Jiah My Id

The Power of Anak Kampung

Powered by Blogger.
Showing posts with label Flash Fiction. Show all posts
Showing posts with label Flash Fiction. Show all posts

Valentine Nay

Bismillaahirrahmaanirrahiim....


***


Aku menahan napas. Ini gila! Dua lelaki saling berjabat tangan, lama dan mata mereka saling memandang. Errrr!!! Mesranya. Kuhitung angka satu sampai sepuluh di dalam hati. Oke! Mereka mesra karena sampai detik kesepuluh tangan mereka masih terjalin erat.


Aku mundur mencari minuman di pesta valentine yang maha tidak penting ini. Sudah kuduga sebelumnya, mungkin akan seperti ini. Gadis jomblo sepertiku datang dengan kakak laki-laki yang menurut gosip yang beredar adalah seorang homo tidak akan menguntungkan sama sekali. Alih-alih ingin dapat pacar, justru kemesraan Reza kakakku dan Vino calon gebetanku yang kudapat. 


Baiklah, mereka dulu satu kelas saat SMA. Vino pernah datang ke rumah sekali seingatku. Aku masih SMP jadi ya tidak terlalu paham dengan hubungan mereka. Aku berbalik arah setelah mendapat minumanku. Hei! Ke mana mereka?


"Nay!" Tya sahabatku menepuk bahuku.

"Hai. Lihat Mas Reza tidak?"

"Tadi sih ke halaman belakang sama Vino. Kau tahu, sepupuku itu yang bantu dekorasi pesta ini. Dia senang sekali kamu mau datang di tengah hiruk pikuk valentine yang menurutmu maha tidak penting ini."

"Kurasa bukan aku yang dia harapkan." kataku berjalan ke halaman belakang. Tya mengekor di belakangku.

"Maksudmu apa?"

"Lihat! Mesra banget mereka!" aku menunjuk ke arah Mas Reza dan Vino yang saling berpelukan. Vino terlihat bahagia, senyumnya lebar.

"Ah! Mesranya!" Tya bertepuk tangan.

Aku menyipitkan mata pada Tya sementara dia tersenyum geli dengan deretan gigi putihnya. Mas Reza dan Vino berjalan ke arahku. Kuputar bola mataku melihat Vino merangkul Mas Reza.

"Nay! Ngapain di sini? Ayo masuk." ajak Vino.

"Mas, pulang yuk! Nay pusing."

Bagaimanapun, aku tidak sanggup menahan rasa patah hati ini.

"Oh tidak bisa Nay! Mas Reza dan aku mau kencan." kata Tya menggamit lengan Mas Reza. Aku melotot padanya sementara Mas Reza menggaruk kepalanya dan Vino cekikikan di sampingnya.

"Apa-apaan kalian!" protesku.

"Sini, kenalan sama calon kakak ipar." kata Tya menjabat tanganku.

Kuputar mataku lagi. Gila! Aku meninggalkan mereka.

"Nay, tunggu!" Vino menggapai lengan kananku. Aku berbalik menatapnya tak mengerti.

"Ini bukan rencana untuk menutupi kehomoan kalian kan?"

Vino menahan tawanya.

"Apa yang lucu?" tanyaku.

"Kau!"

"Aku?"

"Kau pikir aku homo?"

"Bisa jadi."

"Kalau begitu aku taubat dari masa homo."

"Hey!"

"Masa penantian sudah berakhir. Tidak sia-sia lima tahun nunggu restu Reza buat macarin adiknya yang manis." Vino mengedipkan matanya dengan genit.

Aku kaget kemudian menahan senyum dari bibirku. Kulirik Mas Reza di seberang, dia tersenyum ke arahku.


***

Notes :
Kyaaaa~ Valentine maha tidak penting. Selamat ulang tahun buat Mbak Naya Belo dan Mbak Siti [Teman sekolah]. Tambah barokah usianya, sukses selalu :smile . Selamat ulang tahun buat yang ulang tahun. Aku kemarin juga sudah nambah umurnya :uhuk .

25 Januari

"Alexa!!!"


Astaga!!! Mami!!! Kupalingkan wajah dan menarik tangan Duma, pacarku.


"Duma, ayo kita pergi." ajakku.

"Tunggu! Es krimnya belum jadi."

"Udah ayo pergi."


Mami terlalu gesit, dia sudah ada di belakang kami.


"Alexa, kamu kok ada di mall?" tanya Mami.

"Anu Mi...,"

"Siapa sayang?" tanya Duma. Kuinjak kakinya, dia menjerit.

"Au!!!"

"Alexa? Kamu bolos kuliah? Siapa laki-laki ini?" Mami mulai mengintrogasi.

"Duma, Tante. Dumari. Tante Ibunya Alexa?"

"Iya. Lidya, Mami Alexa yang cantik sejagad raya tiada duanya." kata Mami tertawa.


Kuputar mata, ya ampun, Mami!!! Kutarik napas dalam-dalam. Tamatlah riwayatku!!!


"Mi, Alexa ke toilet dulu. Duma, kamu ngobrol dulu sama Mami."


Tamat sudah kisah cintaku ini. Aku bersembunyi di balik dinding memperhatikan Mami dan Duma. Kuambil catatan kecil di tasku. Tanggal 25 Januari 214, putus dengan Duma. Duma pacar ke-17 yang kemungkinan besar akan didepak Mami dari hidupku. Ya Tuhan!!! Aku bukan anak kecil lagi!!! Mami yang single parent terlalu over protektif denganku. 


Semua pacarku tidak ada yang bertahan lebih dari tujuh hari kecuali Duma. Duma memang berbeda dari pacar-pacarku yang lain. Dia bukan ABG, dia sudah bekerja itu yang aku tahu. Bisa bertahan back street sampai satu bulan merupakan catatan sejarah dalam perjalanan percintaanku. Aku tidak rela kalau sampai putus dengan Duma. Aku harus mempertahankan Duma, titik. 


Kulihat Mami dan Duma, mereka cekikikan. Aneh!!! Kok bisa?


"Alexa sudah datang. Mami pamit kalau gitu. Jaga anak gadis Mami ya Duma." kata Mami mencium pipi Duma kemudian pipiku juga.

"Beres, Mi!"


Mami pergi jauh, aku kaget luar biasa.


"Kamu ngomong apa sama Mami? Kok bisa akrab gitu?"

"Rahasia!"

"Duma." aku merajuk. Dia nyengir.

"Mami tanya siapa nama lengkapku. Kujawab Dumari Harlino. Mamaku ngefans Dude Harlino sampai dia ngasih nama Dumari, dua lima januari biar kaya Dude, dua desember. Ternyata Mami kamu ngefans juga sama Dude Harlino."


Tawaku meledak! Mami!!!

***

Notes:
Ditulis dengan sepenuh hati pada malam minggu kelabu karena malam nggak mungkin langit nya merah, di tengah pergolakan batin karena banyak hal termasuk gagal traveling, hujan yang ternyata sudah berhenti, banjir yang surut, macetnya Jepara, antrian bensin dan BBM yang orangnya kaya semut, kebingungan cari warnet, perjalanan ke rumah sakit dan akhirnya dapat warnet :uhuk .Ditulis dalam rangka ulang tahun Monday FlashFiction yang pertama. Selamat ulang tahun MFF!!! :hepi :luph . Terima kasih karena telah menerimaku menjadi bagian dalam grup ini. Terima kasih buat semua pembelajarannya. Aku cinta MFF dan kalian semuaaaa :luph *TebarCiuman :calm . Selamat ulang tahun!!!!

Candle Light Dinner

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

***

Aku menunduk malu. Pipiku rasanya merah karena Yuki Kun terus saja memandangiku. Aku masih tidak percaya, dia mengajakku makan malam. Masker kopiku semoga saja membuat wajahku semakin cantik.

"Una Cha."

Aku menatapnya dan tersenyum malu.

"Kamu suka ini?"

Aku mengangguk. Bagaimana mungkin aku tidak menyukainya? Duduk berdua dengan Yuki kun menikmati candle light dinner. Wanita mana yang sanggup menolak?

Credit

"Ini luar biasa. Terima kasih Yuki Kun."

"Sama...,"

"Papa!"

Aku tersentak, Yuki Kun juga sama. Seorang anak laki-laki berlari ke meja kami. Anak Yuki Kun kah?

"Papa! Tiup lilin, Papa! Huh! Huh!"

Anak kecil itu meniup semua lilin di meja kami satu persatu. Aku melongo dibuatnya.

Semua lilin mati. Hanya lampu temaram yang menyinari.

"Lagi-lagi!" rengek anak itu.

Yuki kun segera mengambil pematik api, menyalakan lilin-lin itu lagi.

"Hore!" teriak anak itu.

Anak itu kembali meniup lilin satu persatu. 

"Akira! Ya Tuhan! Maafkan anak saya karena mengganggu kalian." kata seseorang menghampiri kami.

Setelah berbasa-basi ria, Akira dan Ayahnya meninggalkan meja kami.

"Una Chan. Kamu mau meniup lilin juga?"

Aku tersenyum, Yuki Kun juga.

Prompt #36: Pencarian Sang Arjuna

Bismillaahirrahmaanirrahiim....


***

Arjuna mengelus-elus busur panah miliknya. Setelah berabad-abad lamanya dia hidup dengan penuh rasa berdosa akibat menelantarkan Dewi Anggraeni wanita cantik yang diperkosanya jaman dahulu kala, akhirnya kali ini Arjuna berani bertanggungjawab atas perbuatan tercelanya. Arjuna percaya, tidak ada kata terlambat untuk meminta maaf meskipun kini Dewi Anggraeni telah reinkarnasi. 


Dari kabar burung, Arjuna mendapati bahwa Dewi Anggraeni ibu Butho Cakil telah menetap di Pulau Dewata, pulau paling eksotis di jagad raya. Pulau itu sendiri berada disebelah timur tlatah jawa. Arjuna sadar, mendapatkan permintaan maaf Dewi Anggraeni tidak semudah merayunya karena Dewi dijaga ketat oleh Barong penguasa Pulau Dewata yang merupakan reinkarnasi Butho Cakil.  


“Tolong ijinkan aku bertemu Dewi.” kata Arjuna ketika sampai di pelataran istana Barong.

“Tidak bisa! Lupakan Dewi. Dia sudah bahagia bersamaku.”

“Anak terkutuk! Kau menikahi Ibumu, ha?!”

“Itu bukan urusanmu!”


Arjuna dan Barong perang dengan senjata masing-masing. Perang Kembang terulang di Pulau Dewata. Arjuna mengambil busur bersiap memanah Barong. Hujan badai, petir menyambar. Arjuna dan Barong terdiam. Rupanya Dewata murka sehingga mengutuk mereka berdua jadi patung.


Credit

MFF


Notes:

Ceritanya absurd banget ahahaha. Aku nggak yakin ada cerita seperti ini di Bali. Aku fans berat Arjuna, tapi miris ketika tahu Butho Cakil itu katanya anaknya dari Dewi Anggraeni. Susah ya kalau berurusan sama orang ganteng :uhuk .

Prompt #35: Pohon di Tengah Padang

Bismillahirrahmaanirrahiim.....


***

Aku berjalan terseok-seok dengan rasa dahaga dan lapar terasa sampai ke ubun-ubun. Rasanya seperti mau pingsan, sungguh aku sama sekali tidak bohong. Kuseka keringat di wajahku, lelahnya seperti seorang musyafir di Gurun Sahara. Kulangkahkan kakiku lagi. Aku terperanjat, kaget sekaligus senang. Ada sebuah pohon di tengah padang. Terima kasih Tuhan!

Credit

Aku berlari ke pohon itu seperti mendapat sebuah harta karun. Ya, harta karun di tengah padang. Aku berdiri di bawah pohon. Ya Tuhan! Betapa sejuknya. Aku menengadah, rasanya air liurku menetes. Pohon ini berbuah lebat begitu menggiurkan.


Dengan tergesa kupanjat pohonnya, sambil menelan ludah aku mengambil satu buah merah ranum yang belum kuketahui namanya. Kugigit perlahan, keras. Kugigit lagi tapi tetap saja keras.

"Om!"

Aku tersentak. Airin keponakanku menepuk pundakku.

"Om! Lihat iklan di TV sampai gigit remote segala. Magribnya masih lima belas menit lagi."


MFF

Merdeka

"Vin, gue mau ngomong sesuatu."

"Ngomong aja Nay, gue dengerin kok." jawabku sambil benerin posisi tenggeran di atas pohon jambu.

"Kita putus!"

"Apa?"

"Gue pikir lebih baik kita putus aja dari pada lu gue kalahin mulu saat adu nguber layangan. Gue malu Vin, malu!"

"Gue pikir, lu cinta mati sama gue Nay. Ternyata gue salah. Gue kecewa Nay sama lu."


Tanpa pikir panjang,  aku langsung meloncat ke bawah meninggalkan Nay yang masih terpaku di atas pohon jambu.


"Vin! Maafin gue!" ucap Nay


Gue berjalan tanpa peduli panggilan Nay. Ditanggal 17 Agustus ini akhirnya gue bebas, hore!!!

Refleksi Masa Lalu

“Empat tahun! Di Amerika tidak ada makhluk seperti kalian!” Sam mulai bercerita.

“Kenapa tidak menghubungi kami?” tanya Nita.

“Sam terlalu sibuk berkencan dengan perempuan berbikini seksi.” timpal Nara.

Mereka tertawa. Sudah terlalu lama mereka tak pernah berbagi cerita.

“Nit, di resepsi nanti kau mengundang semua teman SMA kita, kan?” 

“Tentu saja Nara, aku tidak mungkin melupakan mereka. Aku harap kau tidak mengacau, Sam?”

“Jangan bilang kau mengundang semua mantanku! OMG, Nita!”


Tawa renyah mereka membahana di ruang tamu. Mereka terkenang Sam, playboy paling digemari se-SMA.


“Setelah perayaan malam kelulusan di vila, kita sama sekali tidak pernah berhubungan lagi. Kalian ingat malam itu?” tanya Nara.

“Tentu saja.” jawab Sam dan Nita bersamaan.

“Kau dan Alex pacarmu pergi meninggalkan pesta.”

“Iya Sam. Ayah Alex kecelakaan kami ke rumah sakit.”

“Apa hal buruk terjadi?”

“Buruk, Nit! Aku melakukan kesalahan di pesta.”


Sam dan Nita memandang Nara tak mengerti. Kesalahan apa?


“Alex memintaku mencampurkan sesuatu kedua gelas minuman, sekedar lucu-lucuan katanya. Aku tak tahu siapa yang meminumnya karena pergi ke rumah sakit. Dua tahun lalu, Alex memberi tahu bahwa itu obat perangsang. Aku marah pada Alex, tapi lebih marah pada diriku sendiri. Aku harus minta maaf kepada mereka. Mungkin hal buruk terjadi setelah mereka minum minuman itu. Jadi, Sam, bisakah kau membantuku menemukan mereka dalam resepsi pernikahan Nita nanti? Nita, Kau mengijinkannya kan?”


***


Nita

Aku ingin marah, tapi itu artinya aku akan membongkar apa yang aku tutupi selama ini. Pagi hari aku terbangun di ranjang dengan tubuh telanjang di bawah selimut. Aku bahkan tak tahu apa yang telah terjadi. Rasa sakit di selangkanganku membuatku mengerti. Aku hamil dan melahirkan tanpa tahu siapa ayah dari bayi laki-laki bertanda bulan sabit di bahu kanannya. Aku meninggalkannya di panti asuhan. Aku frustasi pada laki-laki yang tega meninggalkanku sendiri. Menyetujui permintaan Nara, itu sama saja bunuh diri. Tapi bagaimanapun, aku juga ingin tahu, siapa ayah bayiku. Anakku, maafkan Ibumu ini.


***


Sam

Aku ingin marah pada Nara, tapi lebih marah pada diriku sendiri yang pagi itu pergi meninggalkan Nita di ranjang seorang diri. Aku terlalu pengecut untuk mengatakan, aku Sam, sahabatnya yang telah mengambil kegadisannya. Aku takut Nita marah, persahabatan kami hancur gara-gara kejadian yang sebenarnya tidak pernah kami inginkan. Aku memilih lari ke Amerika tanpa mencari tahu apa yang terjadi setelah Nita terbangun pagi itu. Kali ini jika aku mengakui semua, apa Nita mau memaafkanku?


***


“Bagaimana?” tanya Nara pada kedua sahabatnya.

“Ya tidak.” ucap Sam dan Nita bersamaan. Mereka bertatapan satu sama lain.

“Aku tidak yakin calon suamiku setuju dengan rencanamu.”

“Aku tidak yakin kau akan melanjutkan pernikahanmu.” Sam menimpali.

Mereka saling menatap lagi, menyimpan sejuta tanya di hati.


“Mama! Biyan akut!” 


Anak kecil sekitar tiga tahun berlari menghambur ke dada Nara. Nara mendekapnya erat. Sam terkejut bukan karena anak itu memanggil Nara dengan sebutan Mama, tapi lebih karena wajah yang begitu mirip dengan wajahnya. Sementara Nita terhenyak melihat anak dengan wajah mirip Sam dan tanda bulan sabit di bahu kanannya.


“Aku melihat kalian dalam diri Biyan. Tolong, maafkan aku!”


Notes :
Gila!!! Drama banget aku nulisnya :hwa

#writingprojectFF Kampung Fiksi

Prompt #33: Ujung Jalan

"Ojek!" panggilku pada anak kecil yang menjajakan payungnya. 


Dia berhenti di tengah jalan sementara hujan semakin deras. Aku sedikit kesal, apa yang dia fikirkan? Kenapa dia tidak menghampiriku? Kuhampiri dirinya seraya menerjang hujan yang kian deras.


Aku memegang payungnya bertepatan dengan seorang perempuan yang datang dari arah yang berbeda denganku. Sejenak kami bertatapan kemudian tersenyum memaklumi.


"Yang ngasih bayaran gedhe, dia yang boleh ngojek!" celetuk si anak ojek payung.


Kuraba saku celanaku. Lembaran Ngurah Rai satu-satunya kuserahkan pada anak itu sebelum perempuan di depanku mengambil sesuatu dari dalam tasnya.


"Ke arah mana? Kita bisa jalan satu payung berdua."


Dia tersenyum dan menunjuk arah yang sama denganku. Tuhan Maha Baik.


Kami berjalan beriringan, satu payung di tengah deras hujan. Si anak ojek payung mengekor di belakang kami dengan jas hujannya, aku tak peduli. Yang terpenting adalah rasa yang tiba-tiba merayap di relung hati. Ini pertama kalinya dan rasanya luar biasa. Aku meliriknya, dia menunduk pipinya bersemu merah. Dalam kesunyian kami seolah bicara dengan bahasa yang tak jelas definisinya.  Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal. Bagaimana bisa hanya dengan diam, perempuan di sampingku ini mampu meluluhkan hatiku?

Credit
Di ujung jalan dia menghentikan langkah, aku mengikutinya.


"Terimakasih." ucap perempuan itu.

Aku menatapnya. Mata coklatnya, suaranya membuatku gila.

"Terimakasih atas tumpangan payungnya. Rumahku di situ, mari mampir. Suamiku pasti senang bisa berkenalan denganmu."


Aku tertawa getir. Bodohnya!

***

MFF

Berani Cerita #40 : Pilihan Hati

Jam kantor telah usai. Sandra terdiam menunggu Malik ke luar dari ruang Dirut. Sandra terlalu sering berselisih paham dengan Malik. Tapi kali ini, sepertinya Sandra akan terbunuh secara perlahan. Sandra duduk di kubikelnya. Masih terngiang ancaman Malik tadi. Sandra meremas tangannya, perutnya terasa tegang.


“Rio, manager kita itu sahabatku. Dia telah dijodohkan dengan puteri Dirut kita. Jangan coba-coba menggoda Rio. Aku akan membunuhmu kalau sampai perjodohan itu gagal!!!”


Kata-kata Malik terus saja terngiang di telinga Sandra. Malik orang kepercayaan Dirut dalam banyak hal termasuk urusan percintaan puterinya. Sifat Malik yang terlalu setia itu, kadang membuat Sandra sebal. Sandra mengutuk dirinya sendiri yang ceroboh. Harusnya setelah meeting dengan klien waktu itu, Sandra menolak ajakan Rio untuk makan malam. Rio begitu baik dan Sandra menyukainya.


Sandra tidak mau usaha yang dilakukan selama ini gagal begitu saja. Sandra memulai semuanya dari nol, dari titik terbawah untuk membuktikan bahwa dia bisa mandiri walaupun tanpa kerja keras dia sudah pasti mendapatkan posisi lebih dari posisinya sekarang.


Sandra bisa memastikan rencana perjodohan itu jelas akan gagal karena dirinya. Ketika rasa itu muncul dan jatuhnya pada orang lain, siapa juga yang kuasa melarangnya?


Malik baru saja keluar dari ruang Dirut. Malik mendekati meja Sandra. Wajahnya merah, matanya menatap Sandra seperti ingin menelannya sekaligus.


“Puas sekarang, ha? Apa sih maumu?” tanya Malik sinis.

“Maksudmu?”

“Jangan pura-pura tidak tahu! Perjodohan itu gagal dan semua itu karenamu!”

“Aku akui, itu semua salahku. Kenapa selalu saja Rio yang kamu pikirkan?”

“Karena dia sahabatku!”

“Kapan kamu mempedulikan dirimu sendiri?”

“Jangan mengalihkan pembicaraan! Kamu perempuan cantik dan berpendidikan. Harusnya kamu bisa mendapatkan lebih dari seorang Rio. Tinggalkan Rio, aku bisa membantumu melupankannya.”


Malik menunduk menatap wajah Sandra. Malik mendekatkan bibirnya ke bibir Sandra kemudian mengecup bibirnya sejenak.


“Apa kamu menciumku demi Rio juga?” tanya Sandra.

Malik sedikit kikuk. Dia bukan seorang yang pintar berkata-kata.

“Ini karena…, aku mempedulikanmu.”

“Aku bukan sahabatmu! Toh kita sering bertengkar, tak perlu kau mempedulikanku!” kata Sandra acuh.

Sandra beranjak dari kursinya, mengambil tas hendak pergi. Tapi Malik menghentikannya.

“Aku mencintaimu.” kata Malik lirih.

Sandra menatap Malik tak percaya.

“Aku serius! Jadi bagaimana?” ulangnya lagi

Sandra tersenyum melihat Malik semakin kikuk.

“Kalian belum pulang?” tanya seorang yang tak lain adalah Dirut mereka.

“Kami masih ada urusan yang perlu diselesaikan, Pak.” jawab Malik.

“Urusan?” tanya Pak Dirut menatap Malik kemudian mengalihkannya pada Sandra yang tersenyum tenang.

“Baiklah. Sandra, jangan lupa ke rumah Ayah jam 8. Mamamu sudah menyiapkan makan malam.” lanjut Pak Dirut kemudian meninggalkan keduanya.

“Ke rumah Ayah? Maksudnya apa, Sandra?” tanya Malik tak mengerti.

“Tidak salah kan kalau perjodohan itu gagal karenaku. Aku memilihmu, Malik.”



Notes : Suka banget bannernya :uhuk , makanya belain ikut :smile

Liburan (Part 3)



Oke lanjut cerita tentang liburan kemarin ya :smile .


Ketika hampir semua blogger heboh dengan rencana ke BN - Blogger Nusantara, aku sendiri hebring ngurusin persiapan ke Bali . Semua persiapan tiket, voucer, makanan, minuman, obat, buku, baju untuk ke Bali sudah oke.  Ada satu hal penting lain yang harus kulakukan sebelum ke Bali. Apa itu? :smile . 


Aku menghubungi blogger Bali atau yang berdomisi di Bali. Mau kopdar? Ngarepnya gitu :uhuk . Ada Mas Ari Tunsa, Mas Gandi, sama Mbak Ayu Itik Bali. Aku minta nomor HP mereka semua :uhuk . Sebenernya alasan yang paling masuk akal adalah biar aku bisa minta bantuan mereka kalau-kalau aku hilang saat di Bali, huahahah :uhuk . Mengingat masa lalu *Halah :wek waktu main ke rumah Mbak Susi, ambil tiket di terminal yang Jepara sendiri aja kesasar :shy *Peluk Mbak Erry yang juga hobi kesasar *Tos :hai :uhuk .


Oke, mari kita let’s go!


Setelah makan de el el, jam satu siang 28 November 2013 aku diantar Bapak ke terminal. Sampai di sana, anak Bapak dan Bu e ini -aku- ngobrol geje sama Mbak yang jual tiket. Setelah bus datang, aku pamit sama Bapak. Pukul 14.15 WIB, bus berangkat. 





Aku mendapat tempat duduk no 24. Karena nomor 23-24 masih kosong, maka aku milih dulu yang di dekat jendela. Banyak hal yang bisa dilihat dari jendela :uhuk . Oh iya, kemarin aku belum ngasih alasan kenapa milih naik bus :smile . Selain karena lebih murah meskipun perjalanannya sangat lama, aku juga terobsesi untuk naik kapal :uhuk .


Meskipun Jepara itu daerah laut, aku sama sekali belum pernah naik kapal :smile . Dulu pas kecil pernah naik perahu, waktu ikut mancing Kakak juga naik perahu tapi perahunya diikat jadi gak sampai tengah laut :uhuk . Karena Kapooor *eh :uhuk begitu terobsesi dengan kapal sampai-sampai beberapa FF yang aku buat berbau laut dan kapal. Contohnya FF Bloating of Boat yang berubah jadi Mencari Dibah. FF terakhirku untuk MFF Idol Poem Stage juga sengaja milih puisi berjudul Air Laut yang Menerpa Wajah Kita karya Adimas Immanuel *jangan tanya siapa dia, aku juga nggak kenal :uhuk *ditimpukbuku . Kalau sudah bau laut gitu, aku kan jadi terinspirasi nan obsesi :uhuk .


Selama perjalanan aku sengaja jadi Sleeping Beauty. Tujuannya? Biar nggak mabok :mabok . Sampai Kudus, baru deh bangku sampingku terisi dengan sesosok laki-laki :hiks . Bodo amat, tarik selimut tidur lagi :smile .



Setelah sekian waktu, bus mulai penuh. Ternyata hanya aku yang jadi makhluk paling cantik di sana :omg . Jadi sepanjang perjalanan di bus aku cewek sendiri :hwa . Waktu agak sorean, tiba-tiba terbangun dan lihat patung kelinci. Oh my God! Itu si kelinci yang sudah sekian lama pengen aku lihat. Patung kelinci di kota dua kelinci, Pati . Sayang aku telat motret soalnya busnya jalan cepet banget. Kembali tidur deh :smile .


Bangun tidur lagi sekitar jam delapan malam. Waktu itu berhenti di daerah Tuban untuk makan malam dan solat. Dasarnya malas de el el, aku tidak turun untuk makan. Ngecek HP, SMS orang rumah dah sampai di Tuban. Tak lupa internetan juga, cek e-mail. Gila! Ada e-mail dari Host MFF Idol, Mas Harry Irfan. Katanya sih lebih baik di cek ulang FF yang aku kirim mumpung belum DL pengiriman. Tengok kanan kiri, nggak ada warnet. Aku pusing deh ya gara-gara nggak bisa ngedit FFku itu.



Sebelumnya, aku dorong-dorong kopernya bos, eh jadi ghost writers . Beberapa waktu juga aku menghindari yang namanya gendong-gendong tas. Percaya aja aku sama sugesti wekeke :uhuk . Aku sempat buat Prediksi Jitu Top tentang nasibku di MFF Idol.  Sebelum perjalanan ke Bali, mau tidak mau aku gendong tas ke sana, ke mari . Kembali tidur dengan perasaan gundah. Untuk FF yang kukirim itu, lagi-lagi kupanjatkan doa. Tapi tetap saja feelingku kurang bagus :hiks .

Prompt #32: Sinar Matanya

Kian mengaduk-ngaduk makanannya. Sejak tadi, belum satu sendok pun masuk ke dalam mulutnya.

“Riana hamil, aku harus menikahinya.” Kian membuka suara seolah mengerti keadaan sekitarnya.

“Kamu tidak akan pernah menikah dengan Riana.”

Dia menatapku tak mengerti. Mata kami saling memandang. Semenit kemudian Kian tahu apa yang tersirat di mataku. Mata biru lautnya mengiba, aku tak memperdulikannya. 

***

Bayi lelaki itu merangkak mendekatiku. Dia berhenti di beberapa langkah dari tempatku berdiri. Pandangan kami beradu. Kurasakan kedua matanya seperti sebilah pedang yang mengoyak-ngoyak pikiranku dan meminta pertanggungjawaban atas apa yang telah kulakukan.



“Sayang, lihat! Sepertinya bayi ini menyukaimu.” Riana bersorak menggamit lenganku.

“Benarkah?”

“Sungguh. Dari tadi aku memperhatikannya. Sejak pertama kali kita masuk, dia selalu menatapmu. Kita ambil dia saja ya!?”

“Kita lihat dulu bayi yang lain. Panti asuhan ini punya banyak bayi manis.”

Kutarik tangan Riana menjauhi bayi lelaki itu. Mata bayi itu masih mengawasiku. Aku menarik napas sejenak atas pertemuan tak terduga ini. Aku sudah mati-matian menjauhkannya dari Riana saat dia baru lahir. Tapi kini, bayi itu seolah tahu bahwa Riana adalah ibunya. Sinar mata itu menunjukkan segalanya. Sinar mata biru laut milik Kian, ayahnya yang juga kekasihku yang kubunuh sebelum menikahi Riana, yang kini menjadi istriku.


“Tulisan ini diikutsertakan dalam “Birthday Giveaway “When I See You Again” di blog: http://itshoesand.wordpress.com “

MFF

Tak Bisa Hidup Tanpamu

Semua mata melihat ke arah Mimin. Meski sudah biasa, tetap saja mereka merasakan sesuatu yang berbeda terhadapnya. Bajunya yang kumal dan galon yang selalu melekat dipunggungnya. Mimin enggan melepaskan galon itu. Pernah suatu hari seseorang bertanya kenapa Mimin tidak mau melepaskan galon itu. Mimin hanya menjawab dengan senyuman. Baginya galon itu seperti oksigen. Mimin tak bisa hidup tanpanya.


Hujan lebat, aku melihat Mimin berlari ke lapangan masjid. Dia tertawa riang seperti menemukan sesuatu padahal suara guntur menggelegar memekakkan telinga.


“Mimin! berteduh, Min! nanti sakit!” teriakku.

“Tak mau! aku sedang menyambut kekasihku.”

Mimin menadahkan galon miliknya ke pancuran aliran air hujan.

Diikutsertakan dalam #FF100Kata

Terimakasih Tuhan

Baku tembak terdengar menyakitkan telinga. Anak-anak menangis mencari orang tuanya yang tak tau di mana. Suara tangis itu akhirnya terhenti ketika kepala mereka mengeluarkan darah. Semua mata waspada, senjata mereka juga siap membidik setiap gerakan yang mencurigakan.


Seorang anak menatap nanar ke depan. Dia bersembunyi, napasnya tersengal-sengal. Dia menahan perih di kaki kanannya akibat luka. Di sampingnya beberapa tubuh terbujur kaku berlumur darah. Sungguh menyakitkan hatinya. Dia melihat setiap detik pembantaian yang dilakukan orang luar sukunya.


Aku berlari ingin memeluknya, merasakan betapa aku juga mengalami kepedihan yang sama. Aku terhenti, senjata mereka mengacung padaku.


“Cuma kucing, bukan manusia.”

Terimakasih Tuhan.

Credit

Diikutsertakan dalam #FF100Kata

Seksi

Ini pertama kalinya aku ke toko lingerie. Sedikit malu, tapi ya sudahlah. Apa salahnya?


Aku berjalan mengelilingi toko. Semua pelayannya ramah-ramah. Salah seorang menyodorkanku majalah koleksi terbaru Victoria's Secret. Kubolak-balik majalah itu perlahan. Matahu terhenti pada sosok gambar yang ternyata lumayan seksi. Tunggu, seksi?


Seorang model berambut panjang dengan lingerie merah darah serta sayap bulu-bulu di kedua lengannya. Aku menelan ludah. Dia benar-benar menggoda. Dia terlihat begitu seksi. Aku mengusap keringat di pelipisku. Kepalaku berdeyut begitu juga bagian bawah perutku.  


“Bagaimana Cin, udah nemu lingerie yang cocok belum? akika udah dapat yang seksi nih.”


Aku tersadar. Aku aku masih normal!!!


Diikutsertakan dalam #FF100Kata

Puncak Gunung

Aku menyeka keringatku sementara Rivai masih saja berjalan di depanku dengan semangat 45nya.


“Riv, masih jauh?”

“Masih! Ayo semangat dong, Rev! katanya mau lihat yang bagus?”


Aku mengangguk. Ini pertama kalinya aku melakukan perjalanan mendaki puncak gunung. Sebenarnya aku tidak terlalu suka gunung.  Aku tidak tahan udara dingin. Tapi Rivai dengan segala kegigihannya membuatku mengiyakan ajakannya untuk mendaki gunung. Aku menarik napas. Perjalanan mendaki memang tidak mudah. Pundakku terasa begitu nyeri dengan beberapa bahan makanan dan perlengkapan lain di dalam ransel yang kubawa.


“Nggak asik ah! nggak semangat gitu!” Rivai cemberut. Aku tersenyum.

“Udah. Sampai di sini aja ya? aku nggak kuat.”

“Nggak-nggak-nggak kuat, nggak-nggak-nggak kuat, aku nggak kuat naik gunung-gunung.” kata Rivai bergaya Seven Icon.


Aku terbahak. Baru kali ini aku melihat Rivai dengan gaya unyu seperti itu.


“Kamu cocok banget deh, Riv.”

“Maksudmu cocok jadi girlband? ah! aku nggak suka!” kata Rivai melanjutkan jalan sementara aku mengekor di belakangnya.

“Masa nggak suka? lha itu bisa gaya gitu.”

“Aku lebih suka kamu daripada mereka.”

Langkahku terhenti. Rivai juga ikut berhenti.

“Kenapa?”

“Kamu suka aku?”

“Iya. Kenapa? ada yang salah?”

“Tapi, kita…,”

“Aku suka jailin kamu, wek!”


Aku meninjunya, dia tertawa. Dia berlari aku mengejar.

Rivai terus berlari sementara aku mengejarnya sampai kehabisan nafas.


“Stop! kita istirahat.” kataku.


Rivai memandangi sekitar.


“Rev. Sepertinya kita…,”

“Kita tersesat?”

“Kita sampai, Rev! puncak gunung!” teriak Rivai histeris.

Aku memandang ke arah yang Rivai tunjukkan. Benar! puncak gunung. Aku meloncat. Akhirnya aku bisa naik gunung.


“Reva!”

Aku menoleh ke belakang. Suara yang tidak asing.

“Rendra? Anna, Dito, Mega. Kalian di sini juga?”

“Kami semua di belakangmu.” jawab Rendra pacarku.

“Ehem.” Rivai, saudara tiriku menyenggol lenganku.

Aku tertawa geli. Dia berjalan ke arah Mega, gadis yang diincarnya.

“Reva, mau jadi teman hidupku?” tanya Rendra malu-malu.

Semua bersorak. Pipi Rendra semakin memerah. Aku mengangguk pelan di depannya.


[GIVEAWAY] Cerita Perjalanan


Notes :
Kemarin, aku janji mau buatin FF Qem Por . Taraaaaa :smile

Sipit Manis

“Ih lihatin matanya, sipit-sipit manis, gimana gitu ya?” bisik dua siswi yang lewat di depanku.


Aku menunduk, malu. Sejak masuk sekolah ini, murid-murid selalu membicarakan mataku. Mata yang katanya sipit mirip vocalis band yang menyanyikan lagu Aishiteru1. Aku malah sama sekali tidak tahu dia seperti apa.


Kualihkan pandanganku pada dua siswi yang melihatku tadi. Mereka tersenyum dan kubalas dengan tersenyum pula.


“Ya ampun! Matanya itu lho! Masa ngedipin aku!”

“Bukan! Dia ngedipin aku tau!”


Ish! Mereka ini. Aku benar tertawa geli mendengarnya. Bukankah berkedip itu biasa?


Neon naui girl friend e e e2.  Pinjam ipadnya. Aku mau liat Minwoo tau!”

Credit

Diikutsertakan dalam #FF100Kata

Notes :
1 Aku cinta kamu
2 You’re my girlfriend e e e

Tema  : Mata Lelaki


Ini juga ide dari tulisan teman Pemain Timnas Vietnam vs Pak Aishiteru hihihi :uhuk

Jago Jali

“Jadi, HIV atau Human immunodeficiency virus itu bisa menimbulkan penyakit AIDS. Virus ini bisa menular kalau kita berganti-ganti pasangan  dalam melakukan hubungan seks.” jelas pegawai kesehatan yang memberikan penyuluhan.


Semua orang kampung Kendit ber-o ria sementara Jali yang duduk di pojok belakang berkeringat dingin disekujur tubuhnya. Jali merekam semua perkataan pegawai itu di mana HIV menular karena bergonta-ganti pasangan.


Ayam jago yang dipeluk dibiarkan lari. Jago itu mungkin membawa HIV, pikir Jali.

“Jali! Tegang amat! Kenapa?”

“Habis ini, gue nggak mau liat jago gue lagi itu. Jago gue sering gonta-ganti pasangan. Mungkin dia kena HIV.”


“He? Jadi selama ini, lu…,”


Diikutsertakan dalam #FF100Kata

Tema : Parafilia

Gagal

Hatiku senang bukan main. Hari ini aku kencan. Rina, cewek yang sudah tiga bulan pedekate denganku akhirnya member sinyal. Senangnya. Kali ini aku menunggu Rina di gang dekat pasar. Ah! itu dia.


“Dit, sudah lama nunggunya?”

“Nggak. Baru juga sampai. Jalan yuk!”


Aku dan Rina baru beberapa meter berjalan terhenti karena seorang bertubuh kekar di depanku. Lengannya bertato. Ototnya menonjol. Rina berdiri di belakangku seperti ketakutan.

“Permisi, boleh lewat, Om?”

“Berani bayar berapa?” tanyanya tegas.

“Aku masih SMP, Om. Nggak punya duit.”

“Kalau nggak punya duit, nggak usah pacaran. Belajar saja di rumah.”

“Tapi, Om…,”

“Rina! Ayo pulang! Belajar saja!”


Diikutsertakan dalam #FF100Kata

Notes :
Hiks :hiks . Nggak ada ide sama sekali dengan kata Tato :etc