Jiah My Id

The Power of Anak Kampung

Powered by Blogger.
Showing posts with label All About Nay. Show all posts
Showing posts with label All About Nay. Show all posts

#FFRabu: Kapan Nikah?

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

***
Sumber

Kondangan pernikahan lagi? Siapa takut! Jangan panggil Vino kalau tak punya seribu satu cara untuk menjawab pertanyaan, kapan nikah.

“Hei, Vin! Mana gandengannya?” tanya Reza, si  tukang pamer pasangan.

 “Ada! Kenapa emangnya?” 

Keyakinan itu perlu. Kan setiap makhluk diciptakan berpasangan.

“Kapan nikah?”

“Segera!”

Dia tertawa.

“Kamu nggak percaya?” Aku melirik sekitar, “Kenalin, dia calon istriku!”

Perempuan yang baru lewat di sampingku bingung. Aku mengedip-ngedip.

“Betul, Nay?” tanya si Reza.

Perempuan itu mengangguk canggung.

“Selamat ya Be! Akhirnya Babe Harun punya mantu juga. Saya permisi dulu, Be!”

Reza kabur, sementara aku merinding waktu nengok ke belakang.

“Jadi, kapan kamu ngelamar Nay?”

***

#FFRabu @MondayFF #Pernikahan #JanganTanyaKapanSayaNikah

badge

Prompt #90 - Tak Kan Pernah Ada

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

***



Orang bilang, pertengkaran menjelang pernikahan itu lumrah. Perdebatan, pertentangan bahkan keputusan membatalkan pernikahan sudah banyak terjadi. Sama halnya denganku saat ini.

"Sudah ada kabar tentang keberadaan Nay?"

Aku menggeleng sementara lawan bicaraku terlihat sedih.

"Aku pulang dulu. Semoga kita segera mendapat kabar baik."

Aku mengangguk lalu menyesap jus merahku. Aku bisa merasakan Nay dalam diriku. Nay yang selalu ada di pikiranku. Nay yang mengalir dan larut dalam darahku.

Kami bertengkar. Dia memutuskan membatalkan pernikahan kami. Dia marah. Dia mengatakan aku gila. Katanya aku butuh dokter. Padahal yang kubutuhkan hanya dia. Ya dia, hanya dirinya.

Memikirkannya membuatku haus rindu. Kusesap lagi jus merahku. Kuharap saat ini Nay tahu isi hatiku. Kusesap lagi dan sesuatu menyangkut di lidahku. Ah cincin Nay. Pantas saja aku merasakan belaian tangannya di wajahku. Rasa jari Nay memang tak ada duanya.

***

Notes:
Saya nggak tau mau nulis apa. Pengen minum es teh tapi nggak ada. Akhirnya buat es gula hihih #Segerrrr :uhuk

Prompt #90 - Tak Kan Pernah Ada | Monday FlashFiction

#FFRabu: Ingat Kamu

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

***

Sambil mengumpat aku membuka pintu kamarku. Ingin rasanya membabat makhluk yang sudah berani mengganggu acara tidur siangku.

"Sia..., eh Nay. Tumben kemari. Ade angin ape?"

Amarahku merosot seketika melihat wajah cantik Nay, anak Ibu Kontrakan.

"Nay inget Abang mulu," katanya malu-malu.

Aku meringis. Ini mah pucuk dicinta ulam pun tiba. Jarang-jarang Nay bisa lugu begini. Biasanya galak setengah mati.

"Abang jadi malu, Nay. Segitu kangennya ya?"

"Nay sebenernye mau bobok siang, eh keinget Abang. Langsung aja Nay ke sini."

"Terharu Abang jadinya. Diinget mulu sama Nay,"

"Iya Nay inget Abang belum bayar kontrakan 3 bulan. Buruan gih bayarnya!"

***

#FFRabu @MondayFF

Dear Mbak Nay

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

Hai Mbak Nay. Bagaimana harimu? Deg-degan kah? Aku rasa iya. Aku sengaja tidak memberi gangguan karena aku ingin kau menikmati masa singlemu bersama keluarga.

Masih ingatkah saat pertama kita bertemu di dunia maya?

Dulu saat pertama kali aku memutuskan menulis di blog, kau adalah orang pertama yang memfollow Sisi Lain. Padahal kita tidak saling kenal. Tapi gara-gara nama Naya Belo/Naya El Betawi, jujur membuatku penasaran.

Di blogmu kau selalu menulis dengan bahasa Betawi karena kamu memang dari sana. Ada saja cerita yang membuat pembacamu tersenyum apalagi kalau menyangkut Vino G Bastian.

Sayang, entah karena hal apa kau menutup blogmu. Aku sempat kehilanganmu. Beruntung karena Mbak Tya, aku bisa mendapat nomormu dan akhirnya kita bisa saling berkabar.

Dan karenamu, di Sisi Lain aku membuat label All About Nay. Cerita fiksi tak seberapa tentang seorang Nay. Sayang sekarang aku belum membuatnya lagi.

Kini waktu berlalu, kita sudah berbeda. Aku harap walaupun kita sampai hari ini belum bertemu, semoga kita masih tetap berteman baik. Dan ya, semoga Allah meridhoi kita bertemu.

Dan hari ini, apa masih deg-degan juga? Bagaimana akad nikahnya? Kau bahagia kan?

Selamat menempuh hidup baru. Semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah. Dikaruniai anak-anak yang soleh-solehah.

Maaf karena tidak bisa menghadiri pernikahanmu. Dan ya hanya ini yang bisa kuberikan. Semoga kau selalu bahagia, begitu juga kita semua.

:hepi :hai

Kamu, Kamu, Kamu

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

***

Aku melihat Vino masuk ke perpus, tumben! Dia mengedarkan pandangan ke kanan dan ke kiri seolah mencari seseorang. Sesaat mata kami bertemu kemudian dia tersenyum dan melangkah ke arahku. Perpus sore hari memang sepi, jadi Vino melenggang santai dengan siul menggodanya.


"Nay! Sabtu sore gini masih di sini aja. Keluar yuk?"


Kututup bukuku dan memandangnya.


"Males ah Vin. Mengingat yang dulu-dulu, nasib sial selalu datang kalau aku sama kamu."

"Kali ini nggak lagi deh. Serius!"

"Aku...,"

"Vino!!!" teriak seseorang dari arah pintu. Risa, pacar Vino.

"Waduh! Mak Lampir datang." bisik Vino.


Risa berjalan dengan berkacak pinggang. Cerita lama, mereka pasti bertengkar. Aku menatap bukuku dan tenggelam di dalamnya.


"Kamu kok mutusin aku lewat SMS gini sih? Kamu pikir aku cewek apaan?"

"Kamu cewek beneranlah! Masa cewek jadi-jadian?"

"Apa salah aku?"

"Aku ngerasa nggak nyaman sama kamu, Ris. Daripada kamu sakit hati dan mumpung hubungan kita masih sebulan, kita putus aja."

"Terus kata cinta yang kamu ucapin dulu, apa artinya?"

"Hati orang nggak bisa dipaksain kan, Ris? Perasaan ini bukan itu kamu. Aku nggak pernah tahu kalau aku bisa merasakan perasaan lain. Aku benar-benar peduli, dan melakukan semua hal untuk kamu, kamu, kamu."


Aku menatap Vino seketika saat mendengar kata-kata terakhirnya. Dia tersenyum padaku sementara Risa cemberut di sampingnya.


"Kamu jahat!" teriak Risa kemudian pergi berlalu.

"Aku rela ngelakuin apa aja demi kamu, Nay. Dan aku juga tak akan meminta balasan apapun."


Kami tersenyum saling bertatapan dan kini aku tahu apa yang aku mau.


"Vino aku...,"

"Kamu mau apa?"

"Rambutan!" teriakku melembar satu biji rambutan plastik.

"Aaaaa!!!"

Vino pun lari tunggang langgang karena fobianya.

Valentine Nay

Bismillaahirrahmaanirrahiim....


***


Aku menahan napas. Ini gila! Dua lelaki saling berjabat tangan, lama dan mata mereka saling memandang. Errrr!!! Mesranya. Kuhitung angka satu sampai sepuluh di dalam hati. Oke! Mereka mesra karena sampai detik kesepuluh tangan mereka masih terjalin erat.


Aku mundur mencari minuman di pesta valentine yang maha tidak penting ini. Sudah kuduga sebelumnya, mungkin akan seperti ini. Gadis jomblo sepertiku datang dengan kakak laki-laki yang menurut gosip yang beredar adalah seorang homo tidak akan menguntungkan sama sekali. Alih-alih ingin dapat pacar, justru kemesraan Reza kakakku dan Vino calon gebetanku yang kudapat. 


Baiklah, mereka dulu satu kelas saat SMA. Vino pernah datang ke rumah sekali seingatku. Aku masih SMP jadi ya tidak terlalu paham dengan hubungan mereka. Aku berbalik arah setelah mendapat minumanku. Hei! Ke mana mereka?


"Nay!" Tya sahabatku menepuk bahuku.

"Hai. Lihat Mas Reza tidak?"

"Tadi sih ke halaman belakang sama Vino. Kau tahu, sepupuku itu yang bantu dekorasi pesta ini. Dia senang sekali kamu mau datang di tengah hiruk pikuk valentine yang menurutmu maha tidak penting ini."

"Kurasa bukan aku yang dia harapkan." kataku berjalan ke halaman belakang. Tya mengekor di belakangku.

"Maksudmu apa?"

"Lihat! Mesra banget mereka!" aku menunjuk ke arah Mas Reza dan Vino yang saling berpelukan. Vino terlihat bahagia, senyumnya lebar.

"Ah! Mesranya!" Tya bertepuk tangan.

Aku menyipitkan mata pada Tya sementara dia tersenyum geli dengan deretan gigi putihnya. Mas Reza dan Vino berjalan ke arahku. Kuputar bola mataku melihat Vino merangkul Mas Reza.

"Nay! Ngapain di sini? Ayo masuk." ajak Vino.

"Mas, pulang yuk! Nay pusing."

Bagaimanapun, aku tidak sanggup menahan rasa patah hati ini.

"Oh tidak bisa Nay! Mas Reza dan aku mau kencan." kata Tya menggamit lengan Mas Reza. Aku melotot padanya sementara Mas Reza menggaruk kepalanya dan Vino cekikikan di sampingnya.

"Apa-apaan kalian!" protesku.

"Sini, kenalan sama calon kakak ipar." kata Tya menjabat tanganku.

Kuputar mataku lagi. Gila! Aku meninggalkan mereka.

"Nay, tunggu!" Vino menggapai lengan kananku. Aku berbalik menatapnya tak mengerti.

"Ini bukan rencana untuk menutupi kehomoan kalian kan?"

Vino menahan tawanya.

"Apa yang lucu?" tanyaku.

"Kau!"

"Aku?"

"Kau pikir aku homo?"

"Bisa jadi."

"Kalau begitu aku taubat dari masa homo."

"Hey!"

"Masa penantian sudah berakhir. Tidak sia-sia lima tahun nunggu restu Reza buat macarin adiknya yang manis." Vino mengedipkan matanya dengan genit.

Aku kaget kemudian menahan senyum dari bibirku. Kulirik Mas Reza di seberang, dia tersenyum ke arahku.


***

Notes :
Kyaaaa~ Valentine maha tidak penting. Selamat ulang tahun buat Mbak Naya Belo dan Mbak Siti [Teman sekolah]. Tambah barokah usianya, sukses selalu :smile . Selamat ulang tahun buat yang ulang tahun. Aku kemarin juga sudah nambah umurnya :uhuk .

Merdeka

"Vin, gue mau ngomong sesuatu."

"Ngomong aja Nay, gue dengerin kok." jawabku sambil benerin posisi tenggeran di atas pohon jambu.

"Kita putus!"

"Apa?"

"Gue pikir lebih baik kita putus aja dari pada lu gue kalahin mulu saat adu nguber layangan. Gue malu Vin, malu!"

"Gue pikir, lu cinta mati sama gue Nay. Ternyata gue salah. Gue kecewa Nay sama lu."


Tanpa pikir panjang,  aku langsung meloncat ke bawah meninggalkan Nay yang masih terpaku di atas pohon jambu.


"Vin! Maafin gue!" ucap Nay


Gue berjalan tanpa peduli panggilan Nay. Ditanggal 17 Agustus ini akhirnya gue bebas, hore!!!

Kopi

Vino menyodokan cangkir kopi kepadaku. Moodku benar-benar tidak bagus hari ini.

“Harus berapa kali kukatakan? Aku tidak suka kopi! Kau merusak moodku Vin.”

“Cobalah! Sekali saja. Hujan di luar, aku pikir ini bisa sedikit menghangatkan.”

“Kenapa suka kopi? Pahit tau!”

“Kopi ini tidak terlalu pahit daripada kehidupan yang kita jalani. Dari kopi pahit inilah kita bisa belajar banyak hal. Karena pahit jadi kita bisa merasakan hal manis.”

Udara semakin dingin. Kucoba kopi Vino satu teguk. Pahit! Sementara Vino menandaskan kopi sampai ampasnya.

“Kamu minum ampasnya juga?”

“Enak kok!”

Aku menggeleng tidak percaya.

“Selama minumnya liatin kamu, berasa manis aja Nay.”

Credit

Prompt #27: Malam Pertama

Tubuhku menegang melihat Nay duduk manis di depan cermin. Rasanya panas tubuh ini, keringat dingin mengalir. Aku sempat menelan ludah beberapa kali saat memandangi tubuh Nay yang terbungkus lingerie seksi. Rasanya seperti mimpi melihat Nay di sini, di kamar ini.

"Vin, sini! Kenapa di situ aja?" kata Nay mengagetkanku.

"Iya, sebentar Nay. Aku kunci dulu pintunya."

Dia tersenyum kemudian aku berlalu menuju pintu. Aku harus memastikan semua pintu terkunci.

Dengan malu-malu aku mendatangi Nay yang sudah duduk di ranjang pengantin. Mama yang menghiasnya untukku dan Nay. Ranjang dengan taburan bunga mawar. Nay terlihat begitu cantik sama seperti dua belas tahun yang lalu.

"Malam ini kamu cantik, Nay!" pujiku.

"Berarti, kemarin-kemarin aku ngga cantik dong?"

"Ngga gitu. Maksudnya kamu lebih cantik malam ini." jawabku malu-malu.

"Vin, lebih deket dong!"

"Kenapa Nay? Apa ini kurang deket?"

"Aku pakai parfum baru lho. Coba deh cium di sini!" kata Nay menunjukkan leher mulusnya.

Lagi-lagi aku menelan ludah. Nay benar-benar berpengalaman tentang hal ini.

"Wangi!" kataku setelah mencium lehernya.

"Kalau eyelinerku sudah rata belum?" tanya Nay sambil mendekatkan tubuhnya ke arahku.

Jantungku seperti berhenti berdetak. Ya Tuhan! Wajah Nay begitu dekat. Matanya yang belo, bibirnya yang merah merona ingin sekali kukecup lembut.

"Vin?"

"Ya!"

"Gimana?" katanya mengedipkan mata.

"Sekarang?"

Nay mengangguk. Aku merebahkan tubuh Nay di ranjang. Perlahan, kudekatkan wajahku ke wajahnya. Kurapal doa kemudian mencium keningnya perlahan. Sesenti lagi aku turun ke bibir merahnya, dan...

"Mama! Mama belum bobok kan? Reza ngga bisa bobok!" terdengar suara Reza, batita anak semata wayang Nay di depan pintu.

"Belum sayang." jawab Nay tersenyum geli saat memandangku.

Aku bangkit menuju pintu. Kubuka perlahan dan Reza segera berlari ke arah Nay.

"Reza ngga bisa bobok di kamar baru. Papa Vino, Reza boleh bobok di sini kan?" katanya merajuk.

"Boleh dong! Sini!" jawabku.

Kubuka slimut ranjang pengantinku. Reza dengan gesit masuk ke dalamnya, memeluk Nay erat. Bukankah menjadi hal yang istimewa saat menikah langsung dapat bonus?. Buy one get one free.

Kurapal doa, kupejamkan mata. Begitu saja.

MFF

***

Notes :
Susah nulis ginian.... kacau banget kan ya? :uhuk

Andra Bukan Andra

Aku baru saja mendudukkan pantatku di bangku saat suara berisik para gadis mengganggu telingaku. Saat ini jam istirahat. Memang menjadi rutinitas yang wajar mendengar jeritan gila mereka.

“Andra!!! I LOVE YOU!!!” kata para gadis yang saling menyahut.

Aku tahu betul, Andra cowok paling popular di sekolah selalu menjadi yang nomor satu. Anak kelas XI itu, wajahnya memang tampan. Tinggi dan otaknya juga tidak terlalu buruk. Apa peduliku dengan dia? Aku di sini untuk belajar, bukan untuk mengejar lelaki. Persetan dengan Andra.

“Nay! Ayo ke lapangan bola!” ajak Tya teman sebangkuku.

“Males, ah!”

“Kak Andra lagi main bola. Kabarnya anak kelas XI tanding sama anak kelas XII.”

“Terus? Gue harus bilang, oh my God!

“Nay! Kamu tolol atau apa sih? Ngasih dukungan dikit kenapa? Bagaimanapun, kamu kan tetangganya.”

Aku nyengir. Yap! Andra memang tetanggaku. Terus, masalah buat kalian semua?

“Aku lebih suka Bale dari pada Andra.”

“Terserah! Bale item aja dilike. Payah!”

Memang, kalau Bale hitam kenapa? Dia ganteng, main sepak bolanya juga bagus. Lagian, sekarang Bale jadi pemain top dunia. Andra! Tidak ada apa-apanya deh.

***

Hari ini aku berangkat lebih pagi. Ada piket pagi ini membuatku harus ekstra untuk menyelesaikan semuanya sebelum anak-anak masuk kelas. Biasanya aku berangkat normal. Suasana sekolah yang sepi, sepertinya memang sangat aman dan menyenangkan.

Aku baru saja selesai membuang sampah ketika tanpa sengaja aku menabarak seseorang. Kubersihkan rokku sambil mengucapkan maaf sebelum aku mendongakkan kepala.

“Andra?”

“Hai Nay!”

“Maaf. Aku ngga sengaja.”

“Ngga papa, Nay.”

“Tumben pagi-pagi sudah datang.”

“Tumben? Setiap hari aku selalu datang lebih pagi, Nay.”

“Masa?”

“Ngga percaya? Besok, kamu boleh kok nebeng motor aku.”

Mataku menyipit, 

No!

Aku meninggalkan Andra yang masih melongo.

“Kenapa?” tanya Andra.

“Males aja!”

Aku terus berjalan tanpa menengok ke belakang. Andra pikir aku bisa segampang itu untuk berboncengan di atas motornya? Memperhatikan punggungnya, mencium aroma parfumnya. Memeluk tubuh kekarnya? Ih No! Ah! Aku bukan perempuan gampangan. Membiarkan Andra mendekat, itu sama artinya mempersilakan diri sendiri masuk ke dalam kandang buaya. 

***
Masih seperti hari yang kemarin-kemarin. Teriakan demi teriakan menggema memanggil nama Andra. Aku berjalan menuju perpustakaan dan menoleh ke arah lapangan. Andra tersenyum lebar saat mata kami saling bertemu. Hei! Mungkin saja bukan tersenyum ke arahku. Aku saja yang kege-er-an. Aku melirik ke samping kanan dan kiriku. Tidak ada orang. Dasar Andra!!!

***
Aku meraba laci mejaku. Tidak ada. Aku membuka tas ranselku, juga tidak ada. Kemana buku tugasku? Ya Tuhan! Banyak tugas yang kukerjakan dan kucatat di sana. Bagaimana ini? Mana hari ini ada tugas yang harus dikumpulkan lagi.

“Tya, kamu tahu ngga buku tugasku?”

“Buku tugas? Yang bagaimana? Warnanya apa Nay? Hello Kitty atau yang gambar Bale?”

“Yang biru muda itu lho. Polos. Biasanya aku buat ngerjain tugas.”

“Kemarin bukannya kamu bawa ke perpustakaan?”

“Iya, yang itu.”

“Bentar-bentar. Kayanya kemarin Andra bilang dia nemuin buku di perpustakaan.”

“Andra?”

“Iya Andra.”

Sial! Pantas saja dari kemarin dia senyam-senyum tak tentu. Ternyata ini tujuan utamanya? Mengambil bukuku kemudian tidak mengembalikannya. Rumah beda satu gang saja tidak mau mengembalikan. Jangan-jangan, ini hanya alat agar aku mau berangkat bareng saat ke sekolah. No!

Aku bangkit dari tempat dudukku kemudian melenggang pergi.

“Mau kemana, Nay?” tanya Tya.

“Mau ngasih pelajaran buat Andra!”

“Lho? Kok? Nay, tunggu…!”

Jarak dari kelasku menuju lapangan bola cukup jauh. Aku berlari menuju lapangan bola di mana Andra sedang bermain bola. Rasanya panas, mengingat kelicikan yang dia lakukan. Aku bukan perempuan gampangan! Andra harus mencatat itu dalam otak tololnya.

“Andra!” teriakku. Aku berjalan ke tengah lapangan.

Andra menoleh, permainan berhenti. Semua mata melihatku.

“Ada apa, Nay?”

“Ada apa? Sini balikin bukuku!”

“Buku? Buku apa?”

“Buku tugasku. Aku tahu, ini pasti rencana jahatmu. Cepetan balikin!”

“Rencana jahat apa coba? Buku yang kamu maksud, buku apa?”

“Sudah, jangan banyak mulut! Dasar buaya!”

Andra memandangku tak mengerti. Kuayunkan kepalan tanganku pada perutnya. Aku melenggang pergi dan semua orang menyerbu Andra. Jeritan demi jeritan menggema.

“Hei! Anak kelas X! Lu kok berani-beraninya buat malu Andra? Pake nonjok segala lagi!” kata teman sekelas sekaligus fans Andra.

“Bodo amat!” kataku berjalan menjauh.

Andra! Ini belum ada apa-apanya.

“Nay!” teriak Tya.

“Apa?”

“Aku panggil ngga nyaut-nyaut. Kamu tadi ngapain di lapangan? Kok jadi ribut kaya gitu? Heboh banget deh! Kamu tadi nendang bola ke gawang?”

“Aku habis ngasih pelajaran sama si Andra! Pake tinju maut!”

“Ha?”

“Kok ha, sih?”

“Emang, Kak Andra ngapain kamu? Dia macem-macem sama kamu? Harusnya kamu bersyukur Nay, bisa diapa-apain sama Kak Andra!”

“Gila!”

“Kok gila?”

“Katamu dia yang nemu bukuku? Dia ngga mau balikin, aku labrak aja! Pake ini!” kuperlihatkan kepalan tanganku pada Tya.

Oh my God, Nay!  Bukan Kak Andra!”

“Ha?”

“Andra anak X 5 Bukan Kak Andra!”

“Jadi, Andra bukan Andra?”

“Kamu sih! Aku tadi kan belum selesai ngomong!”

“Ah, what ever. Sudah terlanjur!”

Ya Tuhan! Bagimana ini? Nasi sudah jadi bubur. Andra sudah terlanjur malu. Aku tidak mungkin lagi mencabut kata-kata yang sudah keluar tanpa permisi saat di lapangan tadi. Tonjokkan itu, pasti sangat sakit! Gila! Mimpi apa aku ini? Kok bisa sih salah mengira? Padahal pelajaran mentaksir waktu Pramuka nilainya bagus.

Jam masuk berbunyi. Aku kembali ke kelas dan mendapati buku tugasku di atas meja. Aku memandang dan menyentuhnya tak percaya.

“Andra, anak kelas X 5 tadi yang balikin.” kata Tya.

Aku beringsut di atas meja. Bodoh! Bodoh! Bodoh!

***

Langit mendung semendung hatiku. Aku masih belum bisa memaafkan diriku dengan insiden penonjokkan Andra di lapangan bola tadi. Semua mata memandang sinis ke arahku. Sialnya, pendukung Andra terlalu banyak. Mereka bisa-bisa datang ke kelas hanya untuk marah-marah padaku. Itu saja kalau di sekolah. Bagaimana kalau mereka membuntutiku dan mendapati rumahku berdekatan dengan rumah Andra? Bisa mati mendadak aku. Aku bukan siapa-siapa di sini. Mungkin aku akan meringkuk di dalam kelas sampai siswa-siswi lain pulang. Gila! Aku ketakutan.

Langit meneteskan air matanya. Mungkin dia juga merasa sedih sama dengan yang kurasa. Ah! Itu hanya alasanku saja. Hanya sebuah pembelaan bodoh. Mencari pertolongan pada siapa lagi selain pada Tuhan?

Aku berdiri mematung di teras depan gerbang sekolah. Sendiri. Sebenarnya masih ada satu dua anak yang ke sana ke mari di saat hujan lebat seperti ini. Setidaknya, mereka bukan fans Andra. Paling tidak, aku bisa aman untuk hari ini. Entah untuk hari esok.

"Belum pulang, Nay?"

Jantungku berpacu, siapa yang memanggilku? Aku menengok, sepertinya,

"Andra?"

"Iya, ini aku. Kenapa Nay?"

"Kok kamu belum pulang?"

"Kok  balik  nanya, sih? Aku tadi ketiduran di UKS. Perutku sakit. Rasanya melilit-lilit bagaimana gitu."

"Sakit? Pasti gara-gara tonjokkanku tadi ya? Maaf ya? Sekarang apa masih sakit?"

"Iya aku maafin. Tapi, masih terasa sakit, Nay."

"Sebelah mana? Mana yang sakit?"

Aku meraba lengan kiri Andra tapi tangan kanannya menghentikanku. Mata kami bertemu. Dia memandangku sambil menggenggam tanganku lalu di letakkan di dada kirinya. Jantungnya berdetak hebat membuat nafasku sesak.

"Sebelah sini, jauh lebih sakit, Nay!"

"Di sini? Jantung? Kamu sakit jantung?"

"Bukan, Nay. Hatiku yang sakit."

"Hati? Bukannya hati di sini?" kutarik tanganku dan menunjukkan letak hati di perut kananku.

"Pokoknya sakit, Nay!"

"Bodo amat. Aku mau pulang!"

"Jangan!"

Andra meraih tanganku.

“Jangan pergi, Nay,” pintanya. Aku memandang mata coklatnya yang teduh.

“Jangan pergi dari hatiku.” sambung Andra.

“Sinting!”

Andra menarikku, memenjarakanku dalam dadanya yang hangat.

“Aku memang sinting, Nay. Semua karena kamu.”

“Lepaskan, Andra!” kataku meronta.

“Kadang pembalasan jauh lebih kejam, Nay.”

“Lakukan apa pun yang kamu mau! Biar puas sekalian!”

“Kamu yakin?” kata Andra menghadapkan wajahku ke wajahnya.

“Tentu saja. Memang kamu mau apa?”

“Aku mau ini!” 

Andra semakin mendekatkan wajahnya. Aku kaget, tak siap dengan serangannya yang tiba-tiba hanya bisa memejamkan mata. Ya Tuhan! Tolong aku! Semoga ini bukanlah hal yang buruk. Aku merapal doa, membiarkan bibirku komat-kamit.

Satu, dua, tiga detik hingga satu menit berlalu. Andra melepaskan tubuhku. Kubuka mata perlahan. Dia tersenyum memandangku.

“Apa kata Ibumu nanti kalau sampai aku menciummu tanpa permisi? Lagian, apa kata fansku kalau perempuan yang meninju perutku malah dapat ciuman? Bisa-bisa mereka ikutan meninjuku lagi!” katanya terkekeh.

Wajahku panas. Mungkin kini berubah menjadi merah gara-gara sindiran Andra itu.

“Ayo pulang, Nay!”

Aku mengangguk mengiyakan ajakan Andra. Dia menarik tanganku, menggenggamnya lembut. Merasakan getaran hangat yang menjalar dari ujung kaki hingga ubun-ubunku.

“Langit kok masih mendung aja ya? Padahal hujan sudah reda.” ucap Andra.

“Langitnya cerah kok.”

“Cerah dari mana, Nay? Mendung gini!”

“Cerah kok. Suer!”

“Kamu lihat langit yang mana sih?” tanya Andra memandang wajahku.

“Itu, di situ. Langit di matamu cerah banget!” jawabku tersipu.

****

Love at School @AlamGuntur

Anak Babe

Hujan perlahan turun, sial! Aku benci hari ini. Aku sudah menyetrika rapi bajuku. Hujan merusak hari ini. Aku berdiri di halte bus bersama orang-orang yang entah aku tak tahu apa yang mereka lakukan. 

Padatnya tubuh manusia, tak mengahalangi mataku untuk memandang seseorang yang tiba-tiba datang bak bidadari yang turun dari langit. Wajahnya manis, seolah cinta datang dengan tiba-tiba.

"Ape lu? Belum pernah liat orang cakep?" katanya pada laki-laki yang tanpa kedip melihatnya.

Kami naik bus yang sama. Dia duduk tepat di depanku. Lagi, sepertinya aku jatuh cinta.

***

"Hallo Vin, ada yang baru lho?" kata Wahyu sahabatku, mengudarakan suaranya lewat HP

"Apa?"

"Oreo rasa jeruk!"

"Kampret! Ada apaan sih?"

"Ada anak baru. Cakep bener dah!"

"Anak mana?"

"Gue ngga tau lah. Tapi tadi ada di depan rumah kontrakan lo."

"Masa?"

"Ntar gue pacarin pokoknya. Titik!"

"Kambing lo!"

Aku bergegas menuruni anak tangga. Ada seseorang di depan TV. Kenapa tadi aku tidak melihatnya? Apa mungkin anak baru yang mau ngekos di rumah Babe? Ah Babe ini. Aku sudah bilang ngga mau ada orang lain di rumah ini.

"Hei. Siapa lo?" kataku.

Dia menoleh. Astaga! Langit runtuh. Bidadari di halte bus tadi. Ya Tuhan! Aku jatuh cinta.

"Nay." katanya memperkenalkan diri.

"Anak mana lo?"

"Aku anak dari istri ketiga bapakmu!"

***
Ngasih hadiah : September Bahagia by harryirfan

RT @NafriYrrah: ANAK BARU. “Anak mana Lo?” | “Aku anak dari istri ketiga bapakmu!”

Notes :
Pos awal di sini : Tiba - Tiba Cinta tema lagu Tiba-Tiba Cinta Datang

Jodoh

Cinta Pandangan Pertama. Mempelai wanita itu… Nay. Tersenyum bahagia, malu-malu dengan wajah memerah. Dia cinta pertamaku, cinta pada pandangan pertama saat aku dan dia berlari mengejar layang-layang putus saat masih SD. Manis, sederhana, mata belo, celana butut dan aku suka.

Source + Editan
Aku memandangnya, masih tak percaya dia yang jadi mempelai wanitanya. Mata kami kini saling bertemu, aku menunduk malu. Dia menghampiriku.


"Vino!"

"Nay...."

"Aku hampir ngga percaya dengan semua ini!" katanya dengan riang.

"Aku juga Nay. Seperti mimpi saja."

"Setelah kamu menghilang sekian lama, akhirnya kita bertemu juga."

"Iya."

"Kamu percaya jodoh, kan, Vin?"

"Tentu saja Nay. Vino percaya, kita memang ditakdirkan berjodoh."

"Gue suka gaya lu Vin!" ucap Nay sambil memelukku.

"Ih bused. Malu Nay dilihat orang!"

"Ngga papa. Aku ngga peduli!"

"Kamu itu ngga sabaran banget!"

"Egp tau!"

Dengan PD Nay menggandeng tanganku, mengenalkan kesemua orang siapa diriku, Vino. Aku hanya tersenyum malu melihat antusiasme Nay.


Aku masih terngiang kata-kata Ibu. Cinta pandangan pertama memang benar adanya. Kata Ibu, itu artinya jodoh. Aku pergi berlayar jauh menyeberangi pulau. Ternyata, apa yang Ibu bilang itu benar adanya. Jodoh itu tidak akan lari ke mana. Dia akan bertemu, pasti. 


Aku melihat Nay lagi. Wajahnya memancarkan cahaya. Akhirnya aku dan dia bertemu juga di pelaminan. Nay mempelai wanitanya dan aku tamu undangannya. 

***

RT @nafriyrrah: CINTA PANDANGAN PERTAMA. Mempelai wanita itu…

NGASIH HADIAH: SEPTEMBER BAHAGIA by harryirfan

Notes :
Inspirasi dari Sini :uhuk

Berani Cerita #25 Prompt #23 : Nay

Nay duduk membisu di dekat tangga menuju balkon. Sejak kemarin perempuan itu mendiamkanku. Sekarang Nay sensitif. Aku merindukan Nay yang ceplas-ceplos, selalu menentang perkataanku, selalu mengungkapkan apa yang dia mau. Tapi sekarang, no!

"Nek, sini!" kataku.

"Ogah!"

Aku tersenyum kecut. Kuturuni anak tangga untuk menemuinya.

"Ada apa sih? Kok diemin Kakek?" tanyaku sambil mengalungkan lenganku di pundaknya.

"Ada apa?" tanya Nay kemudian melemparkan kalender yang sejak tadi ada dalam pelukannya.

Source + ngedit love dikit
Kuamati kalender yang Nay lempar. Sejak kapan Nay punya kalender ini? Tunggu, ada tanda merah menyala di 18 september.

"Cuma gara-gara kalender ini? Ya ampun Nek!"

"Cuma? Hih! Hari ini Nay mau nginep di rumah Tya, titik!"

"Kalo Nenek ke rumah Tya, nanti malam kakek tidur sama siapa?"

"Tidur aja sama guling!"

Nay beranjak, kutarik pergelangan tangannya.

"Nay!" kataku lembut.

"Apa Vin?"

"Kita bukan ABG lagi. Tya saja usianya sudah 25 tahun. Dia sudah menikah."

"Trus?"

"Kamu ngga kangen pacaran sama aku? Kita sekarang bisa berdua lagi." godaku.

Nay melotot,

"Jangan bercanda!" katanya.

"Kok bercanda sih Nek?"

"Fine!"

Gerakan Nay memaksaku melepaskan tangannya. Kutarik tubuhnya hingga wajah kami benar-benar tak berjarak. Kukecup bibir Nay lembut.

"Kita bukan ABG lagi." kata Nay melepaskan bibirnya dari bibirku. Wajahnya merah bersemu. Aku tahu, dia malu.

"Makanya jangan ngambek. Masa udah punya cucu masih diem-dieman? Ntar keriputnya nambah lho!"

"Nyindir? Udah nenek-nenek juga."

"Ya meskipun kamu sudah nenek-nenek, keriput, beruban, kamu tetep Nay yang Vino cintai. Biarpun panggilanmu berubah dari Nay jadi Bunda terus Nenek. Kamu tetep Nay yang nyebelin, tapi Vino suka. Selamat ulang tahun pernikahan kita ya!"

"Telat tau! Kemarin ke mana?"

"Pikun ya? 18 september hari ini."

Kutunjukkan wallpaper HP milikku. Nay tersenyum memandangku.

Source + Editan pake kata-kata sendiri
"Makasih ya?"

"Iya. Tapi Nay, aku bohong soal tanggal itu."

"Nay tau."

"Terus?"

Kukedipkan mataku dengan genit.

"Jangan di sini, malu!"

Aku tahu, dia juga mau.

***
MFF - BC


Notes :
Ngga ngetwist, lalala :uhuk . Lagi pengen ngegombal gembel ala kakek - nenek yang masih falling in love :luph

Valentin Untuk Nay

“Gue jabanin apa pun challenge yang lu kasih,” ucap gue pada Tya
“Yakin nih? Gue yakin Nay, lu pasti kalah ngadepin callenge pilihan gue ini,” jawab Tya meyakinkan dengan pedenya.

Tya masih senyam-senyum mikirin challege yang akan kite lakuin. Kemarin, gue kalah lantaran ngga mampu dapet nilai bahasa Inggris di atas angka 80. See, Tya dengan pede mamerin nilai 85 di depan muke gue. Akhirnye pun die berhak nentuin challenge musim febuari ini.

“Oke Nay, pulang sekolah gue kasih tau challege yang akan kite lakuin. Gue tunggu lu di perpus,” 
“Oke,”

Tya, teman seperjuangan gue yang sama gilanye. Die memang temen yang diciptakan Tuhan buat jadi rival abadi gue. Dari orok gue sama dia udeh sering ngadain challenge yang bise dibilang ngga terlalu penting tapi ngasyikkin. Challenge yang kite lakuin mulai dari manjat pohon, nguber layangan putus, coret-coret tembok tetangge, nongkrongin kuburan malam hari, lomba makan sambel, ngumpulin poin hukuman karena telat, sampe nilai ulangan tertinggi pun kena juge :uhuk 


Gara-gara kegilaan gue sama Tya, mpok gue Jiah sering ngamuk-ngamuk sambil ngasah golok milik Babeh. Mpok Jiah berang tiap kali ade tetangge lapor soal tembok rumahnye yang gue ancurin, penjaga kuburan yang ngambek gara-gara kerandanye gue umpetin padahal gue cuma numpang tidur doang di kerande tuh. Oh iye, gare-gare challenge telat itu, gue juge dapet surat peringatan dari sekoleh. Hahah, bagusnye gue menang dalam tuh challenge meski harus ngorbanin Mpok gue yang baiknye ngga ade yang nandingin :wek :shy


Gue udah standby disalah satu kursi perpus. Perpus sekoleh memang masih buke sampe jam empat sore. Tapi kok ya tumben si Tya ngajak janjiannye di perpus. Biasanye di warung baksonye bang Jamal. Wah mencurigakan banget nih cewek satu. 


"Hoe!!! bengong aje lu Nay," ucap Tya ngagetin
"Ah lu lama amat sih, gue sampe kelaperan tau,"
"Ahah, maap tadi gue ade panggilan alam heheh,"
"Udeh jangan basa-basi, jadi challenge kite ape? Ini bukan aksi nyuri buku kan? Ingat, kite pantang buat nyuri,"
"Sante aja Nay, ini emang aksi nyuri kok,"
"Ape?" teriak gue. Buru-buru gue tutup mulut lantaran beberape siswe same guru jage mlototin gue. Sementara Tya cekikikan liat gue yang panik

"Ogah ah, itu nglanggar agame tau," bisik gue pada Tya
"Mlanggar apenye? Gue belom selese ngomong kali Nay,"
"Trus maksudnye nyuri itu ape?"
"Liat tuh orang, lu perhatiin baek-baek,"

Gue nengok ke arah yang Tya tunjukkin. Bused dah! Gue pelototin tuh orang sekali lagi. Ah, Tya udeh gile.

"Ngga salah nih? Ape yang bise di curi dari die? Otaknye yang encer itu? Jangan cari masaleh deh,"
"Kita nyuri hatinye, brani ngga Nay?"
"Ape? Nyuri hatinye? Die kite bunuh trus dibedah hatinye gitu? Wah, sadis lu,"
"Lu tu yang kepikiran jelek, ngga hatinye die tapi hati sodaranye,"
"Sodare? Vino? Ah same aje,"
"Aish, lu beo sih,"
"Beo-beo, kutilang,"
"Teri,"
"Hiu, jadi challenge mancing aje deh,"
"Ogah, salah satu dari kite harus bisa nyuri hatinye Vino buat diajak ke prom ntar pas Valentine's day, gimane? Oke kan?"
"Jadi cople gitu?"
"Yap,"
"Lha kok yang lu tunjuk si die?"
"Die? Gue yakin, lu tuh ngga brani langsung bilang sama Vino, makanye gue kasih saran buat lu deketin kakaknye dulu biar tau seluk beluk si Vino,"
"Strategi lu kok di bocorin, emang lu punya strategi laen?"
"Ah, gue mah gampang. Deal ye?"
"Oke deal," jawab gue sambil jabat tangan Tya
"Good luck ye Nay. Gue yakin pasti lu bisa,"

Tya ngelonyor pergi ninggalin gue. Ih tuh anak aneh. Sasarannye Vino kenape die nyuruh gue deketin kakaknye coba? Reza Rahardian, kakaknye Vino Bastian makhluk populer di SMA gue. Keduanye same-same populer tapi dalam bidang yang berbeda. Vino populer sama basketnye dan Reza sama otak encernye. Vino seangkatan same gue kelas XI dan Reza kelas XII.


Keduanye memang same-same ganteng tapi jauh beda. Vino lebih ramah sementare Reza angker, horor banget dah. Tatapan matanye tajem tanpa ekspresi, jarang senyum. Pernah gue ngga sengaje adu pandang sama dia, dug rasanye nusuk banget dah, suerrr :peace . Mungkin kalo ade setan ato demit yang liat Reza, pasti mereka pade kabur. Yah, Reza is hororr guy.

***

Misi hari ini, gue harus bisea ngomong sama Reza. Gue clingukan takut kalo ade siswi lain yang liat gue lagi ngamatin Reza di pojokan perpus. Gue harus nyusun strategi dan gue mulai ambil buku matematika sape tau ade rumus yang bise di pake. Misalnye rumus peluang, ah atau rumus fisikanye daye tarik magnet aje ye? Hah, apa-apaan gue ini? Harus gimane gue ini? Ngga ade satu pun cewek yang brani deket sama Reza, lha ini kok gue malah, ah...

"Perpus bukan tempatnya tidur, ngga guna banget kamu disini,"

Gue yang sejak dari tadi benamin kepale di atas meja langsung saje ngangkat kepale liat makhluk yang berani negur gue. Bused dah, Reza.

"Ah anu, gue ngga tidur kok. Reza kan? Gue Nay," ucap gue mengulurin tangan
"Aku tau, Nay yang beberapa bulan hobi banget telat kan?" jawab Reza ngga hirauin tangan gue

Gue tarik tangan mulus gue itu sambil manyunin muka.

"Gue terkenal banget yah? Sampe seorang Reza tau kebiasaan gue,"
"Di dunia ini, apa sih yang ngga aku tau?"
"Vino, lu pasti tau kan? Lu kan sodaranye,"
"Vino? tentu saja,"
"Jadi, bise bantuin gue?"
"Atas dasar apa kamu minta bantuan? Apa untungnya buatku?"
"Untung?"
"Iya, berdasarkan prinsip ekonomi, setiap apa yang kita keluarkan harus menguntungkan. Jadi kalo aku bantu kamu, kamu bisa kasih apa?"
"Eh bused, matre juge lu," ucap gue geleng-geleng kepale
"Kesempatan cuma datang satu kali, gimana?"
"Oke, deal. Gue kasih ape pun yang lu mau asal ngga langgar norma-norma agame ame hukum yang berlaku,"
"Oke deal," Reza nyalamin tangan gue. Dug! Anget juge tangannye #eh
"Jadi, lu minta ape?"
"Menurut aturan yang berlaku, kita harus mengerjakan kewajiban baru bisa menuntut hak. Jadi hakku akan ku ambil saat misimu sudah selesai,"
"Sebenernye lu ini jualan ye? Dari tadi ngomongin untung rugi, hak kewajiban. Yah sudahlah, jadi Vino itu punye kebiasaan ape aje?"
"Hey, tenang aja kali. Santai, semua bisa diatur. Besok pulang sekolah aku tunggu disini, jangan ngaret,"
"Oke,"

Jeduk!!! Kepala gue natap meja. Eh, tadi gue mimpi ape bukan? Perasaan tadi gue ngomong banyak sama Reza. Gue tengok ke kanan kiri, Reza masih duduk di pojokan sama buku-bukunye. Ah, ternyate gue cuma mimpi.

***

Gue ngendap-ngendap kaya maling buntutin Reza. Terhitung udah dua hari ini gue kaya gitu. Mau nyapa, tapi mukanye horor. Mau deket takut-takut salah paham. Jadi terpakase gue jadi stalker keren kaya gini.


Gue baru tau kalo Reza tiap pulang selalu naik Bus. Mampir di Warung Blogger sebuah warung kopi kecil yang katanye enak. Gue sendiri sih belum pernah mampir disane lha wong arah rumah gue dan Reza kan beda. Jadinye ini gue bela-belain muter arah demi deketin si Reza.


Gue sedikit kaget waktu ketangkap basah sama mate Elangnye Reza. Gue malu :shy tapi gue harus tetep Pede.

"Kamu Nay kan?"
"Kok lu tau? Lu buntutin gue ye?"
"Bukannya kamu? Sudah tertangkap basah, masih saja tidak mau mengaku,"
"Gue? Nggak lah. Mane mungkin? Ape buktinye?"
"Kalau begitu minggir, aku mau lewat. Jangan mengikutiku lagi,"
"Eh, eh tunggu dulu. Gue minte bantuan dikit ye? Please"
"Aku tidak ada waktu mengurusi hal-hal tidak penting, jadi menyingkirlah dari hadapanku,"
"Ah... Aku nggak mau putus. Sayang, maafin aku yah," ucap gue sok-sokan merengek sambil memegangi lengan Reza.
"Nay, kamu apa-apaan sih?"
"Pokoknya aku nggak mau putus, bapak ibu mas mbak tante tolong bilangin sama pacarku ini," ucap gue memelas.
"Sudahlah nak, baiknya masalah kalian dibicarakan dulu," ucap pemilik warung
"Iya nak, liat tuh air mata pacarmu. Coba bayangkan kalau ibu kamu yang menangis seperti itu," tambah ibu-ibu yang duduk di samping Reza.
"Maaf sudah merepotkan, kami akan bicarakan hal ini secara baik-baik," ucap Reza sambil narik tangan gue lalu pergi ninggalin warung kecil itu.


Ah yes, senangnye hati gue. Akting gue berhasil hihihi. Wah, muka Reza kenape mendadak jadi merah gitu ye? :shy


"Mau kamu apa sih Nay? Sudah puas bikin aku malu seperti tadi?"
"Maaf Za, gue ngga maksud ape-ape kok. Gue cume mau tahu tentang Vino,"
"Vino? Apa hubungannya sama aku? Kalau kamu ingin tahu dia, kenapa tidak tanya dia sendiri saja? Bukankah jauh lebih hemat energi?"
"Heh, iya juga ye. Tapi-tapi, gue kan udah terlanjur Za. Jadi tipe cewek yang disukai Vino itu kaye siape?"
"Marsya, liat saja dia. Sudahkan? Jangan mengikutiku lagi,"


Gue melongo, Reza ngomong keras banget. Ape die marah? Hah, ape gue udah keterlaluan ye? Ah, what should i do?

***

Dua hari ini gue bengong ngga tentu. Gue masih kepikiran Reza yang kayaknye marah. Gue masih buntutin die di perpus, di warung blogger pokoknye dimane aje. Eh tapi, harusnye gue kan mikirin Vino. Deadline udah mepet Valentine tapi gue sama sekali belum nyusun strategi buat ngajak Vino ke prom. Gue liat si Tya sante gila. Ape mungkin karena die lumayan cantik kaya Marsya makanye die sante aje? Ah Marsya, mana mungkin gue bisa kaya lu? Cewek feminim nan cantik. Gue beringsut di atas meja, gue bakalan kalah ini.


Kayanye gue udah ngga waras. Gue masih jadi stalker keren buat Reza. Hello Nay? Harusnye lu mikirin Vino bukan Reza. H-3 menuju Valentine's day. Gue beneran pusing ini. Gue harus kirim 'Amplop Merah Jambu' buat Vino. Ini ngga boleh ditunde.


Lagi-lagi gue ngendap-ngendap buat ngasih 'Amplop Merah Jambu' ke Vino. Surat ala kadarnye yang gue tulis semaleman khusus buat Vino. What ever lah, penting gue usaha. Vino pun menyunggingin senyum termanis yang belum pernah gue liat. Ah, sepertinye 'Amplop Merah Jambu'  itu ngga terlalu buruk :uhuk

***

Gue bengong sendiri di malam valentine ini. Ngga tau deh muka ini dah kaya ape, bawaannye pengen nangis :hwa tapi ngga tau yang ditangisi itu ape :hwa . Kemarin gue liat Tya cengar cengir sama si Vino. See, gue gagal tapi gue ngga sedih. Gue cuma heran, gue kangen buntutin si Reza :hiks


"Nay, tuh ada yang nyariin," ucap mpok Jiah
"Siape Mpok?"
"Liat aja ndiri, cakep tuh"
"Ape?"


Gue pun beranjak dari kasur buat liatin hidung siape yang berani datengin gue malem-malem gini. Jangan-jangan si Jelangkung yang minta dianterin pulang ke sarangnye :omg . Gue ucek-ucek nih mate buat mastiin siape yang dateng. Mukanye ngga keliatan beuh, makin merinding aje gue ini. Untung aje tuh punggung ngga berlubang macam sundel bolong. Hai lu, balik badan dong :uhuk


"Malam Nay, aku ganggu tidak?"
"Ngg ngga sih. Kok lu tumbenan kesini?" ucap gue agak meragu bercampur haru :hwa
"Pengen aja sih, tidak boleh ya?"
"Hmm boleh kok. Silakan duduk, ngga pape ye cuma di teras doang,"
"Aku sih pengennya ngajak kamu keluar, mau tidak?"
"Keluar? Ke prom ye? Ah ngga useh, gue ngga punye gaun,"
"GeEr lu Nay, siapa juga yang mau ke prom? Cuma ke warung sebentar kok sambil makan,"
"Eh gitu ye? Gue pamit dulu sama Mpok Jiah baru kita let's go,"
"Okey,"


Setelah pamitan, gue ngikut Reza pake motornye. Ya Allah... Nyak, Babeh, Mpok, Tya, Vino kok bisa sih si Reza boncengin gue. Gue pasrah deh mau diajakin makan dimane aje :smile


"He? Makan disini? Balik aje deh, saltum ini mah,"
"Tidak apa-apa Nay, biarin aja,"
"Sandal jepit, rok di bawah lutut, kaos kucel, ape kate orang?"
"Percaya sama aku," ucap Reza sembari mengulurin tangannye.


Gue nerima uluran tangan Reza. Kayaknye jadi Si Tampan dan Si Kumel deh. Gue yang kucel dan Reza yang rapi sama kemeja kotak-kotaknye [dia bukan pendukung Jokowi - Ahok :wek ]. Kite duduk di sebuah meja yang kece abis. Maksudnye ape ini? Wah gue ngga mampu bayar ini.


"Kenapa Nay?"
"Kenape? Ini restoran mewah Za. Pasti makanannye mahal. Bangkrut kalo gini. Gue ngga bawa duit banyak,"
"Kan aku yang ngajak, berarti aku yang bayar,"
"Tapi kan..."
"Sudahlah. Oh iya, aku mau ngomong sesuatu,"
"Gue dulu aje ye? Gue mau minta maaf soal yang kemarin-kemarin. Gue ngga ade niat buat ganggu lu. Suer :peace "
"Udah ngga papa. Ada yang lain?"
"Oh iye, gue ngga apal lagunye Syahrini yang 'Sesuatu' itu, jadi jangan ngomongin sesuatu ye,"
"Hah, kamu memang lucu Nay. Siapa juga yang mau nyanyi? Aku cuma mau bilang, kita jangan putus ya"
"Ha? Putus? Yah ngga lah, kite ngga akan putus. Eh emang kapan kite jadian?"
"Baru saja kan?"
"Hah? Kapan?"


Belum selesai gue nyerna perkataan Reza, tiba-tiba suara berisik ngagetin gue.


"Ciye si Nay, jadian ciye-ciye," seloroh Tya yang tiba-tiba dateng dari belakang gue
"Eh, kok lu disini? Bukannye ke prom?"
"Ciye si Nay jadi Kakak ipar gue," ucap Vino yang lagi-lagi bikin gue kaget
"Jangan-jangan kalian sekongkol ye? Kok datengnye bise barengan gitu?"
"Gimane Nay misi gue? Berhasilkan? Gue mesti dapet piala nih," ucap Tya
"Lu ngindur? Bukannye gue gagal? Gue kan ngga berhasil ngajakin si kutu Vino ini ke prom?"
"Ih Nay, kok gue di bilang kutu sih? Bang Reza, cubitin nih pacar lu,"


Gue natap Reza, dia cuma senyum lihat kelakuan ajaib gue, Vino sama Tya.


"Gue berhasil lagi Nay. Berhasil bikin Reza ngakuin kalo die suka sama lu. Gue emang Mak Comblang keren :uhuk "
"Ape? Gue ngga salah denger?"
"Oh iya, surat lu udah tak kasih ke bang Reza? Gue bacain aja ya? Masih di kantongin tuh,"

Gue coba nyegah Vino, tapi gagal. Die pun berdiri kaya Sang Proklamator saat bacain Teks Proklamasi.

Assalamu'alaikum

Hai Vin, gue Nay. Lu tau kan siape gue? To the poin aje yeh. Gue tuh mau ngajakin lu ke prom di malem Valentine, lu mau ngga? Eh tapi, kayaknye ngga usah deh soalnye gue ngga punya gaun pesta. Tapi ye Vin, abang lu si Reza tuh kenape ya? Marah sama gue? Gue bingung deh. Emang tipe cewek abang lu kaya siape sih?

Wassalam

Nay Manis

Wah~ Gue malu gile :shy . Mana si Reza cuma senyum-senyum doang lagi.

"Nay, aku suka sama kamu. Ini valentine buat kamu dan juga selamat ulang tahun yah, semoga hari-harimu semakin indah terlebih sekarang aku ada disampingmu :luph " ucap Reza sambil megangin tangan gue

Ya Allah, rasanye gue meleleh denger ucapan Reza itu. Makasih Reza, Tya and Vino yang berhasil buat gue berbunge-bunge. Bagi gue ini adalah valentine sama ulang tahun terindah. Cinte, kadang dateng ngga pernah terduge. Cinta dateng seiring berjalannye waktu. Rasanye bintang malam pun iri sama keadaan gue ini. Terimakasih cinte :luph

The End~

Notes :
Alhamdulillah akhirnya selesai juga. Ngga nyangka ceritanya bakal sepanjang rel kereta api antara Jakarta dan Jepara :uhuk . Itu sudah mirip Betawi-Betawian belum yah? :smile . Maaf kalau ada kata-kata yang kurang mengena dengan bahasa Betawinya. Ampun deh buat nulis Betawi. Tapi aku tetep nekat aja buat pakai bahasa Betawi :uhuk . 


Selamat ulang tahun buat Adikku Nay Belo [Biar dia merasa lebih mudah :uhuk lagian tanggal lahirku juga sebelum si mbak satu ini :wek] yang ke 17 + :smile . Semoga usianya tambah barokah dan sukses selalu dalam menggapai apa yang Mbak Nay impikan. Biar kata kita belum pernah kopdar semoga itu ngga akan menjadi masalah yang berarti. Di tunggu novelnya yah? :uhuk

Ciderella's Stepsister

Rasanya seperti mimpi saat aku berdiri di bawah pohon dekat patung Winter Sonata. Nami Island, tadinya aku pikir aku tidak akan pernah kesini. Tapi nyatanya? Aku disini, yah aku disini. Semua itu karena ehem Mimi. Kau tahu siapa Mimi? Dia itu makhluk yang diciptakan Tuhan seperti Ciderella dan aku Stepsisternya.


Harusnya, dimana-mana cerita Ciderella itu adalah seorang yang teraniaya. Tapi dalam kehidupan real, justru aku stepsisternya yang teraniaya :hwa . Kau tahu? Ini benar-benar kisah dramatis yang sangat mengaharukan :hwa . Seorang Nay teraniaya oleh Mimi si Cinderella.


Aku seorang Nay, kalah populer sama Mimi. Aku sadar betul, aku memang terlalu banyak kekurangan. Bahkan untuk membiasakan diri berkata aku-kamu aku harus privat sama Mimi. Mau bagaimana lagi? Aku memang terlahir dari tanah Betawi yang kental dengan bahasanya, sedangkan Mimi lahir dari tanah Jambi tapi blasteran Inggris. Wajarlah kalau bahasa Mimi lebih bagus ketimbang bahasaku.


Kau pernah nonton film india Dil Hai Tumhara? Iya disana ada Nimmi, 11-12 dengan Mimi kakak Shalu yang selalu baik hati. Mimi selalu bangga jika film itu diputar berulang-ulang. Rasanya aku ingin muntah tiap kali Mimi memuji dirinya sendiri. Kalau sudah setres begitu, biasanya aku ikut lari ngejar layangan putus, itu pun kalau ada.


Yah, sekarang aku di Korea itu semua karena Mimi. Mimi yang teramat ‘baik hati’ mengajakku masuk salah satu Universitas di Korea. Awalnya aku menolak lantaran bahasa Koreaku yang masih teramat kacau. Tapi, Tya sahabatku memotivasi agar aku menyetujui tawaran Mimi. Apalagi disana ada sosok Hyun Bin :luph . Aku benar-benar tergila-gila dengannya.


Kau tahu Hyun Bin kan? Kata Tya, dia masih ada hubungan saudara dengan Hyun Bin  Coba bayangkan jika aku bertemu dengannya, satu universitas, satu kelas waaa~ Pasti sangat menyenangkan :smile


Hari ini pun, di Nami Island aku sedang menunggu Hyun Bin.  Tya, 'Bu Pos' yang baik hati mengabarkan bahwa Hyun Bin ingin bertemu denganku. Aku jadi malu sendiri :shy , jangan-jangan Tya benar mengadu bahwa aku menaruh perhatian padanya :uhuk


“Hai Nay,sudah lama menunggu?”
“Ah Oppa,”

~Back song~

Sekian lama
Aku menunggu
Untuk kedatangganmu


“Ah tidak, aku baru saja disini,” jawabku sedikit berbohong
“Baguslah, aku kira kamu sudah lama disini,”
“Yah kalopun lame, gue pun rela Bin nungguin lu, ups” Aku menutup mulutku yang keceplosan menggunakan bahasa Betawi.
“Kamu bicara apa Nay? Apa itu termasuk bahasa Alay ciyus miapah yang kemarin dibicarakan oleh Lee Seung Gi?”
“Ah bukan, itu tadi bahasa Betawi asli Indonesia. Harap maklum ya Bin, aku tuh masih sedikit sulit kalau bicara menggunakan bahasa Korea seperti ini,”

Hyun Bin hanya tersenyum mendengar pengakuan polosku. Sebenarnya aku malu jika terus keceplosan menggunakan logat Betawi saat berbicara dengannya. Mau bagaimana lagi? Aku benar grogi dan jika sudah seperti ini, semua logat asliku keluar tanpa permisi :uhuk


"Nay, aku ingin bicara serius,"
"Bicara saja, aku siap mendengarkannya,"


Ya Allah, Hyun Bin Oppa mau mengutarakan perasaannya padaku :smile


“Begini Nay, aku tahu kamu punya perasaan khusus untukku dan aku pun begitu...”
“Jadi kamu juga suka aku?” potongku
“Iya begitulah,”
“Ya Allah... Enyak Babeh, Hyun Bin jadi pacar gue ini mah,”
“Nay? Kamu bicara apalagi?
“Ah tidak apa-apa, ini cuma ekspresi kegembiraan” :smile
“Aku suka kamu sebagai adik Nay soalnya aku dan Mimi sudah jadian,”
“Apa?” :omg
“Mimi belum memberitahukannya? Mungkin dia butuh waktu yang tepat untuk menjelaskan semua ini,”
“Oppa tidak salah pilih? Kenapa harus Mimi?”
“Harusnya kamu senang dong Nay karena aku jadian sama Mimi. Mimi itu gadis yang hebat,”
“Masalahnye, gue kagak rela sama sekali lu jadian sama Mimi. Sakit hati gua ini” :hwa
“Kamu bicara apalagi Nay?”
“Ah bukan apa-apa,”
“Bayangkan Nay, Mimi rela menolak cinta Taeyang, Jung Young Hwa, Micky Yoochun, Lee Min Ho, Shahrukh Khan, Rio Dewanto yang katanya ganteng semena-mena cuma demi aku. Yang lebih heboh lagi Nay, Mimi juga naik tower Universitas sambil berkata ‘Hyun Bin Oppa, Sarang Haeyo’ so sweet banget kan Nay?” :luph



“Ah so sweet apanye? Norak itu mah,”
“Ah kamu itu Nay, kenapa selalu logat itu yang kamu keluarkan?”
“Lho? Memangnya kenapa? Masalah buat kamu?”
“Ya jelaslah Nay. Ini perbedaan terbesar antara kamu dan Mimi. Aku itu sering kali bingung jika bahasa planetmu keluar tanpa henti, beda sekali dengan Mimi. Bahasanya sangat bisa dimengerti dan yang pasti dia selalu bisa membuatku tersenyum,” :smile
“Ah, emang dasar lu berdua ‘Freak Cople’”
“Nay lihat, itu Mimi dan Tya sudah datang,”


Aku menoleh melihat kearah yang ditunjukkan Hyun Bin Oppa. Benar, disana ada Mimi, Tya dan pacarnya. Wah~ nyesek banget ini mah :hiks . Perlahan mereka mendekat. Cerita romantis, Kissing Under Cherry Blossom :calm is nothing  :waduh


“Oppa, Nay buat kacau tidak?” ucap Mimi
“Tidak, dia jadi adik yang baik kok,”

Apa-apaan mereka ini? Pamer kemesraan? Tya hanya nyengir sambil mengisyaratkan kata maaf :peace

“Oppa, kakiku pegal nih,” rengek Mimi
“Duduklah, biar aku pijitin kakimu,” jawab Hyun Bin malu-malu

Perlahan Mimi duduk dan Hyun Bin pun membuka sepatu Mimi. OMG :omg Mimi mamerin kaos kaki yang bergambar Hyun Bin. Haduh-haduh, bener-bener nyesek hatiku ini :hiks


Aku berjalan menjauh dari mereka. Tak tahulah rasanya hati ini seperti apa. Kenapa harus Mimi yang jadi Cinderellanya? Kenapa bukan aku? Ah sudahlah, mungkin Hyun Bin memang bukan jodohku tapi jodohnya Mimi :etc


Note :
Cerita ini hanyalah fiktif dan rekayasa belaka. Bila ada nama tempat yang sama itu adalah unsur kesengajaan dari penulisnya :wek . Cerita fiktif kacau ini aku hadiahkan buat Mimi Arie seorang :uhuk . Maaf ya Mi, aku ngga bisa ngasih apa-apa dihari ulang tahunmu :smile . Maaf juga buat nama-nama yang tercantum yang sudah tak  jadiin kambing shaun hihihi :peace
Oh iya, fotonya itu ngambil dari FB sama blognya Mimi. Kalau mau, cari sendiri yah :wek

All About Nay

Gua berkaca, ternyata gua sangat amat ganteng hahaha. Setelah sekian lama gua tinggal di negeri seberang, hari ini gua akan jalan-jalan di Batavia tercinta ini. Yang menjadi tourguide gua kali ini so pasti Tya, adek gua tercinta.

"Bang Vino, cepetan dong. Dari tadi dandan mulu. Nay udah seneng liat abang yang ada apanya,"
"Nay? Ada apanya? Maksud lu apa Tya?"
"Halah Bang Vino ni sok gaya. Masa lupa sama Nay?"
"Nay? Cewek belagu yang dulu rebutan layangan sama Abang itu?"
"Iyelah, sape lagi? Emang ada Nay yang lain?"
"Lha trus maksud lu, Nay seneng liat gua yang ada apanya itu gimana? Gua kagak ngarti"
"Ntar juga abang ngarti, hahaha ..."

Gua terdiam ngga ngerti apa yang Tya bicarain. Nay, cewek itu. Bah, pasti mukanya masih asem kaya dulu. Tapi delapan tahun berlalu, apa iya dia masih kaya gitu? 

Hari itu gua lagi asyik bertengger diatas pohon mangga milik Haji Ramli. Gua yang udah 16 tahun masih tetep kece nan imut meski kaya onyet gara-gara hobi nangkring diatas pohon. Aji gile, ada layangan putus. Set dah tanpa pikir pake dengkul gua langsung loncat lari nguber tuh layangan.

Dengan kecepatan ala Valenvino Rossi, gua berlari sekenceng-kencengnya buat nguber tuh layangan. Ternyata, tuh layangan udah nyungsep aja diatas pohon. Segeralah gua naik ke atas pohon mangga milik Bang Jaja. Eh bused, ternyata diatas udah ada penghuni lain yang berhasil ngambil tuh layangan.

"Eh lu, itu layangan gua,"
"Lu sape? Dateng-dateng main ngaku-ngaku aja tuh layangan. Ngga ade musimnye layangan ni milik lu. Yang ade, siape cepet die dapet,"
"Eh lu jadi cewek songong amat. Lu belom tau sapa gua?"
"Emang lu siapa?"
"Gua Vino, penguasa pohon mangga. Yang lu naikin sekarang pohon mangga. Jadi apapun yang ada di pohon mangga, brarti milik gua,"
"Ha? Sumpe lo? Mana capnya? Disini, ini, ini ngga ada cap apa-apa," Ucap cewek itu clingukan
Gua langsung saja monyongin bibir buat nyium tuh cewek.

"Muah"

"Aaaaaaaah...." Teriak tuh cewek
"Hahaha, noh sekarang lu juga milik gua. Cap bibir gua di kening lu ngga bakal bisa ilang,"

Tanpa gua duga, tiba-tiba cewek itu ngedorong gua. Brakkk...

"Aduh, pantat gua..."
"Sukurin lu..." Teriaknya dari atas pohon
"Eh apa-apan kalian berdua nangkring di pohon mangga gua?" Suara Bang Jaja terdengar dibelakang gua
"Nay turun lu, anak cewek pake manjat pohon segala," Imbuh Bang Jaja


Perlahan Nay turun dan gua terus memperhatikannya. Mata beningnya, seet dengan kecepatan sepersekian detik gua curi pandang nyelemin matanye. Enyak Babeh, rasanya kok kayak tersengat tawon.

"Kalian mau nyuri mangga gua ya? Ayo ngaku!!!"
"Kagak Bang, kita berdua cuma mau ngambil layangan," Jawab gua membela
"Gua ngga percaya. Gua aduin lu berdua sama orangtua lu pada, biar sekalian dikawinin,"
"Ah jangan Bang, Nay masih kelas satu esempe,"
"Emang gua pikirin! Sekarang lu berdua gua hukum buat nyapu disekitaran kebon mangga gua ini," Perintah Bang Jaja

Akhirnya gua dan ntu cewek nyapu di kebon mangganya Bang Jaja. Masih dengan hati gemeter kayak kesetrum listrik serebu watt gua mlirak mlirik sepersekiandetik nyelem ke mate tuh cewek atu.

"Jadi nama lu Nay?"
"Iye, emang nape?"
"Tanya aje, sape tau ntar kite beneran dikawinin,"
"Gue kawin sama lu? Ogah ye,"
"Kenape? Gua kan ganteng, lu ngga bakalan kecewa sama gua,"
"Ogah ye, ntar lu rebut layangan gue lagi,"

Gua hanya bisa natap Nay yang kembali sibuk dengan sapunya. Ya Allah Nay, sesimpel itu lu mikirnye? Hah, kenapa gua ini?

Begitulah Nay, ini All About Nay yang memiliki sifat ajaib. Sampe akhirnya gua tau Nay itu temen sekolahnya Tya. Beberapa kali Nay ke rumah sama Tya. masih dengan muka asemnya kalo liat gua. Kayaknya dia masih marah lantaran kejadian di atas pohon mangga waktu itu.

At Gedung Tua

"Bang itu Nay," Ucap Tya
"Kok ada Nay segala sih? Lu yang ngajak?"
"Ya ngga lah Bang. Mungkin Abang jodoh kali," Jawab Tya cengar-cengir

Gua tertunduk, ngga tau rasanya kaya apa. Seperti kejadian dulu dengan hati gemeter kayak kesetrum listrik serebu watt. 

Lima bulan kemudian

Gilaaaa, undangan pernikahan Nay didepan mata gua. Gua bolak balik tuh undangan, warnanya indah tulisannya juga keren. Tapi kenapa gua ngga dikasih undangan juga?

Ini semua tentangmu
Tentang dirimu yang telah mencuri hatiku
Hanya dirimu
Seorang yang selalu dimimpiku

Ini semua tentangmu
Gadis yang datang kerumahku
Gadis yang ternyata menyimpan hatinya untukku
Ya, dia itu kamu

Gua baca tulisan itu di undangan Nay. Bused tuh orang, ngrayunya garing amat. Kayaknya dia ngga pernah baca bukunya Kahlil Gibran. Kok Nay mau ya sama dia? Gua jadi heran sendiri dah. Nay, tega lu sama gua.  Masa gua ngga dikasih undangan? Ini ngga adil ....

"Abang!!!" Sapa Tya ngagetin gua yang sedikit galau
"Ape lu?"
"Kata Nay, Abang disuruh santai aja,"
"Gimana mungkin gua santai? Gua ini ngga dapat undangan Nay,"
"Halah Abang itu, sok lebay"
"Tya, gua beneran galau...."
"Udah, hafalin aja tuh nama lengkap Nay. Jangan sampe nanti kalo ijab qabul salah nyebut,"

Gua acak-acak rambut Tya. Gua gemes banget sama dia. Semoga aja besok saat ijab qabul gua beneran ngga salah nyebut nama Nay. Ah... Gua beneran galau ....


NB :
Ini kado terkhusus buat mb' Nay. Ngga tau deh kado apa pokoknya kado aja hehehe. Mungkin kado buat sabar karena Vino G Bastian nikah sama Marsha Timothy :uhuk . Maaf juga karena bahasanya acak kadut. Mau gimana lagi, aku cuma bereksperimen ngikutin gaya betawinya mb' Nay :uhuk . Kayanya lebih baik pakai bahasa Indonesia biasa aja deh. Kapokkkk :smile