Jiah My Id

The Power of Anak Kampung

Powered by Blogger.

Belajar Tersenyum

Aku masih ingat betul dulu saat bosku berkata bahwa mukaku itu’Kecut’, asam tidak enak dipandang karena tidak pernah tersenyum. Aku mengakui itu. Ya, dalam dunia real, aku memang susah sekali untuk bergurau yang tidak penting. Aku akan tersenyum kalau aku mau, kalau hatiku merasa bahagia. Aku tidak bisa berpura-pura tersenyum saat hatiku sakit atau tidak ada sesuatu yang lucu menurut versiku.


Yang kuyakini adalah, setiap orang punya versi sendiri untuk mengatakan itu lucu. Bagiku, yang telah berlalu, ucapan dan gurauan bosku itu garing. Jujur, aku sendiri tidak gampang untuk akrab dengan orang baru, termasuk bos baruku itu. Aku harus memahami bagaimana sifatnya, karakternya yang pasti sangat bertolak belakang denganku.


Waktu pun berlalu. Setelah beberapa bulan, aku semakin mengerti siapa bosku. Ditambah lagi, diakhir 2012 aku bisa menulis, bangun dari hiatus. Aku bisa bergaul lagi dengan teman dunia mayaku sehingga tidak merasa tertekan seperti beberapa bulan yang lalu ketika sama sekali tidak ada teman beradu argument.


Aku berusaha tersenyum, bukan karena bosku tapi terlebih karena aku sendiri, keluargaku dan teman-teman dunia mayaku. Yah, aku, mereka berusaha menyemai cinta walau pun tidak pernah bertatap muka. Kita saling berdiskusi, berbagi apa-apa yang bisa dibagi.


Hai, bagaimana dengan bosku?
Aku tetap tersenyum padanya. Sampai hari ini, bosku sering bilang, “Ji, setahun yang lalu kamu susah sekali tersenyum, sekarang Alhamdulillah sudah bisa.” Aku pikir tak ada salahnya aku tersenyum meskipun karena hal lain bukan karena bosku. Dengan tersenyum, paling tidak aku bisa melegakan hati bosku yang setres berat gara-gara seniorku – karyawan lain - yang selalu membuatnya pusing.


Harapanku, semoga dengan senyumku itu bukan hanya bosku yang bisa lega hatinya tapi seniorku juga. Walaupun usia mereka dibawahku, mereka bisa jauh lebih sopan, tidak banyak tingkah sehingga tidak membuatku berkata dengan nada tinggi.


Aku tersenyum dari hati dan aku yakin apa yang aku sampaikan lewat senyum itu sampai juga di hati mereka. Sampai hari ini aku masih belajar tentang menyemai cinta bukan hanya dengan keluargaku tapi dengan orang lain. Aku hidup bukan hanya dengan diriku dan keluargaku, tapi dengan orang lain juga. Aku tidak berharap timbal balik atas semua yang kulakukan. Selama aku bisa melakukan hal baik, aku akan tetap melakukannya.


Tersenyumlah karena dengan senyumanmu itu tidak hanya melegakan hatimu tapi hati orang lain disekitarmu. Dan ingatlah, jangan terlalu banyak tertawa di dunia karena bisa jadi saat diakhirat nanti kamu akan menangis. Lakukan apa pun yang baik menurut-Nya. Lakukan sekarang, karena kita hidup cuma sekali. Esok tak akan terulang lagi.



Tulisan ini diikutsertakan untuk GA dalam rangka launching blog My Give Away Niken Kusumowardhani

Lari Darimu

Kulirik pertigaan dekat RS. Sultan Hadlirin yang dulu saat sore hari selalu ada polisi. Ah maksudku operasi kelengkapan berkendara, ya helm, spion, STNK maupun SIM. Dulu sih aku sering terkaget-kaget kalau ada operasi. Mendadak badan panas dingin. Padahal aku cuma bonceng, yang jadi supir si Kakak yang sudah punya SIM. Gila? Iya. Tapi untung, beberapa kali saat helmku ketinggalan di showroom, tidak ada operasi :uhuk .


Sudah setahun lebih aku resign dari showroom dan bekerja di tempat lain. Sering kali aku wira-wiri keluar dan menggunakan motor. Kadang ke kantor pos, ke pasar, ke kecamatan, ke kota, ke ATM. Parahnya, aku tidak punya SIM. PeDe? Wajib.


Kali ini aku mendapat tugas mengirim air galon ke kota gara-gara tukang antarnya pulang kampung. Setelah perjalanan panjang yang cukup membuat jedag-jedug, sampai di pertigaan yang kumaksud ternyata tidak ada polisi, aman sejahtera. Kulanjutkan perjalanan lagi karena bosku yang juga ikut mengirim air galon sudah jauh di depan.


Akhirnya, lima ratusan meter sebelum terminal bayangan ada operasi. Aku juga melihat ada polisi melaju ke arahku. Langsung saja aku berbelok masuk ke sebuah SD untuk bersembunyi. Hadeh, benar-benar tidak patut dicontoh.


Kata Kakakku, kalau ada operasi semacam itu kita kudu PeDe tingkat dewa. Kita tidak boleh panik, selama masih menggunakan helm, spion lengkap dan lampu yang menyala meskipun tidak punya SIM :smile . Aku sering menghayal, “Pak polisi ganteng, tilang aku dong!” Kenyataannya, nyaliku ciut tetap saja menggunakan jurus ‘Ngumpet’.


Setelah aman dari operasi, rasanya aku tidak kapok untuk bersembunyi lagi. Semoga setelah ini aku punya motor dan budget untuk membuat SIM. Antara penting dan tidak, alasan utama aku belum buat SIM itu karena tidak punya motor sendiri. Klise banget kan? Kelakuanku di atas harap jangan ditiru. Kalau nyali kalian ciut untuk kejar-kejaran dengan Pak polisi maka buatlah SIM. Okey? :smile


Tulisan ini diikutsertakan pada Kinzihana's GA

Prompt #16: Kisah dari Balik Jendela

Source
"Mak, kalau Hana keluar, Hana bisa ambil bintang?" tanya seorang anak perempuan pada Emaknya. Si Emak mengangguk mengiyakan.


Si anak kembali menatap dan merapat ke jendela kaca rumahnya.


"Hana juga bisa main bola, ketemu Messi, Hana juga bisa naik pesawat kaya Pak Habibi, iya kan Mak?" tanyanya lagi.


"Iya sayang. Kamu bisa melakukan apa saja yang kamu mau. Tapi tidak sekarang. Pertama kamu harus membuka jendela terbesar sebelum membuka jendela rumah kita."


"Iya Mak, Hana janji akan semangat! Hana mau pergi ke sungai Nil dulu Mak."


Si anak berlari mengambil buku ceritanya tentang Sungai Nil.



MFF