Jiah My Id

The Power of Anak Kampung

Powered by Blogger.

Lari Darimu

Kulirik pertigaan dekat RS. Sultan Hadlirin yang dulu saat sore hari selalu ada polisi. Ah maksudku operasi kelengkapan berkendara, ya helm, spion, STNK maupun SIM. Dulu sih aku sering terkaget-kaget kalau ada operasi. Mendadak badan panas dingin. Padahal aku cuma bonceng, yang jadi supir si Kakak yang sudah punya SIM. Gila? Iya. Tapi untung, beberapa kali saat helmku ketinggalan di showroom, tidak ada operasi :uhuk .


Sudah setahun lebih aku resign dari showroom dan bekerja di tempat lain. Sering kali aku wira-wiri keluar dan menggunakan motor. Kadang ke kantor pos, ke pasar, ke kecamatan, ke kota, ke ATM. Parahnya, aku tidak punya SIM. PeDe? Wajib.


Kali ini aku mendapat tugas mengirim air galon ke kota gara-gara tukang antarnya pulang kampung. Setelah perjalanan panjang yang cukup membuat jedag-jedug, sampai di pertigaan yang kumaksud ternyata tidak ada polisi, aman sejahtera. Kulanjutkan perjalanan lagi karena bosku yang juga ikut mengirim air galon sudah jauh di depan.


Akhirnya, lima ratusan meter sebelum terminal bayangan ada operasi. Aku juga melihat ada polisi melaju ke arahku. Langsung saja aku berbelok masuk ke sebuah SD untuk bersembunyi. Hadeh, benar-benar tidak patut dicontoh.


Kata Kakakku, kalau ada operasi semacam itu kita kudu PeDe tingkat dewa. Kita tidak boleh panik, selama masih menggunakan helm, spion lengkap dan lampu yang menyala meskipun tidak punya SIM :smile . Aku sering menghayal, “Pak polisi ganteng, tilang aku dong!” Kenyataannya, nyaliku ciut tetap saja menggunakan jurus ‘Ngumpet’.


Setelah aman dari operasi, rasanya aku tidak kapok untuk bersembunyi lagi. Semoga setelah ini aku punya motor dan budget untuk membuat SIM. Antara penting dan tidak, alasan utama aku belum buat SIM itu karena tidak punya motor sendiri. Klise banget kan? Kelakuanku di atas harap jangan ditiru. Kalau nyali kalian ciut untuk kejar-kejaran dengan Pak polisi maka buatlah SIM. Okey? :smile


Tulisan ini diikutsertakan pada Kinzihana's GA

Prompt #16: Kisah dari Balik Jendela

Source
"Mak, kalau Hana keluar, Hana bisa ambil bintang?" tanya seorang anak perempuan pada Emaknya. Si Emak mengangguk mengiyakan.


Si anak kembali menatap dan merapat ke jendela kaca rumahnya.


"Hana juga bisa main bola, ketemu Messi, Hana juga bisa naik pesawat kaya Pak Habibi, iya kan Mak?" tanyanya lagi.


"Iya sayang. Kamu bisa melakukan apa saja yang kamu mau. Tapi tidak sekarang. Pertama kamu harus membuka jendela terbesar sebelum membuka jendela rumah kita."


"Iya Mak, Hana janji akan semangat! Hana mau pergi ke sungai Nil dulu Mak."


Si anak berlari mengambil buku ceritanya tentang Sungai Nil.



MFF


Kesandung Cinta

Aku tersentak saat membaca SMS dari Kapten Bhirawa yang mengabarkan bahwa beliau telah sampai di kota Surabaya dan sedang perjalanan menuju rumah. Firasatku sedikit tidak enak dengan kedatangan beliau yang sangat mendadak. Inspeksi dadakan ini seolah menyudutkanku. Apa mungkin ini ada hubungannya dengan pekerjaanku yang tidak beres selama dua tahun menjaga Kinar anak semata wayangnya? Semoga semua baik-baik saja. Toh aku masih bisa mengendalikan perasaanku sendiri.


Kuambil agenda harianku sebagai catatan kegiatan yang Kinar lakukan. Kubaca sekilas, memastikan tidak ada bagian dari kegiatan kuliah Kinar yang terlewatkan. Bel rumah berbunyi, sepertinya Kapten Bhirawa telah datang.


“Selamat pagi Kapten.” sapaku
“Pagi. Kinar dimana?”
“Masih di kamarnya Kapten. Hari ini tidak ada kuliyah.”
“Bawa agendamu, aku tunggu di ruang kerja!”
“Siap Kapten!”

***

Kapten Bhirawa membaca catatanku dengan serius sambil memilin kumis tebalnya. Aku hanya berdiri tegak di depannya menunggu penilaian terhadap pekerjaanku.

“Mencintaimu itu seperti mencintai bintang. Tampak dekat tapi jauh.”

Aku tersentak mendengar ucapan Kapten Bhirawa.

“Aryo? Apa-apaan ini?” bentak Kapten Bhirawa dengan menyodorkan sebuah kertas merah jambu.
“Itu…,” kataku terputus. Aku tak tahu dari mana kertas itu.
“Apa kamu punya pacar?”
“Siap tidak punya!”
“Lalu kenapa surat cinta ini ada di agendamu ha? Apa kamu mencintai seseorang?”
“Siap iya!”
“Nikahi dia!”
“Siap iya! Tapi…,”
“Tapi kenapa? Ketika mencintai seorang gadis, kamu harus bertanggung jawab untuk segera menikahinya. Pernikahan itu untuk menyempurnakan agama, kenapa harus ditunda? Jadi kapan kamu mendatangi orang tuanya?”
“Siap! Minggu depan saya sampaikan proposal pernikahan saya kepada ayahnya!”
“Bagus! Kamu kupecat jadi pengawal Kinar!”
“Siap iya! Lho? Kapten? Kenapa saya dipecat?” ucapku bingung.
“Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina!” kata Kapten Bhirawa.


Beliau melempar agendaku ke meja kemudian bangkit dari kursinya. Aku berbalik mengikuti arah Kapten Bhirawa pergi. Ada Kinar disana tersenyum begitu manis. Sebelum Kapten Bhirawa menarik tangan Kinar, aku sempat mendengar ucapan lirih Kinar,

“Kerja bagus Mas Aryo!”

 Cerita  ini diikutsertakan pada Flash Fiction Writing Contest: Senandung Cinta