Jiah My Id

The Power of Anak Kampung

Powered by Blogger.

Kamu, Kamu, Kamu

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

***

Aku melihat Vino masuk ke perpus, tumben! Dia mengedarkan pandangan ke kanan dan ke kiri seolah mencari seseorang. Sesaat mata kami bertemu kemudian dia tersenyum dan melangkah ke arahku. Perpus sore hari memang sepi, jadi Vino melenggang santai dengan siul menggodanya.


"Nay! Sabtu sore gini masih di sini aja. Keluar yuk?"


Kututup bukuku dan memandangnya.


"Males ah Vin. Mengingat yang dulu-dulu, nasib sial selalu datang kalau aku sama kamu."

"Kali ini nggak lagi deh. Serius!"

"Aku...,"

"Vino!!!" teriak seseorang dari arah pintu. Risa, pacar Vino.

"Waduh! Mak Lampir datang." bisik Vino.


Risa berjalan dengan berkacak pinggang. Cerita lama, mereka pasti bertengkar. Aku menatap bukuku dan tenggelam di dalamnya.


"Kamu kok mutusin aku lewat SMS gini sih? Kamu pikir aku cewek apaan?"

"Kamu cewek beneranlah! Masa cewek jadi-jadian?"

"Apa salah aku?"

"Aku ngerasa nggak nyaman sama kamu, Ris. Daripada kamu sakit hati dan mumpung hubungan kita masih sebulan, kita putus aja."

"Terus kata cinta yang kamu ucapin dulu, apa artinya?"

"Hati orang nggak bisa dipaksain kan, Ris? Perasaan ini bukan itu kamu. Aku nggak pernah tahu kalau aku bisa merasakan perasaan lain. Aku benar-benar peduli, dan melakukan semua hal untuk kamu, kamu, kamu."


Aku menatap Vino seketika saat mendengar kata-kata terakhirnya. Dia tersenyum padaku sementara Risa cemberut di sampingnya.


"Kamu jahat!" teriak Risa kemudian pergi berlalu.

"Aku rela ngelakuin apa aja demi kamu, Nay. Dan aku juga tak akan meminta balasan apapun."


Kami tersenyum saling bertatapan dan kini aku tahu apa yang aku mau.


"Vino aku...,"

"Kamu mau apa?"

"Rambutan!" teriakku melembar satu biji rambutan plastik.

"Aaaaa!!!"

Vino pun lari tunggang langgang karena fobianya.

Kopdar Sebulan yang Lalu

Bismillaahirrahmaanirrahiim....


Hari ini adalah tepat 1 bulan aku kopdar lagi sama Mbak Rosa dan Mbak Susi plus tambahan baru teman Mbak Rosa yaitu Mbak Isti. Sebelumnya di awal tahun kami kopdar di Taman Baca Alun-Alun Jepara. Kali itu kopdar kita punya rute yang berbeda :uhuk .


Kenapa nulis kopdarnya baru sekarang, Ji? Ya aku sibuk #Alibi :uhuk .


Sebenarnya sih di awal Maret Mbak Rosa sudah ngajakin main ke rumah Mbak Susi. Tapi waktu itu aku nolak soalnya baru pulang pas ada pameran buku di Gedung Haji Jepara. Untungnya, Allah ngasih jalan kebaikan kehingga tanggal 28 Maret 2014 aku bisa pulang :smile . Jadinya tanggal 29 Maret kita kopdar :uhuk .


Rute pertama kopdar itu ke Musium Kartini. Aku udah beberapa kali ke sana, tapi ya pengen lagi :smile . Kita bertiga (Aku, Mbak Rosa dan Mbak Isti) muter-muter rada nggak jelas gitu di Musium :uhuk . Foto juga tapi pakai tabletnya Mbak Isti. HPku malah nggak ada fotonya #Payah. 


Setelah puas bergejean ria, kami pergi ke Perpustakaan Daerah Jepara. Tujuannya buat minta formulir untuk kartu perpus :uhuk . Aku sama Mbak Rosa niat pengen punya kartu, pengen aja :uhuk . 


Setelah beberapa waktu, hal yang ditunggu-tunggu yaitu ke rumah Mbak Susi. Aku bilang sama Mbak Rosa kita ke sananya diam-diam aja, surprise gitu :uhuk . Dan setelah sampai di sana, alhamdulillah Mbak Susi di rumah dan lumayan kaget orangnya huahaua :smile .


Kita main, ngobrol sambil belajar buat bunga-bungaan dari flanel. Kita? Mbak Rosa sama Mbak Isti ding wong aku buat sesuatu yang bukan bunga. Pokoknya yang rada absurd gitu :uhuk . Dari jam 09.00 pagi dan akunya pamit duluan di jam 15.00 sore.


Rasanya bisa kopdar itu menyenangkan :uhuk . Memang nggak jauh kita kopdarnya tapi ada aja yang bisa kita lakuin kalau ketemu. Untuk fotonya aku nggak punya :hwa . Tapi ini nih post Mbak Rosa tentang kopdar kami di 2 Hari Penuh Warna.


Thanks buat kalian yang mau kopdar geje sama aku. Next, aku mau ke.... Tunggu ceritaku selanjutnyaaaa. Happy Blogging :smile

Gandewa Asmara

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

***

Diriku dan khayalan
dalam kenyataan
Kini kualami satu masa indah
dalam tidurku
Kita pun bermesraan
Saling mengikat janji
Seolah diriku dan kamu
bagai sepasang kekasih

Virzha mengerjap-ngerjapkan matanya. Sinar matahari dari balik jendela kamar membuatnya terbangun dari mimpi basahnya. Alisnya berkerut, berpikir keras mengingat-ingat kembali mimpinya. Tersadar, dia baru saja bangun dari mimpi basah dan itu gila.


Seulas senyum tersungging dari bibirnya antara aneh tapi kagum. Dia belum pernah mimpi seperti itu dengan seorang gadis apalagi gadis itu adalah Ellyane. Ellyane gadis yang selalu marah-marah padanya. Ellyane yang selalu menjadi musuh di kelasnya. 


Kenapa malah Ellyane, bukan Ratna gadis yang jelas-jelas diincarnya? Kenapa Virzha harus mimpi berlarian di tengah hujan untuk mengejar Ellyane? Kenapa Ellyane tersenyum padanya saat akhirya mereka berdiri di tengah hujan dengan pakaian yang basah? Kenapa mereka berpegangan tangan seperti sepasang kekasih? Pertanyaan itu terus bergelayut di kepala Virzha. Bagaimana bisa?  Virzha menepuk jidatnya tak percaya. Dia pasti sudah gila.

***

Ellyane menundukkan kepala dalam-dalam saat berpapasan dengan Virzha di kantin sekolah sementara Virzha sendiri tak hentinya menatap Ellyane dengan perasaan aneh. Ellyane tersenyum geli kemudian menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. 


Semalam Ellyane mimpi berlarian di tengah hujan dengan Virzha. Virzha musuhnya, bukan Virzha yang lain karena memang tak ada laki-laki yang berani mengganggunya selain Virzha. Dalam mimpinya Virzha memegang tangannya erat seperti sebuah janji yang tak terucap. Mereka saling bertatapan, tersenyum, dan kemudian Virzha mendekatkan wajahnya pada Ellyane. Di tengah derasnya hujan dan ketidakmampuan Ellyane menahan dingin, Ellyane memejamkan mata, merasakan hawa panas seperti sengatan listrik yang menjalar ke tubuhnya akibat genggaman tangan Virzha. Hembusan napas Virzha begitu dekat dengan wajahnya hingga Ellyane menggigit bibirnya dan terbangun karena sakit di bibirnya. Sial!


Mungkinkah dirimu cinta kepadaku
Seperti mimpi-mimpi yang s'lalu datang dalam tidurku
Inikah kenyataan atau bunga
tidurku
Seolah diriku dan kamu bagai sepasang kekasih

Bagaimana bisa kau hadir di mimpiku
Padahal tak sedetik pun kurindu dirimu


Aku menatap Virzha kemudian Ellyane. Aku tersenyum geli melihat tingkah lucu mereka. Yang satu menunduk dalam dan tersenyum geli, sementara yang lain menatap dengan perasaan aneh dan bertanya-tanya. Bagaimana bisa mereka mimpi hal yang sama?


Dan kita berjumpa dalam mimpi
Kau pun merasakan itu
Mungkinkah ini takdirnya


Aku membolak-balikkan agenda di tanganku. Mereka sudah pantas mendapat perasaan lebih di usia mereka yang ketujuh belas. Sudah saatnya meleburkan kebencian yang mereka bangun dan menggantinya dengan benih indah yang lain. Benih yang membuat perasaan menjadi lebih hangat, lebih indah.


Kututup agenda tebalku dan berdiri. Kukepakkan kedua sayapku. Kuambil panah dan busurku. Saatnya memanahkan cinta.

Cupid vector
Credit

Giveaway Hujan Daun-daun

Thanks for:
The Groove - Khayalan

Quiz Monday FlashFiction Prompt #4: Ayunan Si Kunyit

Credit
Bismillaahirrahmaanirrahiim....
  ***

Kutendang kerikil yang berada di tengah jalan agar jauh ke pinggir rerumputan. Hari pertama masuk sekolah membuatku sedikit lelah. Aku terlambat bangun pagi sehingga gagal mendapat bangku paling depan. 


Kuhentakkan kaki sebal sementara rok merahku sedikit diterbangkan angin. Kulihat si Kunyit Mimi dengan rambut singanya melamun sedih di ayunan favoritnya di bawah pohon sawo. Liburan sekolahku berakhir membuat Mimi sedih. Tak ada yang mengajaknya bermain lagi.


"Kunyit! Bengong mulu! Nanti dimakan hantu pohon sawo lho!" godaku sambil mengayun-ayunkan Mimi.

"Hore! Kak Dea udah pulang! Bisa main ayunan lagi. Dorong keras Kak!" kata Mimi kegirangan.


Kuayunkan Mimi tinggi, lebih tinggi dan dia menjerit.


"Nyit, mainnya di dalam aja yuk! Pohon sawonya kan banyak ulet. Nanti kamu gatel-gatel."

"Gak mau Kakak!"


Mimi cemberut, aku tak akan tega melihatnya begini.


"Ayunkan yang tinggi, Kakak!"


Kudorong ayunan Kunyit lebih jauh, lebih tinggi. Dia menjerit lagi.


Kunyit melepaskan pegangan dari ayunan. Dia menggaruk-garuk tubuhnya. Ayunan masih melambung tinggi. Kunyit hilang kendali dan jatuh tersungkur. Kepalanya berdarah.


Seminggu berlalu sejak insiden Kunyit jatuh dari ayunan. Aku menatap bekas pohon sawo yang ada di depan rumah. Dulu kunyit selalu bernyanyi riang di sana. Setiap pulang sekolah dia selalu di sana, tapi kini tak ada.


Aku melangkah gontai menuju pintu. Di pojok teras ayunan Kunyit teronggok. Tak ada lagi ayunan si Kunyit di pohon sawo.


"Hore Kakak Pulang! Kak ayo main!"

"Mau main apa, Nyit? Gak ada ayunan lagi. Emang kamu udah sembuh?"

"Udah dong! Alergi gatel gara-gara uletnya ilang, pohon sawonya juga. Sekarang kita masak-masakan aja!"


Mimi menyodorkan kaleng bekas susu dan tanah liat di dalamnya. Aku tertawa mengelus rambut berkuncir kudanya.


"Untuk QUIZ MONDAY FLASHFICTION #4 - Sketch Prompt"


Notes:
Mari Curhat!!! :uhuk
Aku pernah main ayunan sama kedua Mbakku. Ayunannya tinggi digantung di pohon sawo. Aku dan Mbakku jarang main bareng soalnya mereka dari pagi sampai sore sekolah. Kalau bisa main bareng itu namanya amazing :uhuk . Tapi aku nggak pernah jatuh dari ayunan :uhuk . Seingatku, dulu aku nggak pernah main masak-masakan sama Mbakku. Kalau sama Kakak sih pernah :uhuk . Kalau pun aku ngayal buat masak-masakan tanah liat, itu nggak akan jadi kenyataan :smile . Nyatanya aku pernah masak beneran masak makanan yang enak di makan, huahhahah :uhuk . Oh iya, Kunyit itu nama panggilan yang dikasih Mbakku. Kenapa Kunyit? Halah wong aku juga nggak tau, hihihi :wek .

Diam itu [Bukan] Emas

Bismillaahirrahmaanirrahiim....


Pernah dengar apa itu Pesantren? Pernah
Pernah tinggal di sana? Pernah
Ada sesuatu yang tidak kamu lupakan saat di sana? Ada, banyak :smile .


Versi saya jaman sekolah itu, kalau tinggal di Pesantren kita akan mendapat dua hal. Satu bisa nggaji. Dua bisa sekolah. Jadi ngaji sambil sekolah, bukan sekolah sambil ngaji.


Saya pernah sekali pindah pesantren. Saya nakal? Tidak sih, cuma saya punya pemikiran yang rada absurd saja :uhuk .


Setelah Kyai Ponpes Roudhotul Muta'allimin Bawu Jepara (Ponpes pertama saya) wafat, Ponpes jadi berbeda. Terlebih di tahun terakhir saya duduk di MTs, hampir semua teman seangkatan Boyong aka pulang ke rumah. Kalau saya bertahan di sana, kemungkinan besar saya akan jadi senior dan saya tidak mau itu terjadi. Jadi, dengan alasan absurd atas nama tidak mau jadi senior, saya pindah ke Ponpes Roudhotul Hikmah (Masih di Bawu Jepara juga) di tahun ke dua saya duduk di bangku MAN.


Dan setelah di sana dengan segala perbedaan, ternyata saya yang junior malah menjadi senior dalam hal usia. Maunya menghindar ternyata ketiban juga. Harusnya saya meluruskan niat.


Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Dengan segala perbedaan di ponpes pertama, saya harus beradaptasi dengan tiga orang santri lain. Dikit amat Ji? Iya, ponpes ke dua memang banyak santri putranya daripada santri putrinya. Dan beradaptasi dengan tiga biji orang saja ternyata lumayan susah. Bohong kalau selama saya di sana tidak pernah bertengkar dengan mereka. Bahkan dengan Inayah, teman sekamar, saya juga sering berselisih pendapat. Kadang saya pikir mereka sungkan karena usia saya yang lebih tua beberapa bulan dari mereka meskipun kami satu angkatan beda sekolah.


Awal tahun 2010 menjadi awal yang sedikit buruk bagi saya. Tahun itu kami akan menghadapi ujian akhir sekolah dan berpisah menuju jalan masing-masing. Saya benar-benar setres dengan ujian itu. Ada masalah dipemikiran dan lainnya membuat semuanya kacau. Saya berusaha fokus belajar, menjadi serius dan itu bukan saya.


Saya menjadi makhluk Tuhan yang pendiam, penyendiri, tidak mau diganggu, anti bising dan fokus belajar. Sedang teman saya yang lain mereka santai, tidak terlalu pusing dan mereka masih bisa tertawa. Sedikit keributan terkadang membuat saya marah pada mereka. Ini benar-benar bukan saya. Diam yang katanya emas ternyata tak berarti apa-apa. Saya merasa terasing, dikucilkan dan jujur saya setres lahir batin.


Di satu titik, saya seolah mengulang masa lalu. Di pesantren yang dulu saya pernah didiamkan teman sekamar tanpa tahu kesalahan apa yang saya perbuat. Saya minta maaf kepada mereka, tapi seolah mereka tak peduli. Dan pada saat itu juga saya langsung menemui teman-teman, meminta maaf kepada mereka. Ini murni kesalahan saya, keegoisan saya. Saya menangis, mereka juga. Dan yang jauh lebih penting dari semua adalah kelegaan hati saya. Saya merasa bebas, damai dengan hati, perasaan dan juga teman-teman saya.


Diam itu emas, tapi tidak selamanya. Kadang kala lebih baik kita diam dalam suatu masalah, tapi ada banyak masalah yang harus kita selesaikan dengan bicara. Di dunia ini kita tidak hidup sendiri, ada orang lain juga. Perbedaan dalam pertemanan itu biasa. Yah karena Tuhan pun menciptakan kita berbeda-beda tapi dalam satu titik kita bisa menjadi satu.


Dan pada saat perpisahan itu tiba, ada rasa manis yang pantas dikenang dan ada rasa pahit yang harus dilupakan.


Sampai saat ini saya masih berhubungan baik dengan Inayah meskipun jarang SMS/telfon seperti dulu. Saya sibuk dengan pekerjaan dan dia sibuk mengurus anak dan suaminya. Untuk teman lain, jujur saya kehilangan kontak karena rumah mereka cukup jauh dari jangkauan saya.


Saat Idul Fitri tiba, saya menyempatkan diri untuk datang ke ponpes-ponpes saya dulu. Rindu? Jelas. Rindu akan suasana ngaji dan kebersamaannya. Ilmu saya masih belum seberapa saya masih ingin belajar. Tapi toh hidup harus tetap berjalan kan? Masih banyak hal yang perlu saya lakukan dikehidupan nyata, realita dan tentunya bukan di pesantren saja.

logotrilogipesantren
Credit

“Tulisan ini diikutsertakan pada Trilogi Giveaway ‘Action for Pesantren’ bersama Ruang Sederhana”