Jiah My Id

The Power of Anak Kampung

Powered by Blogger.
Showing posts with label Flash Fiction. Show all posts
Showing posts with label Flash Fiction. Show all posts

Pesta Fiksi #25Januari - Waktu yang Mencengkeram


                Bismillaahirrahmaanirrahiim....
***
                Kugenggam erat smartphoneku. Kurasakan keringat dingin membasahi sekujur tubuh. Pukul 00.27 dan mataku masih belum terpejam juga. Jika kutahu akhirnya akan semenakutkan ini, lebih baik kuajak Nina untuk menginap. Sialnya!

#FFRabu: Cincin

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

***

“Aku dilamar!!! Lihat cincin berlian bermata satu ini. Ya Tuhan! Aku gugup sekali!” teriak Mona histeris.

“Selamat ya, Sayang! Akhirnya penantian hubungan panjangmu terjawab!” sambung Vina antusias.

Aku menyeruput jus jeruk di gelas hingga tandas. Vina melolot, memberi kode agar aku mengatakan sesuatu pada Mona.

“Itu cincin asli, Mon?”

“Emang kamu nggak lihat?” ucapnya sambil menyodorkan jemarinya yang bercincin.

Aku meliriknya tapi kemudian Mona menarik tangannya.

“Kamu mana bisa bedain? Pakai berlian nggak pernah! Nggak punya sih!” sambungnya.

Aku mendengus jengkel.

“Baru juga dilamar, punya cincin. Kamu nggak tahu apa? Saturnus make cincin bermilyar tahun nggak nikah-nikah!”

Dan Mona menangis.

***

#FFRabu @MondayFF #Cincin

#FFRabu: Pedekate


Bismillaahirrahmaanirrahiim....

***

“Heh! Ngapain liat-liat!”

Aku menoyor kepala Sandy sahabatku yang melotot melihat Kakakku.

“Cewek cantik, Din! Lumayan jadi cemceman! Udah lama ini nggak punya pacar!”

“Awas aja berani deketin! Aku sunat burungmu!”

“Kenapa? Cemburu ya!?”

“Dia Kakakku!”

Sandy menatapku dari ujung rambut sampai kaki, “Betul dia Kakakmu?”

Aku mengangguk malas.

“Kok nggak mirip?”

“Dia sering dandan, aku nggak.”

“Kok nggak pernah liat?”

“Dia kan sekolah di luar kota.”

“Namanya siapa?”

“Nur Aprilia Dwi Sasanti.”

“Anak kedua?”

“Bukan! Dia anak sulung.”

“Lahir bulan April?”

“Bulan Agustus!”

“Tanggal berapa?”

“Enam belas!”

“Nomor hapenya?”

“Kosong delapan....”

Aku menutup mulutku sementara Sandy berlari jauh. Sial!!!

***

#FFRabu: Kakak Perempuan @MondayFF

Btw, itu memang nama Kakak sulungku hihi

Sepatu Kaca Terakhir Cinderella

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

***

Cinderella mendesah. Jam 12 malam, saatnya untuk pulang. Pangeran menatapnya bingung. Apa Cinderella akan lari seperti di pesta-pesta sebelumnya? Jawabannya tentu saja iya. Cinderella mengangkat gaun panjangnya. Sedikit terburu, dia lari meninggalkan Pangeran yang mengajaknya berdansa.

Kalau boleh jujur, Cinderella sudah lelah harus berlari saat jam 12 malam di setiap pesta yang didatangi. Meminjam gaun dari usaha laundri Mama tirinya dan mengembalikan keesokan harinya tidak lah mudah. Terlebih saat ada mata yang memerhatikan gaun yang dipakainya. Bisa gawat kalau ketahuan pemiliknya!

Menengok ke belakang, Pangeran masih mengejarnya. Melangkah ke turunan anak tangga, Cinderella diserang rasa panik. Cerita sebelumnya, di ujung anak tangga sepatunya akan terlepas. Sedangkan sepatu yang dipakainya saat ini adalah sepatu kaca terakhirnya.

Tepat di ujung anak tangga tukang ojek langganannya menjemput. Buru-buru Cinderella naik diboncengan sang ojek. Dilihatnya Pangeran terduduk kelelahan mengejarnya.

Cinderella tertawa saat motor sang ojek menjauh dari istana. Belum saatnya Pangeran mendapatkan dirinya. Diliriknya sepasang sepatu kaca yang masih bertengger manis di kakinya. Sepatu kaca bertali hasil rancangan Cinderella sendiri.





#MizanCreativeAcademy #CERMAT

***

Note:

Sebelumnya saya pernah menulis FF Cinderella http://jiahjava.blogspot.in/2013/11/sepatu-kaca-cinderella.html. Sekarang saya menulis lagi Cinderella dalam versi yang berbeda :uhuk :smile :hai.

Sumber Gambar:
@penerbitmizan dan http://gladisco.lintas.me/article/fashion-and-beauty/yuk-intip-9-model-sepatu-cinderella-rancangan-desainer-dunia

Prompt #75 - Wanita Cantik di Matamu

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

***

Brakkk! Kubanting pintu kamar. Duduk di depan meja rias sambil mengamati wajahku. Kenapa mereka selalu mengejekku? Wajahku memang tidak secantik Mirna si Kembang Desa. Bekas bibir sumbingku masih ada. Tapi bukan berarti mereka bisa mengejekku kan?

"Ada apa?" Mas Zidan menghampiriku hati-hati sambil meraba sekelilingnya.

"Kenapa Mas Zidan memilihku? Bukannya si Mirna lebih cantik daripada aku? Dengan kekayaan Mas, harusnya Mas bisa pilih gadis mana pun."

"Bagi Mas, kamu perempuan paling cantik, sungguh!"

"Mas bohong!" kataku terisak.

Mas Zidan meraba wajahku. Dihapusnya air mata yang mengalir di pipiku. Hati-hati Mas Zidan menyentuhkan tangannya di dadaku.

"Mas lebih suka hatinya yang cantik daripada wajahnya. Mas nggak akan pernah lihat wanita lain deh!"

"Gombal!" ujarku sambil tertawa, memukul pelan dadanya.

Ya, Mas Zidan tidak akan pernah melihat wanita lain.

"Mas boleh berbohong, aku akan percaya. Tapi, jangan tinggalin aku," kataku manja.

"Siap Bos! Mas mau wudhu, tolong siapkan Al-Qur'an Braillenya. Kita ngaji sama-sama ya!"

***

Notes:
Pertama kali ikut Prompt lagi :uhuk. Nggak ngetwist. Ya sudahlah :uhuk :hepi :hai.

Prompt #75 MFF

Malam Bersama Bapak

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

***

Bapak mencengkeram pergelangan tanganku kuat-kuat. Kantor polisi sudah tidak terlihat lagi. Waktu sudah hampir tengah malam tapi jalanan masih ramai lalu lalang kendaraan.

Aku berusaha melepas tangan Bapak tapi tak bisa. Harusnya aku senang karena akhirnya Bapak 'menggandeng' tanganku. Nyatanya matanya menyimpan amarah. Bapak baru saja mengeluarkanku dari penjara, itu intinya.

"Aku bukan anak kecil lagi!" teriakku.

"Kau anak ingusan tau apa?" Bapak menghempaskan tanganku,

"Sekarang, mana barang yang kau curi?"

"Tidak ada!"

Bapak menendang kakiku. Aku jatuh terduduk.

"Jangan bohong! Kau jual ke mana barang curian itu?"

"Tidak ada!"

Bug! Aku merasakan perih di ujung bibirku akibat bogem mentah Bapak.

"Apa ini yang diajarkan Gurumu di sekolah? Mau jadi apa kau nanti?"

"Anak polisi jadi polisi, anak guru jadi guru, anak pencuri jadi pencuri," kataku acuh.

"Bapak tidak pernah mengajarimu jadi pencuri!"

"Bapak pencuri! Nyuri hak orang lain! Malak! Jadi preman pasar sama dengan pencuri!" teriakku frustasi.

Aku berlari meninggalkan Bapak. Percuma selama ini aku jadi anak baik. Kata orang, anak preman sama dengan preman. Buah kan jatuh tidak jauh dari pohonnya.

Kutengok Bapak di belakang. Matanya menatapku sedih. Setetes air mata turun di pipinya. Aku menganga sementara Bapak memalingkan muka.

***

#Cermat @PenerbitMizan

Anak Ibu

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

***

Tarik napas, embuskan. Tarik lagi, embus! Aaaa!!! Kenapa suaraku aneh? Kuraba leherku. Apa ada radang ya? Bisa gawat kalau begini. Besok aku lomba menyanyi. Kalau suaraku tidak kembali, bagaimana aku bisa menang?

"Hei, ada apa, Sayang? Ibu kaget denger teriakan kamu," Ibu melongok membuka pintu kamarku.

"Suara Dani aneh, Bu. Padahal besok Dani ada lomba nyanyi," jelasku.

Ibu menghampiri dan duduk di sebelahku. Ranjangku berdecit, sedikit protes dengan beban tubuh kami.

"Coba buka mulutnya!" Kubuka mulut, Ibu memeriksanya.

"Tidak ada yang aneh. Badan kamu juga tidak panas," kata Ibu seraya menyentuh dahi dan leherku. Lalu aku kenapa?

"Astaga! Jangan-jangan kamu mulai puber! Kenapa Ibu sampai tidak sadar dengan perubahan kamu? Maaf kan Ibu ya!" Aku mengangguk sementara Ibu mengelus kepalaku.

Ibu menjelaskan ketika anak laki-laki memasuki usia akhir SD mereka mengalami puber. Ibu bilang itu semacam peralihan dari anak-anak ke remaja. Suaraku yang sedikit serak itu salah satu ciri puber. Aku mengangguk sekenanya.

Harusnya saat ini Ayah yang mendampingiku. Akan jauh lebih mudah melihat langsung perubahan nyata seorang laki-laki. Saat aku bertanya tentang Ayah, Ibu menunduk sedih. Tak ada penjelasan. Ibu tersenyum lalu pergi.

Pernah aku melihat Ibu menangis diam-diam di kamarnya. Ketika aku mengintip, terlihat Ibu memegangi selembar foto. Wanita berkebaya putih berjarik coklat yang sedang tersenyum.

Ketika melihatku, Ibu menyembunyikan foto itu. Aku berlari ke arahnya. Tangannya dengan sigap mendekapku. Wajahku bersembunyi di dada datarnya yang naik turun menahan isakan. Aku mendongak, tanganku terulur mengahapus air mata yang ada di pipinya turun ke leher dengan sedikit tonjolan di tengah. Tidak peduli siapa Ayahku, aku tetap anak Ibu.

***

Notes:
Lewat fiksi saya jadi anak-anak, cowok lagi!!! Eh, dah sering ding jadi 'aku' cowok :wek :uhuk :hai

“Flashfiction ini diikutsertakan dalam Tantangan Menulis FlashFiction – Tentang Kita Blog Tour”

Surga Hati

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

***

"Aini nggak mau ngaji, Yah," ucap Aini dengan polosnya.

Farhan yang sedang memeriksa buku mengaji Aini terdiam. Dipandangnya putri empat tahunnya yang asyik membolak-balik buku.

"Kenapa nggak mau ngaji? Katanya Aini mau jadi Qori'ah?"

"Buat apa ngaji, Yah? Aini nggak bakal masuk surga juga."

Farhan menelan ludah. Kenapa putrinya bisa berpikiran seperti itu? Kalau sudah begini, Farhan jadi sentimentil, rindu akan nasihat mendiang istrinya yang meninggal saat melahirkan Aini.

Farhan mendekati putrinya, mengelus pelan kepalanya.

"Aini, dengan melakukan kebaikan kita bisa masuk surga. Ngaji itu termasuk kebaikan lho!"

"Masa sih, Yah? Kata Nunu anak Ustadzah Wulan, surga itu ada di rumahnya di telapak kaki ibunya. Aini kan nggak punya Ibu, jadi rumah kita nggak ada surganya. Ibu kenapa pergi, Yah? Aini kan jadi nggak bisa masuk surga. Apa di telapak kaki Ayah ada surganya?"

Farhan ingin menangis dan tertawa bersamaan saat Aini melihat telapak kakinya.

"Yah, surganya di sebelah mana sih?"

"Aini, surga nggak ada di situ. Sini deh Ayah tunjukin!"

Aini buru-buru duduk dipangkuan Farhan, memandang Ayahnya penuh minat.

"Surga itu tempat yang tenang dan indah. Kita bisa buat surga sendiri di sini, di hati kita, " Farhan menunjuk dada Aini,

"Dengan berbuat baik, hati kita jadi tenang. Ibu juga sering berbuat baik, makanya Ibu masuk surga di rumah akhirat sana."

Aini mengerjapkan matanya lalu tersenyum.

"Jadi Aini bisa masuk surga? Asik Aini bisa masuk surga!"

Aini turun dari pangkuan Farhan melompat-lompat kesenangan. Farhan mengelus dada, putrinya semakin pintar ternyata.

"Yah, kalau surga itu di hati, kita masuknya dari mana?"

***

#Cermat @PenerbitMizan

Dunia di Balik Pintu Kayu

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

Dunia di Balik Pintu Kayu merupakan buku kumpulan flashfiction karya peserta MFF Idol Seasion 1 tahun 2013 dan beredar pada Agustus 2014.

Saya ada di sana? Iyes benar. Saya pernah menulis perjuangan saya di MFF Idol. Rasanya setelah berjuang dan kini hadir dalam bentuk buku itu sesuatu.

Di buku ini kita akan dimanjakan dengan berbagai jenis FF dalam berbagai genre. Walaupun di MFF Idol saya tidak juara, saya bangga bisa ada di sana. Kalau boleh saya bilang, bukalah pintu dan temukan duniamu.

Sampai jumpa :hai.

Legenda Oh Legenda

Bismillaahirrahmaanirrahiim...

LOL atau :uhuk Legenda Oh Legenda adalah salah satu buku saya dan teman-teman pecinta flashfiction. Buku ini lahir dari proyek flashfiction hasil dekonstruksi 15 legenda nusantara yang ditulis oleh 19 orang kontributor #FFKomedi123Kata.

Awalnya Mas Momo membuat twit ajakan untuk menulis FF genre komedi. Saya ikutan daftar dan akhirnya akhir november 2013 terkumpul 19 orang. Selama bulan desember 2013 kami mengerjakan FF tersebut. Akhirnya Juni 2014 buku tersebut hadir.

Rasanya, hem seneng dong. Saya pikir, saya tidak bisa nulis genre komedi. Ternyata bisa hehe :smile. Penasaran? Silakan tengok di sini. Saya dan teman-teman tidak bertanggungjawab kalau selesai membaca kalian guling-guling :uhuk.

Sampai jumpa :hai

Kamu, Kamu, Kamu

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

***

Aku melihat Vino masuk ke perpus, tumben! Dia mengedarkan pandangan ke kanan dan ke kiri seolah mencari seseorang. Sesaat mata kami bertemu kemudian dia tersenyum dan melangkah ke arahku. Perpus sore hari memang sepi, jadi Vino melenggang santai dengan siul menggodanya.


"Nay! Sabtu sore gini masih di sini aja. Keluar yuk?"


Kututup bukuku dan memandangnya.


"Males ah Vin. Mengingat yang dulu-dulu, nasib sial selalu datang kalau aku sama kamu."

"Kali ini nggak lagi deh. Serius!"

"Aku...,"

"Vino!!!" teriak seseorang dari arah pintu. Risa, pacar Vino.

"Waduh! Mak Lampir datang." bisik Vino.


Risa berjalan dengan berkacak pinggang. Cerita lama, mereka pasti bertengkar. Aku menatap bukuku dan tenggelam di dalamnya.


"Kamu kok mutusin aku lewat SMS gini sih? Kamu pikir aku cewek apaan?"

"Kamu cewek beneranlah! Masa cewek jadi-jadian?"

"Apa salah aku?"

"Aku ngerasa nggak nyaman sama kamu, Ris. Daripada kamu sakit hati dan mumpung hubungan kita masih sebulan, kita putus aja."

"Terus kata cinta yang kamu ucapin dulu, apa artinya?"

"Hati orang nggak bisa dipaksain kan, Ris? Perasaan ini bukan itu kamu. Aku nggak pernah tahu kalau aku bisa merasakan perasaan lain. Aku benar-benar peduli, dan melakukan semua hal untuk kamu, kamu, kamu."


Aku menatap Vino seketika saat mendengar kata-kata terakhirnya. Dia tersenyum padaku sementara Risa cemberut di sampingnya.


"Kamu jahat!" teriak Risa kemudian pergi berlalu.

"Aku rela ngelakuin apa aja demi kamu, Nay. Dan aku juga tak akan meminta balasan apapun."


Kami tersenyum saling bertatapan dan kini aku tahu apa yang aku mau.


"Vino aku...,"

"Kamu mau apa?"

"Rambutan!" teriakku melembar satu biji rambutan plastik.

"Aaaaa!!!"

Vino pun lari tunggang langgang karena fobianya.

Gandewa Asmara

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

***

Diriku dan khayalan
dalam kenyataan
Kini kualami satu masa indah
dalam tidurku
Kita pun bermesraan
Saling mengikat janji
Seolah diriku dan kamu
bagai sepasang kekasih

Virzha mengerjap-ngerjapkan matanya. Sinar matahari dari balik jendela kamar membuatnya terbangun dari mimpi basahnya. Alisnya berkerut, berpikir keras mengingat-ingat kembali mimpinya. Tersadar, dia baru saja bangun dari mimpi basah dan itu gila.


Seulas senyum tersungging dari bibirnya antara aneh tapi kagum. Dia belum pernah mimpi seperti itu dengan seorang gadis apalagi gadis itu adalah Ellyane. Ellyane gadis yang selalu marah-marah padanya. Ellyane yang selalu menjadi musuh di kelasnya. 


Kenapa malah Ellyane, bukan Ratna gadis yang jelas-jelas diincarnya? Kenapa Virzha harus mimpi berlarian di tengah hujan untuk mengejar Ellyane? Kenapa Ellyane tersenyum padanya saat akhirya mereka berdiri di tengah hujan dengan pakaian yang basah? Kenapa mereka berpegangan tangan seperti sepasang kekasih? Pertanyaan itu terus bergelayut di kepala Virzha. Bagaimana bisa?  Virzha menepuk jidatnya tak percaya. Dia pasti sudah gila.

***

Ellyane menundukkan kepala dalam-dalam saat berpapasan dengan Virzha di kantin sekolah sementara Virzha sendiri tak hentinya menatap Ellyane dengan perasaan aneh. Ellyane tersenyum geli kemudian menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. 


Semalam Ellyane mimpi berlarian di tengah hujan dengan Virzha. Virzha musuhnya, bukan Virzha yang lain karena memang tak ada laki-laki yang berani mengganggunya selain Virzha. Dalam mimpinya Virzha memegang tangannya erat seperti sebuah janji yang tak terucap. Mereka saling bertatapan, tersenyum, dan kemudian Virzha mendekatkan wajahnya pada Ellyane. Di tengah derasnya hujan dan ketidakmampuan Ellyane menahan dingin, Ellyane memejamkan mata, merasakan hawa panas seperti sengatan listrik yang menjalar ke tubuhnya akibat genggaman tangan Virzha. Hembusan napas Virzha begitu dekat dengan wajahnya hingga Ellyane menggigit bibirnya dan terbangun karena sakit di bibirnya. Sial!


Mungkinkah dirimu cinta kepadaku
Seperti mimpi-mimpi yang s'lalu datang dalam tidurku
Inikah kenyataan atau bunga
tidurku
Seolah diriku dan kamu bagai sepasang kekasih

Bagaimana bisa kau hadir di mimpiku
Padahal tak sedetik pun kurindu dirimu


Aku menatap Virzha kemudian Ellyane. Aku tersenyum geli melihat tingkah lucu mereka. Yang satu menunduk dalam dan tersenyum geli, sementara yang lain menatap dengan perasaan aneh dan bertanya-tanya. Bagaimana bisa mereka mimpi hal yang sama?


Dan kita berjumpa dalam mimpi
Kau pun merasakan itu
Mungkinkah ini takdirnya


Aku membolak-balikkan agenda di tanganku. Mereka sudah pantas mendapat perasaan lebih di usia mereka yang ketujuh belas. Sudah saatnya meleburkan kebencian yang mereka bangun dan menggantinya dengan benih indah yang lain. Benih yang membuat perasaan menjadi lebih hangat, lebih indah.


Kututup agenda tebalku dan berdiri. Kukepakkan kedua sayapku. Kuambil panah dan busurku. Saatnya memanahkan cinta.

Cupid vector
Credit

Giveaway Hujan Daun-daun

Thanks for:
The Groove - Khayalan

Quiz Monday FlashFiction Prompt #4: Ayunan Si Kunyit

Credit
Bismillaahirrahmaanirrahiim....
  ***

Kutendang kerikil yang berada di tengah jalan agar jauh ke pinggir rerumputan. Hari pertama masuk sekolah membuatku sedikit lelah. Aku terlambat bangun pagi sehingga gagal mendapat bangku paling depan. 


Kuhentakkan kaki sebal sementara rok merahku sedikit diterbangkan angin. Kulihat si Kunyit Mimi dengan rambut singanya melamun sedih di ayunan favoritnya di bawah pohon sawo. Liburan sekolahku berakhir membuat Mimi sedih. Tak ada yang mengajaknya bermain lagi.


"Kunyit! Bengong mulu! Nanti dimakan hantu pohon sawo lho!" godaku sambil mengayun-ayunkan Mimi.

"Hore! Kak Dea udah pulang! Bisa main ayunan lagi. Dorong keras Kak!" kata Mimi kegirangan.


Kuayunkan Mimi tinggi, lebih tinggi dan dia menjerit.


"Nyit, mainnya di dalam aja yuk! Pohon sawonya kan banyak ulet. Nanti kamu gatel-gatel."

"Gak mau Kakak!"


Mimi cemberut, aku tak akan tega melihatnya begini.


"Ayunkan yang tinggi, Kakak!"


Kudorong ayunan Kunyit lebih jauh, lebih tinggi. Dia menjerit lagi.


Kunyit melepaskan pegangan dari ayunan. Dia menggaruk-garuk tubuhnya. Ayunan masih melambung tinggi. Kunyit hilang kendali dan jatuh tersungkur. Kepalanya berdarah.


Seminggu berlalu sejak insiden Kunyit jatuh dari ayunan. Aku menatap bekas pohon sawo yang ada di depan rumah. Dulu kunyit selalu bernyanyi riang di sana. Setiap pulang sekolah dia selalu di sana, tapi kini tak ada.


Aku melangkah gontai menuju pintu. Di pojok teras ayunan Kunyit teronggok. Tak ada lagi ayunan si Kunyit di pohon sawo.


"Hore Kakak Pulang! Kak ayo main!"

"Mau main apa, Nyit? Gak ada ayunan lagi. Emang kamu udah sembuh?"

"Udah dong! Alergi gatel gara-gara uletnya ilang, pohon sawonya juga. Sekarang kita masak-masakan aja!"


Mimi menyodorkan kaleng bekas susu dan tanah liat di dalamnya. Aku tertawa mengelus rambut berkuncir kudanya.


"Untuk QUIZ MONDAY FLASHFICTION #4 - Sketch Prompt"


Notes:
Mari Curhat!!! :uhuk
Aku pernah main ayunan sama kedua Mbakku. Ayunannya tinggi digantung di pohon sawo. Aku dan Mbakku jarang main bareng soalnya mereka dari pagi sampai sore sekolah. Kalau bisa main bareng itu namanya amazing :uhuk . Tapi aku nggak pernah jatuh dari ayunan :uhuk . Seingatku, dulu aku nggak pernah main masak-masakan sama Mbakku. Kalau sama Kakak sih pernah :uhuk . Kalau pun aku ngayal buat masak-masakan tanah liat, itu nggak akan jadi kenyataan :smile . Nyatanya aku pernah masak beneran masak makanan yang enak di makan, huahhahah :uhuk . Oh iya, Kunyit itu nama panggilan yang dikasih Mbakku. Kenapa Kunyit? Halah wong aku juga nggak tau, hihihi :wek .

Prompt #47: Toki Ni Kesareta

Bismillaahirrahmaanirrahiim....
***

Kereta berhenti, tapi Una Chan belum terlihat. Aku berjalan dengan frustasi. Mendengar dia pergi dengan Yuki Kun membuat kepalaku pusing. Apalagi Una Chan sengaja kabur sehingga aku sama sekali tidak tahu tempat mana yang akan dia kunjungi. Sial! Una Chan, di mana kau?


Tak pernah seperti ini sebelum Una Chan datang dalam hidupku. Dia, alasan kenapa aku harus bertahan, harus melindunginya. Aku memberikan apapun untuknya. Tak perlu balasan karena aku hanya ingin melihat senyumnya, kebahagiaannya. Itu saja.


Hujan turun digelapnya malam. Una Chan mungkin sudah pulang. Tapi bagaimana jika belum? Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi padanya? Bagaimana jika....


"Usui Kun!!!"


Kutatap tubuh mungil yang berdiri beberapa meter dariku. Dia berlari, memeluk tubuhku sehingga payung merah yang dipegangnya terjatuh. Aku masih tak percaya, Una Chan baik-baik saja. Tapi dia menangis. Kenapa?


"Aku takut, kau tidak pulang-pulang." katanya.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8BTHMeVGKt-3PQ3M9ptvwohGmeA1ZeBmzixFXpYsj6vLsqO30F1_dZcnKrjDlPBaEADMhntAloznRHuZncym68GFBvApkb6cEuYxwUGjbyRmCKxf5w7WZOCc_EhYZGlPat-bPKayIyU4/s1600/th.jpg
Credit
"Gomen (Maaf). Aku harus menyelesaikan pekerjaan tadi. Kau tahu kan...,"

"Aku tahu." 

 
Kau tak pernah tahu, air matamu menyakitiku. Tapi memelukmu seperti ini membuat semuanya menjadi lebih baik. Seperti oksigen, aku begitu membutuhkanmu. Aku tak tahu bagaimana hidupku tanpa kamu, Una Chan.


Anata o aishiteru koto wa kami mo sude ni shitteiru
Toki ni kesareta
Shinde shimattemo
(Tuhan pun tahu, jikalau aku mencintai dirimu
Tak musnah oleh waktu
Hingga maut datang menjemputku)


"Usui Kun! Mari pulang!"

"Aku tidak suka panggilan itu. Ini bukan kantor."

"Oniichan!" (Kakak)

Kutetap menunggu kamu di lain waktu

Mungkin di kehidupan yang lain, aku bisa menjadi kekasihmu, Una Chan.


***

MFF

Notes:
Woaaa!!! Akhirnya bisa ikut nulis FF nan absurd ini :uhuk . Thanks buat Una Chan yang mau bersusah payah listening lagu Immortal Lovenya Mahadewa versi Yuka TamadaThanks buat Mbak Orin yang mau nerjemahin hasil listeningnya Mbak Una. Maksudnya ngecek artinya sih :uhuk . Aku lagi tergila-gila sama lagu ini :smile .

Beda Keyakinan

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

***

Aku melirik jam tanganku. Setengah jam lagi pesawatku berangkat. Tapi, Mia masih saja menyandarkan kepalanya di bahuku. Dia menangis, habis putus. Padahal sudah satu bulan yang lalu. Dia rela mengejarku hanya untuk curhat. Menyebalkan! Takkah kau lihat aku, Mia?


"Mi, nangisnya sudah apa belum?"


Mia menatapku dan menyandarkan kepalanya lagi dibahuku.


"Aku baru nangis, belum juga ngomong banyak." omelnya.

"Ceritanya ntar kalau aku pulang dari Australia. Aku udah mau berangkat."

"Kamu itu nggak peka ya, Fan. Aku itu baru putus dan kamu malah kabur. Kamu nggak mau lagi jadi sahabatku?"


Aku udah bosen jadi sahabat kamu Mia. Aku cinta kamu, tapi kamu tidak.


"Bukan begitu, Mi. Aku butuh observasi kampusku. Aku nggak mau ribet kalau sudah kuliah nanti."

"Kalau males ribet, kuliah di sini kan bisa. Kita bisa bareng terus."


Kita bareng tapi kamu jalan sama orang lain. Kapan aku move onnya, Mia?


"Nggak selamanya kita bersama, Mi. Kita punya kehidupan masing-masing. Aku punya mimpi, kamu juga."

"Sekali ini dengerin semua yang aku omongin!"

"Dewasalah, Mia! Aku mau berangkat!"

"Kau pikir, meninggalkanku disaat seperti ini adalah tindakan dewasa? Masalahku terlalu complicated, Fan. Aku butuh kamu untuk menyelesaikannya."

"Yang kamu butuhkan itu Reno, bukan aku. Sini HPmu biar aku telfon si Reno berengsek itu!"

"Dia mau terbang ke Kanada."

"Dia mau terbang dan kamu tidak mengejarnya?"

"Buat apa? Kita sudah putus!"

"Kenapa masih nangis? Kamu itu sudah sering mutusin cowok, lha ini putus sama Reno sampai galau. Kamu cinta mati sama dia?"

"Masalahnya, dia yang mutusin aku!"

"Dia? Kenapa?"

"Kita beda keyakinan. Biasanya semua cowok selalu satu keyakinan sama aku, tapi sekarang lain."

"Keyakinan itu hak asasi setiap orang. Dalam hubungan percintaan, banyak kok yang berbeda keyakinan tapi tetap bertahan. Tapi lebih baik kita cari yang satu keyakinan sama kita."

"Setelah aku pikir, aku mulai percaya dengan keyakinan Reno. Aku mengikuti keyakinan dia."

"Apa? Kamu pindah keyakinan? Demi Reno? Aku tahu itu hak kamu, tapi langkahmu terlalu mengerikan!"

"Keyakinan Reno tidak seekstrim itu, Refan. Kak Doni juga percaya dengan keyakinan Reno."

"Tunggu, Kak Doni juga? Kalau kalian sudah satu keyakinan, bukannya itu akan mempermudah semuanya? Kamu sama Reno bisa bersama."

"Masalahnya, aku juga perlu tahu apa keyakinanku sama dengan keyakinanmu."

"Kau tahu apa keyakinanku, Mia. Sejak kecil kita selalu beribadah bersama," aku menunduk, terlalu berat. Aku tidak mungkin bersama Mia kalau kita berbeda keyakinan.

"aku pasti akan merindukan saat kita beribadah bersama." sambungku kemudian.

"Kamu ngomong apa sih, Fan? Bukan keyakinan yang itu."

"Keyakinan yang mana lagi? Aku cuma punya satu keyakinan dan kamu tahu itu."

"Reno yakin bahwa kamu itu cinta aku dan aku juga sebaliknya. Awalnya kami beda keyakinan. Tapi setelah Reno mutusin aku, kurasa, aku nggak bisa jauh dari kamu, Fan." 

Aku melongo, terbengong sendiri dengan kata-kata Mia.

"Jadi, apa keyakinan kita sama? Aku bela-belain ngejar kamu sampai bandara ini."

"Kamu nembak aku?"

"Aku nanya bukan nembak. Lagian Kak Doni nggak mungkin minjamin pistolnya ke aku."

"Keyakinan kamu nggak salah, aku juga."

"Oh ya udah.  Sekarang kamu bisa pergi ke Autralia."

"Terlambat. Aku mau di sini sama kamu."

http://fengxiao08.blogspot.com/2013/04/amnesia-later-kent-route.html

Prompt #43: Detak Cinta

Bismillaahirrahmaanirrahiim....


***

Aku memandang Fahri yang mulai berjalan menjauh meninggalkanku. Aku meratap, menangis, kecewa. Dia bilang, dia mencintaiku, memujaku. Tapi kini mengapa dia tega meninggalkanku? Terlebih dengan seorang lelaki yang tersenyum lebar, memelukku dengan erat dan sama sekali tidak aku kenali. Dasar manusia tidak berperasaan!


Aku masih ingat saat pertama kali Fahri menemukanku. Dia terpesona dan langsung mengambilku. Dia memberi perhatian lebih daripada yang lain. Aku terbuai dengan caranya mempertahankanku, menjagaku di kotak kaca. Tapi kini apa? Semua tak ada lagi. Fahri membuangku.


***


Pesta meriah, lampu benderang, rumah ini masih sama meski sudah dua tahun aku terbuang. Aku melihat Fahri berdiri tegak dengan seorang perempuan manis menggamit lengannya. Dia terlihat bahagia, sangat bahagia. Setelah sekian lama, kukira aku merindukannya. Merindu caranya mencintaiku, memujaku. Tapi aku sadar, laki-laki yang tangannya sedang kulingkari ini, dia memberikan cinta yang berbeda.


"Ramon! Long time no see, kau kelihatan lebih bersinar!" goda Fahri

"Kau tahu apa yang membuatku lebih bersinar." balas Ramon sambil melirikku. Aku tersipu malu.

"Ramon, ini Diana istriku. Terakhir kita bertemu, aku belum sempat memperkenalkamu padanya."

Ramon dan Diana saling berjabat tangan dan tersenyum. Sekilas Diana sedikit kaget saat melihatku.

Ramon berpamitan untuk menikmati pesta sekaligus bertemu teman-teman lamanya. Tidak terlalu jauh dari Fahri dan Diana, secara samar aku mendengar percakapan mereka.

"Kau meberikan Moody pada Ramon?" tanya Diana.

"Iya. Dia terlihat lebih bersinar dan Ramon sangat cocok mengenakannya."

"Tapi bukannya itu favoritmu? Sesuatu yang sangat kamu sukai?"

"Ya tentu saja. Sampai saat ini aku masih menyukainya. Tapi Ramon kelihatan begitu terpesona dengan Moody, aku bisa melihat itu. Kau pernah bilang, jika ada seseorang yang begitu menginginkan kepunyaanmu, maka berikanlah. Yakinlah dia akan jauh lebih sayang dan akan merawatnya dengan lebih baik. Aku melihat itu pada Ramon. Dia merawat Moody dengan baik."

"Kalau ada seseorang yang menginginkanku juga, apa kau akan memberikanku pada orang itu?"

"Oh tidak bisa! Kau istriku sekarang. Aku tidak akan pernah membaginya dengan orang lain."

Diana dan Fahri tertawa. Aku tahu, mereka sedang berbahagia.

Apa yang Fahri katakan tentu saja benar. Sekarang aku lebih bahagia bersama Ramon. Ramon mengajakku ke mana pun dia pergi. Tak peduli apa pun yang terjadi, kita selalu bersama. Tidak seperti Fahri yang memujaku tapi justru memenjarakanku dalam kotak kaca. Tubuhku berdetak bersama nadi Ramon. Kami sama-sama berdetak, saling mencintai.


"Hai Ramon! Wow! Jam tanganmu bagus!" seru seseorang.

Ramon melirikku, tersenyum malu.


MFF



Notes:
Saya baru ingat, bertahun-tahun tidak memiliki jam tangan :uhuk . Biasanya lihat jam d HP :smile .

Prompt 42: Bunga Kertas

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

Credit

Aku menatap bunga kertas dari Romeo dengan miris. Perayaan tiga tahun pacaran dan dia hanya memberiku sebuah bunga kertas. Okey tak usah barang mahal, setangkai bunga mawar mungkin itu sudah cukup. Tapi ini bunga mati. Mungkinkah dia ingin berpisah?


Bintang tak bersinar, hujan terlalu kuat, dingin, sedingin perasaanku.


Oh baby I'll take you to the sky
Forever you and I, you and I


Lagu Petra dari HPku sedikit membuyarkan kesedihanku. Romeo....


"Karin..., kamu di mana?"

"Di rumah. Kenapa?"

"Kamu belum baca pesanku?"

"Pesan apa? Seharian kamu nggak ada kabar, sekarang nelfon nanyain pesan. Tiga tahun Rom, dan kamu cuma ngasih bunga kertas. Mungkin aku terlalu berharap kita bisa terus bersama. Aku tahu kamu cuek, tapi ini sudah keterlaluan. Romeo, kamu dengar aku?"


Hening, tak ada jawaban. Kutatap HPku. Good!!! Telfon terputus. Kuremas bunga kertas dari Romeo. Air mataku menetes, bodohnya. Kurobek kertas itu dengan kasar menjadi beberapa bagian. Aku menatapnya dengan sedih. Mungkin ini sudah berakhir.


Robekan kertas itu terasa aneh. Kuambil dan kutata bagian demi bagian menjadi kertas utuh. Great!!! Ada gambar logo Kafe Elang, cafe terbuka seperti taman tempat pertama kali aku dan Romeo bertemu.


Kutembus hujan menuju Kafe Elang. Aku terengah, kafe terlihat sepi.


Aku masuk ke dalam kafe. Kuhampiri Romeo yang menunduk dengan pakaian yang sudah basah.


"Maaf."

"Karin. Aku pikir kamu tidak datang."

"Itu salahmu. Kenapa nulis pesannya di bunga kertas, aku pikir...,"

Romeo memelukku sebelum aku menyelesaikan kalimatku.

"Maaf, aku pikir itu romantis. Tapi ternyata aku bodoh. Happy anniversary." katannya.

Aku menatap Romeo dengan senyum malu-malu. Wajah kami berdekatan kemudian bersin bersamaan.


MFF


Notes:
Nggak ngetwist lalala :uhuk . Sudah semenggu lebih aku bersin-bersin *CurCol :uhuk .