Bismillaahirrahmaanirrahiim....
Gara-gara nulis Nikah Siri Bikin Hepi, ada yang ngajakin Balapan Nikah! Bayangkan!!! Stasiun Balapan, Rossi balapan senggolan, masa nikah juga balapan?
Ji, Kapan Nikah?
Entah. Terus terang, sekarang ini saya belum nyiapin target usia untuk nikah. Nikah kan bukan hanya tentang akad sah, tapi lebih. Saya masih memperbaiki diri. Saya mau dapat orang spesial, makanya saya juga harus jadi spesial. Prinsipnya kan gitu. Apa yang kita tanam, itulah yang kita panen.
Dari segi fisik dan usia, saya memang sudah pantas. Malah kalau orang kampung tahu usia saya yang 17+ enam, mereka akan nyirnyir karena saya lumayan terlambat nikah. Biasalah, kebanyakan orang kampung kan nikah di bawah usia 20 tahun. Soal menjaga anak, dari bayi baru lahir sampai balita saya bisa. Ganti popok, bisa. Nyusuin, bisa. Pakai botol, hehehe.
Masak?
Tenang! Masakan anak kampung, saya bisa. Kalau model Restoran dan Chef terkenal, ya belum bisa sih, hihi. Tapi kan saya bisa bedain palawija. Mana Kunci, Kencur, Kunyit, saya tahu kok.
Terus kenapa belum nikah?
Belum ada yang ngelamar, hihi.
Toh kalaupun ada yang ngelamar, saya nggak langsung iyain. Saya merasa, kesiapan batin dan mental masih kurang. Kadang, saya belum bisa sabar menghadapi anak-anak. Balita-Batita mah gampang. Kalau anak-anak kan beda.
Bagaimana kalau calon suami punya buntut? Bisa nggak saya jadi Ibu yang baik untuk buntutnya? Meneruskan rasa kasih dari Ibu kandungnya? Bagaimana kalau dia single tapi punya tanggungan adik-adik serta Ibu yang Janda? Jangan-jangan nanti saya suka adu mulut sama mertua. Bagaimana dan bagaimana, pertanyaan itu selalu muncul.
Saya nggak takut, trauma, atau apa pun. Cuma saya butuh kesiapan mental untuk menghadapi semua yang terjadi pasca nikah. Itu saja. Ketika sudah menikah, kita perlu kesiapan untuk memiliki dan kesiapan untuk ditinggalkan. Kita tak pernah tahu, kapan ajal/cobaan datang. Bisa jadi mereka datang saat kita sedang bahagia-bahagianya. Semacam klimaks suatu cerita.
Setelah cobaan, bukankah kita harus survive?
Itulah kenapa saya mulai belajar survive dari sekarang. Saya tak ingin membebani laki-laki. Bukan berarti Ibu Rumah Tangga itu tidak baik. Setidaknya, saya nanti jadi Ibu Rumah Tangga yang mandiri, beli peralatan rumah tangga kaya Panci Shabu-Shabu sendiri, nggak ribut minta dibeliin kuota untuk ngeblog (Orang Kampung saya sering ribut kalau pasangannya online, blogger aja nggak ada), atau beli buku sampai nggak kebaca, atau beli baju diskonan tanpa habisin uang tabungan. Kalau suaminya mau beliin sih, ya ho oh aja, hehehe.
Perlu diingat. Suami yang bertugas mencari nafkah. Uang suami adalah uang istri. Tapi uang istri, hasil kerja adalah miliknya sendiri.
Tapi, bukan berarti ketika si wanita penghasilannya lebih besar dia malah menginjak-injak suami. Namanya berumah tangga kan bukan suami saja. Tapi kerjasama suami istri.
Sebelum ngajakin nikah, yuk cek diri sendiri. Ngomong depan saya berani membelah bumi. Tapi di depan Bapakku, kau bersembunyi. Mau jadi iman macam apa kau ini? Coba dipikir, masih mau ngajakin saya balapan nikah???
Jangan dulu bilang cinta
Jangan dulu bilang suka
Mungkin kau akan menyerah
Pada pada ayahku
~Yuki Kato
~Yuki Kato
Sebelum ngajakin nikah, yuk cek diri sendiri. Ngomong depan saya berani membelah bumi. Tapi di depan Bapakku, kau bersembunyi. Mau jadi iman macam apa kau ini? Coba dipikir, masih mau ngajakin saya balapan nikah???