!"


Astaga!!! Mami!!! Kupalingkan wajah dan menarik tangan Duma, pacarku.


"Duma, ayo kita pergi." ajakku.

"Tunggu! Es krimnya belum jadi."

"Udah ayo pergi."


Mami terlalu gesit, dia sudah ada di belakang kami.


"Alexa, kamu kok ada di mall?" tanya Mami.

"Anu Mi...,"

"Siapa sayang?" tanya Duma. Kuinjak kakinya, dia menjerit.

"Au!!!"

"Alexa? Kamu bolos kuliah? Siapa laki-laki ini?" Mami mulai mengintrogasi.

"Duma, Tante. Dumari. Tante Ibunya Alexa?"

"Iya. Lidya, Mami Alexa yang cantik sejagad raya tiada duanya." kata Mami tertawa.


Kuputar mata, ya ampun, Mami!!! Kutarik napas dalam-dalam. Tamatlah riwayatku!!!


"Mi, Alexa ke toilet dulu. Duma, kamu ngobrol dulu sama Mami."


Tamat sudah kisah cintaku ini. Aku bersembunyi di balik dinding memperhatikan Mami dan Duma. Kuambil catatan kecil di tasku. Tanggal 25 Januari 214, putus dengan Duma. Duma pacar ke-17 yang kemungkinan besar akan didepak Mami dari hidupku. Ya Tuhan!!! Aku bukan anak kecil lagi!!! Mami yang single parent terlalu over protektif denganku. 


Semua pacarku tidak ada yang bertahan lebih dari tujuh hari kecuali Duma. Duma memang berbeda dari pacar-pacarku yang lain. Dia bukan ABG, dia sudah bekerja itu yang aku tahu. Bisa bertahan back street sampai satu bulan merupakan catatan sejarah dalam perjalanan percintaanku. Aku tidak rela kalau sampai putus dengan Duma. Aku harus mempertahankan Duma, titik. 


Kulihat Mami dan Duma, mereka cekikikan. Aneh!!! Kok bisa?


"Alexa sudah datang. Mami pamit kalau gitu. Jaga anak gadis Mami ya Duma." kata Mami mencium pipi Duma kemudian pipiku juga.

"Beres, Mi!"


Mami pergi jauh, aku kaget luar biasa.


"Kamu ngomong apa sama Mami? Kok bisa akrab gitu?"

"Rahasia!"

"Duma." aku merajuk. Dia nyengir.

"Mami tanya siapa nama lengkapku. Kujawab Dumari Harlino. Mamaku ngefans Dude Harlino sampai dia ngasih nama Dumari, dua lima januari biar kaya Dude, dua desember. Ternyata Mami kamu ngefans juga sama Dude Harlino."


Tawaku meledak! Mami!!!

***

Notes:
Ditulis dengan sepenuh hati pada malam minggu kelabu karena malam nggak mungkin langit nya merah, di tengah pergolakan batin karena banyak hal termasuk gagal traveling, hujan yang ternyata sudah berhenti, banjir yang surut, macetnya Jepara, antrian bensin dan BBM yang orangnya kaya semut, kebingungan cari warnet, perjalanan ke rumah sakit dan akhirnya dapat warnet :uhuk .Ditulis dalam rangka ulang tahun Monday FlashFiction yang pertama. Selamat ulang tahun MFF!!! :hepi :luph . Terima kasih karena telah menerimaku menjadi bagian dalam grup ini. Terima kasih buat semua pembelajarannya. Aku cinta MFF dan kalian semuaaaa :luph *TebarCiuman :calm . Selamat ulang tahun!!!!

Tanahku

Bismillaahirrahmaanirrahiim….


Kita manusia terbuat dari tanah, katanya. Dan aku percaya bahwa kita akan kembali di kubur di tanah yang sama dari mana kita diciptakan.


Ngomogin tanah, aku punya satu plastik kecil tanah yang dibawakan Bu e dari rumah. Dulu saat pertama kali meninggalkan rumah tahun 2004, Bu e juga bawain aku tanah. Katanya sih supaya di Ponpes aku kerasan. Tahun 2008 setelah satu tahun di rumah, aku tinggal di Ponpes lain dan tanah itu juga masih aku bawa. Kali ketiga, 2012 ketika aku tinggal di hutan, tanah yang lama mau aku bawa, tapi sama Bu e diganti tanah baru. Sekali lagi bilang, biar aku kerasan.


Nggak tahu itu asal mulanya dari mana, tapi ya aku percaya aja. Jadi ke mana pun aku pergi, tanah itu selalu aku bawa karena aku naruhnya di tempat pensil. Aku sih mikirnya bukan hanya biar kerasan, tapi biar kita juga ingat kampung halaman. Kampung di mana kita lahir dan dibesarkan. Kalau kamu, apa yang selalu kamu bawa dari kampung halamanmu? :smile .


Notes :
Kerasan is betah

Fenomena Pengemis Kaya

Bismillaahirrahmaanirrahiim….


Kita pasti tahu dong fenomena pengemis kaya yang menghebohkan itu? Yap, pengemis yang punya uang puluhan juta. Keren! Aku pikir sih fenomena itu cuma ada di TV, kota besar. Tapi ternyata, di desa tempatku tinggal sekarang juga ada :uhuk .


Beberapa kali dalam seminggu, biasanya aku pergi ke pasar. Nah di pasar ini beberapa kali aku nemuin Bapak-bapak yang minta-minta. Badannya tinggi, kalau dilihat mah dia nggak kurang sesuatu apapun. Kalau toh dia mau kerja lain, aku yakin pasti bisa. Terus aku ngasih dia uang gitu? Nggak :uhuk . Aku bawa uang belanja aja, nggak bawa uang pribadi. Nanti kalau kurang kan nggak enak :smile .


Beberapa waktu kemudian, penghuni pasar pada ngobrol-ngobrol. Kebetulan sebagian penjualnya aku kenal dan sudah akrab. Aku tanya deh, ada apa kok pada ribet gitu? Ternyata mereka lagi ngomel tentang si Bapak pengemis. Dia minta-minta tapi pulangnya bawa motor bagus banget. Hadeuh! Fenomena banget kan ya? :uhuk .


Setelah kopdar awal tahun 2014, aku sempat mampir ke Showroom tempat kerjaku dulu. Setelah ngobrol temu kangen sama temanku yang ternyata masih kerja di sana, tiba-tiba ada panggilan dari pintu depan. Aku hafal banget tuh suara. Suara Ibu-ibu yang minta-minta yang wajahnya kaya orang India.


Aku sudah hampir dua tahun nggak kerja di Showroom, tapi kok ya yang minta-minta masih sama, orang itu lagi. Dulu hampir tiap hari Ibu itu datang sama anaknya. Kalau secara matematis, Sentra Patung itu rumahnya lebih dari 100. Dimisalkan aja Ibu itu berjalan dari ujung barat Sentra Patung sampai ujung timur. Jika tiap rumah ngasih uang minimal 500 rupiah, berarti hasil uang minta-mintanya 100 x 500 = 50.000. Woaaa~ Amazing!!! :omg .


Terus, kita harus bagaimana?


Sering kali, jujur aku juga bingung menghadapi mereka yang minta-minta. Tapi kalau ngaca, kita ini juga tukang minta, minta sama Tuhan. Aku sih lebih suka orang ngamen atau nari tari daerah untuk nyari uang dari pada minta-minta gitu. Kalau di Jakarta, orang yang ngasih uang peminta-minta itu kena denda. Kalau di Jepara, nggak tahulah. Mungkin ya kita perlu ngasih pencerahan dan pelatihan ketrampilan supaya mereka bisa mandiri dengan membuat karya. Semoga saja :smile .