Aku benci Yudha suamiku. Dia seseorang yang telah mempermalukanku dua tahun yang lalu. Aku benci dia, tapi kini dia malah jadi suamiku. Ayah, apa yang telah kau lakukan padaku? Kenapa wasiatmu sebelum tutup usia adalah sebuah perjodohan? Ini tak adil untukku.
"Dinda, mau ku antar pulang?" Ucap Yudha suamiku
"Ngga usah, aku bisa pulang sendiri," Jawabku ketus
Dia diam lalu berjalan masuk rumah Ibu untuk mengambilkan barangku. Aku benci saat-saat ini dimana kita (aku-Yudha) bersama di rumah Ibu di Semarang. Ibu tak tahu apa yang terjadi antara aku dan Yudha saat di Yogjakarta. Yang Ibu tahu, kami melanjutkan study disana, tinggal serumah dan rukun sejahtera. Itu semua bohong, aku dan Yuda hanya berakting saja dihadapannya.
Kami tidak tinggal satu rumah. Aku yang menyuruh Yudha kos ditempat lain dan membiarkanku sendiri di rumah impian yang dirancang ayah untuk kami. Aku sengaja membiarkan semuanya seperti mauku. Menyuruh Yudha membisu agar tidak ada orang yang tahu bahwa kami sudah menikah. Yudha tak pernah menyentuhku, kecuali saat kami berakting didepan Ibu.
Aku benci suamiku, entahlah hanya itu yang ada difikiranku. Perjodohan ini seperti sebuah bencana dalam kehidupannku. Yudha, kenapa kau tak menceraikanku saja? Sudah satu tahun kita terikat tanpa arti apa-apa. Lalu kenapa kau masih bertahan dengan semua perilakuku? Aku membencimu berbalik arah seperti dua tahun yang lalu.
Yudha memegang erat tanganku dihadapan Ibu dan aku tak bisa menolaknya. Kami berpamitan untuk kembali ke Yogjakarta. Mobil pun melaju meninggalkan Ibu jauh menyusuri langit biru. Didalam mobil, Yudha terlihat santai seperti tak pernah terjadi apa-apa. Mungkin dia memang sudah terbiasa dengan sikap egoisku. Yudha aku membencimu.
Ruang hatiku gelap, aku terpaku membisu. Aku mulai lelah dengan semuanya. Lalu kenapa aku tak menceraikannya saja? Kenapa aku yang harus menunggu dia menceraikanku. Mataku berat, aku ingin terlelap. Aku masih memegangi cincin yang melingkar dijariku, cincin yang Yudha berikan sesaat setelah akad nikah. Kenapa aku tak bisa membuangnya?
"Aku mencintaimu,"
Aku terpaku sejenak. Apa yang dia katakan? Ah mungkin aku salah dengar.
"Aku ngantuk dan ingin tidur. Jangan membangunkanku sebelum sampai di Jogja," Ucapku
Aku menutup mata, aku lelah. Pasti aku memang salah. Ruang hati Yudha kan beku,mana mungkin dia mengucapkan kata cinta? Itu mustahil. Dalamnya laut bisa diukur, tapi ruang hati, berapa lebarnya? Siapa juga yang tahu isi hatimu?
*****
NB : Hanya fiksi,jangan dipercaya :D